Chapter XLIII

3.9K 178 3
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
◇◇◇

Briyan membawa Saniya kerumahnya. Karna di rumahnya sepi Briyan mengajak Saniya kedalam kamarnya.

"Kamu mau mandi dulu? " Saniya menganggukan kepalanya dan menerima baju dan handuk yang di berikan oleh Briyan.

Rasanya badannya lengket sekaligus gerah. Sekitar tiga puluh menit Saniya keluar dari kamar mandi dengan keadaan rambut yang basah. Sepertinya kekasih dari Briyan itu baru selesai keramas.

"Kamu udah mandi? "

"Iya di kamar mama sama papa.Sini deh yang! " Ujar Briyan yang juga sudah mengganti bajunya dengan menepuk sofa yang masih kosong di sebelahnya.

Saniya berjalan mendekati Briyan dan ia duduk di sampingnya.

"Ayo cerita! " Perintah Saniya dengan menggoyangkan tangan Briyan pelan.

"Janji dulu, jangan nangis kalau aku udah cerita nanti! "

"Janji. "

Briyan mulai bercerita dari awal dimana saat ia mendapat telpon dari orang yang ia tak kenal ternyata orang itu adalah Saci.

Saci meminta untuk bertemu secara diam-diam tanpa harus Saniya atau yang lain tahu.

Briyan menyetujuinya dan mengajak Saci untuk bertemu di kafe yang sudah ia booking.

Ternyata sekitar jam sepuluh malam saar Briyan sampai disana dimana saat itu kebetulan sekali Saniya meminta ijin padanya untuk pergi kerumah neneknya dengan para keluarganya.

Dengan senang hati Briyan mengabulkannya dengan syarat Saniya tidak boleh keluar malam.

Saat ia sampai di cafe itu ternyata bukan hanya Saci yang berada disana tapi ada Doni.

Briyan masih ingat bagaimana Saci bercerita tentang rencana Putri untuk menyelakai Saniya dengan wajah lebam.

Saat Briyan bertanya wajah Saci kenapa Saci malah diam membisu enggan menjawab sampai Doni menceritakan semuanya.

Saci mendapat lebab di sekujur tubuhnya karna ulah dari keluarga Putri. Saat di luar rumah keselamatan dan juga perintah Putri merupakan tugas dari Saci.

Karna saat pulang Kedua orang tua Putri mendapatkan wajah anak semata wayang mereka babak belur dan juga mendapatkan kabar jika Putri di keluarkan dari sekolah.

Oleh karena itu orang tua Putri sangat marah pada Saci hingga menamparnya dan juga memukulnya dengan sapu.

Orang tua Saci hanya bisa diam melihat anaknya di perlakukan layaknya hewan. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa karna tangan mereka sudah di ikat oleh majikannya itu.

Dengan gerai air mata Saci mencoba bertahan untuk kabur. Untung saja waktu itu telponnya tidak di ambil oleh mereka oleh karena itu Saci bisa keluar dengan bantuan Doni yang letak rumahnya tepat sekali di depan rumah Putri.

Briyan terus bercerita sampai Saci ia bawa kerumah sakit karna pingsan saat itu. Sampai Saci bertekad untuk mencoba membantu orang tuanya kabur dari sekapan keluarga Putri namun naas saat akan menyebrang Saci tertabrak oleh mobil dimana disitu Danang lah pe ngendara mobil itu.

Briyan kembali bercerita dengan membawa tubuh Saniya kepulakannya. "Hey jangan nangis kamu udah janji sama aku."

"Lanjutin Bri! " Ujar Saniya dengan segukan karna menangis.

Briyan melanjutkan ceritanya dimana saat ia menghajar Danang waktu di lapangan basket itu sampai Danang masuk rumah sakit.

Karna merasa bersalah Briyan mendatangi Danang di rumah sakit tanpa sepengatuhuan Saniya.

Briyan meminta maaf karna perlakuannya pada Danang dan Danang memaafkannya dan Danang juga meminta maaf padanya karna telah lancang menembak Saniya padahal ia tahu jika Saniya sudah mempunyai pacar.

Saat Briyan ijin kekamar mandi ia mendengar suara yang tak asing.
Benar Briyan mengenali suara itu. Itu adalah Putri yang mengajak Danang untuk bekerja sama untuk membunuh Saniya.

Entah dari mana Putri tahu jika Saniya menolak Danang dan itu di jadikan kesempatan untuk Putri mengajak Danang kerja sama membalaskan dendamnya pada Saniya.

Karna Danang tidak menerima ajakannya Putri mengancam akan membuat perusahaan keluarga Danang bangkrut karna perusahaan keluarga Danang ada di bawah kendali keluarganya.

Setelah Putri pergi dari sana Briyan keluar dari kamar mandi.

"Kenapa lo malah milih ngelindungin Saniya? "

"Karna gue cinta sama dia. Cinta gue tulus sama dia! "

Saat itu Briyan hampir menghajar Danang kembali. Namun ia urungkan saat Danang melanjutkan ucapannya.

"Dengerin gue dulu! Gue emang cinta sama Saniya makanya gue ngiklasin dia sama lo! Gue gak mau nerima ajakan Putri karna gue cinta sama Saniya. "

Ucap Danang waktu itu pada Briyan. Sampai mereka berempat Danang, Saci, Doni, dan juga dirinya membuat rencana untuk menggagalkan rencana Putri.

Dengan Briyan yang membawa Saniya pergi dimana Putri dan kelurganya tidak bisa menemukan Saniya.

Saci dan Doni bertugas membebaskan orang tua Saci dari sekapan keluarga Putri.

Sementara Danang mengambil alih untuk menghalangi jalan Putri dan juga keluarnya.

Namun naas saat ia di kejar oleh beberapa mobil milik anak buah keluarga Putri ia tak melihat jika di depannya ada seseorang yang sedang menyebrang jalan.

Karna tidak ada waktu Danang membanting stirnya sampai ia menabrak pohon sementara orang yang menyabrang itu diam di tengah jalan dan membuat dirinya tertabrak mobil yang di kendarai oleh anak buah Putri yang juga sedang mengincar dirinya. Orang itu adalah Saci.

Doni yang sedang menemani kedua orang tua Saci menjadi kahwatir saat Saci tak kembali dari apotik untuk membeli pembalut luka untuk kedua orang tuanya.

Perasaannya sudah tak enak. Oleh karna itu Doni meminta ijin untuk menjemput Saci.

Namun saat di jalan ia menemukan kerumunan orang dan betapa kagetnya saat ia malah menemukan tubuh Danang yang sudah berlumuran darah itu.

Tangannya bergerak untuk menelpon Briyan.

"Kamu jahat Bri! Jahat kenapa gak bilang sama aku Bri hiks.. Sakit Bri sakit! " Tangis Saniya dengan memukul dada Briyan yang kini semakin mengeratkan pelukannya.

"Maaf, maaf, maaf. Maaf nggak bisa jagain kamu. Maaf aku gak bisa nyelamatin nyawa Danang sayang. Maaaf! " Gumam Briyan dengan mengecup kening Saniya dalam.

.
.
.
.
.
.
.
.
TERIMA KASIH TELAH MEMBACA

◇◇◇

S A N I Y A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang