Embun sudah berada di sekolah sekarang. Gadis itu tidak bersama Everest, karena cowok itu sepertinya akan bolos, Everest sudah mengabari Embun tadi.
"Bun lo tau Zaki udah balik sekolah? Katanya sih masih di tahap recovery tapi udah mutusin buat sekolah," ujar Rinai saat Embun baru duduk.
"Lo tau dari mana?" ujar Embun menanggapi.
"Dari si Ara, temen sekelas Zaki," jawab Rinai.
Embun bahagia di dalam hati. Syukurlah jika kondisi Zaki sudah jauh lebih baik. "Oh, baguslah." respon Embun singkat.
"Lo udah beneran move on ya?" tanya Rinai lagi.
"Lo suka ya sama Zaki?" tanya Cahaya menyela dengan heboh.
Embun tersentak. Benarkah?
"Apaansih! Enggaklah!" jawab Rinai sewot.
"Gak mungkin lah, Ya. Kan itu mantannya Embun," ujar Pelangi menimpali.
"Kan cuma nanya doang." ujar Cahaya membalas. "Lebay sih, pada sewot,"
Embun tersenyum kecut. " Kalo lo mau ya terserah sih, gue gak masalah." ujar Embun bohong.
Rinai tersenyum. "Enggak lah,"
🦋🦋
"Embun tolong panggil Zaki ya ke ruangan Bapak," suruh Pak Enjas, guru olahraga Embun yang habis memberi materi. "Ada urusan perihal Basket." terangnya kemudian.
Embun bingung. Bagaimana jika Everest marah?
"La temenin ya?" tanya Embun pada Pelangi.
"Males gue Bun, lagi PMS. Mager. Sama Rinai aja,"
Embun menghela nafas, ia memanggil Rinai. "Nai!"
Rinai menoleh. "Apa?"
"Temenin yuk? Manggil Zaki."
"Ayo!" jawab Rinai semangat.
Embun dan Rinai sudah berada di depan kelas Zaki. Embun dapat melihat kening Zaki yang masih diperban.
Kelas Zaki juga free, karena memang ini lima menit pergantian jam pelajaran.
Benarkah Zaki sudah baik-baik saja? Kecemasan dalam hati Embun hanya bisa dia simpan.
Maaf untuk semuanya, Ki.
"Lo aja yang manggil, Nai." ujar Embun pada Rinai.
Rinai menunjuk dirinya sendiri. "Gue?" tanyanya.
"Iya."
"Zaki!" teriak Rinai biasa saja. Sementara Embun hanya diam menyimak.
Zaki menoleh, keningnya mengkerut.
"Sini!" panggil Rinai lagi.
Embun tekejut. "Nai! Kan bisa lo yang masuk atau bilang lewat teriak dari sini. Kok manggil sih?" Embun terlalu malu untuk berhadapan dengan cowok itu setelah apa yang ia lakukan.
Zaki melihat gerak-gerik Embun seperti marah kepada Rinai, marah karena Rinai memanggilnya? Ya, gadis itu pasti takut si psychopath— alias pacar kesayangan Embun, akan mengamuk jika tau Embun di kelas Zaki sekarang.
Rinai cengengesan canggung. "Maaf," ujarnya tidak enak. Tapi mau diapakan lagi, Zaki sudah berjalan mendekati mereka.
"Kenapa?" tanya cowok itu pada Rinai tanpa menoleh pada Embun.
Terlalu malas bagi Zaki melihat wajah Embun— memuakkan.
Entah mengapa jantung Embun berdetak kencang saat mendengar suara berat cowok itu. Seandainya Embun bisa menjelaskan semuanya, hubungan mereka pasti akan baik baik saja. Namun sayangnya, Embun terlalu takut untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVEREST
Teen Fiction"Kalo lo gak mau nurutin apa yang gue mau, Bokap lo pengangguran selamanya dan Kakak lo jadi narapidana!" Embun Anahita tidak menyangka jika Everest akan memanfaatkannya demi menyakiti hati Zaki, pacar Embun yang juga adik tiri Everest. Hidupnya yan...