15. - Di Luar Kendali

16.7K 814 25
                                    

Zaki pulang kerumahnya. Mama cowok itu langsung menyambutnya dengan senyuman.

Saat mata mereka bertemu, Zaki langsung menghampiri perempuan paruh baya itu dan langsung memeluknya.

"Loh kenapa? Ada apa ki?" tanya Sarah—  Mama Zaki. Tidak biasanya Zaki melow seperti ini.

Zaki menangis. "Are you happy?" tanya Zaki sesak.

Sarah melepaskan pelukan tersebut, ia memegang bahu Zaki lalu menatap anak satu-satunya itu. "Always. Mama selalu bahagia. Mama akan tetap bahagia saat kamu selalu disamping Mama."

"Kenapa nanya gitu?" tanya Sarah sambil menghapus air mata Zaki. "Tumben kamu? Cowok kok nangis?" ujar Sarah lalu terkekeh.

Zaki tersenyum. "Kata siapa cowok gak boleh nangis?"

"Kepala kamu masih suka sakit, Ki?" tanya Sarah mengalihkan topik.

"Udah enggak, Ma." jawabnya bohong pada Sarah. Kepala Zaki sering sakit, semenjak kecelakaan itu.

"Kalo sakit ngomong ya?" peringat Sarah.

"Of course, Mama tenang aja."

"Kamu udah lama gak bawa yang cantik itu ke rumah, siapa itu namanya? Embun ya? Bener?" tanya Sarah.

Zaku menjauh meletakkan tasnya di atas kursi lalu duduk. "Udah putus Ma," jawab Zaki lesu, sungguh ini topik yang malas ia bahas.

Sarah terkejut, tidak menyangka. "Loh kok bisa? Sejak kapan?" tanyanya beruntun.

Zaki murung. "Diambil Everest."

"Everest? Loh, kok?"

"Dia selalu seenaknya sama aku, Ma! Dia selaku mancing buat Ribut."

"Ki kamu—" pembicaraan Sarah terhenti oleh ocehan Zaki. Sepertinya putra Sarah itu sudah lama memendam semuanya.

"Mama tau? Dia selalu semena-mena di sekolah. Papa selalu nurutin apa yang dia mau. Dia seenaknya ngeluarin orang dari sekolah dan itu atas persetujuan Papa. Kalo seandainya aku ini bukan anak Papa mungkin aku juga udah dikeluarin sekarang."

"Dia sering hina-hina kita, aku gak terima, Ma."

"Dia seenaknya."

"Dia jahat banget, gila. Sok berkuasa."

"Dia sering hina aku, hina Mama, aku gak suka dia begitu, dia kurang ajar Ma."

Sarah menahan tangis. "Maaf. Maaf karena kamu harus jadi anak—" Sarah tersendat, terlalu sakit. "Anak simpanan." lanjutnya lalu tangisnya pecah begitu saja.

"Ma?—" Zaku berdiri terkejut lalu memeluk mamanya. "No! Jangan ngomong kayak gitu." katanya tegas lalu mengelus pundak belakang Mamanya.

"Maaf nak, Mama nggak bisa berbuat banyak. Mama salah disini, Mama menyesal." ujar Sarah sesenggukan.

"Aku gak masalah. Aku bangga punya Mama. Mama orang terhebat di dunia." ujar Zaki menenangkan Sarah tanpa satu kata kebohongan apapun.

Sarah sesenggukan. "Mama menyesal pernah jadi perempuan seperti itu Ki," isak Sarah. "Mama bersalah sama Saki, Mama banyak menyakiti hati wanita itu. Rasa bersalah Mama kental Ki, bak menyatu dengan darah."

"Semuanya udah masa lalu Ma. Sekarang Mama perempuan paling baik yang Zaki kenal."

"Maaf—"

"Jangan pernah say 'sorry' lagi. Zaki gak suka."

"Mama gak bisa bela kamu, Mama yang salah Nak,"

"Ma? Denger aku." Zaki menatap Sarah sambil memegang pundak wanita itu.

EVERESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang