16. - Zaki dan Empati Everest

14.7K 819 18
                                    

Akhirnya Zaki segera dilarikan ke rumah sakit.

Satpam ingin membawa mobil karena tidak ada sopir dirumah.

Everest menyingkirkan tubuh satpam yang ingin masuk ke mobil itu. "Minggir!"

"Tap-" satpam itu takut melawan.

Sarah hanya bisa menangis, ia sudah berada di bangku belakang sambil mengelus kepala anaknya yang berada dipaha wanita itu.

"Lo bakal lama! Gue aja yang bawa!" ujar Everest grusukan. Ia khawatir sekarang.

Everest akhirnya membawa mobil itu dengan Sarah dan Zaki di jok belakang. Sarah tidak terlalu memperdulikan siapa yang membawa mobil, di otaknya hanya  kondisi Zaki yang harus diperhatikan.

Everest membawa mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Dia memukul stir mobil. "Macet lagi, bangsat!!"

Everest memutar arah memuju jalan tikus yang bisa dilewati mobil. Tiba-tiba ada motor yang ingin menyalip mobil yang dikendarai cowok itu. "Woi anjing!! Gue buru-buru!"

Pengendara motor itu hanya bisa geleng-geleng. "Sabar, ya ampun!" ujar orang itu terkejut.

Everest membuka kaca mobil. "SHUT THE FUCK UP!" teriak cowok itu dari dalam mobil, yang tentu didengar oleh pengendara motor yang dimaksud.

Sepertinya kesabaran Everest sedang diuji. Ada lagi motor yang berada didepannya, tidak ada yang salah, tapi motor itu dikendarai dengan sangat pelan. Everest geram, ia menyalip motor itu. "Anjing! Lambat banget kayak siput lo, babi!!"

kakek yang mengendarai motor itu terkejut sampai motornya terhenti. Everest tidak memperdulikan itu, ia terus memgendarai mobil.

"Nak pelan-pelan ya.. sayang," ujar Sarah sambil sesegukan.

Everest menegang. Setelah apa yang gue lakukan sama anaknya? Dia masih bisa ngomong sama gue selembut itu?

is this a drama?

Setelah melewati cobaan kesabaran, akhirnya Everest sampai di Brown Hospital, tempat Zaki dirawat saat mengalami kecelakaan.

Zaki langsung ditangani oleh pihak emergency.

Sarah dan Everest hanya bisa menyaksikan bagaimana Zaki dibawa ke ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Suara dentingan detik di jam di dinding rumah sakit mengisi kekosongan antara Everest dan Sarah. Sarah terus menunggu di depan pintu IGD dengan perasaan khawatir. Ia berdiri berharap pintu itu cepat terbuka. Berbeda dengan Everest yang duduk di tempat duduk depan IGD. Ia seperti biasa saja, berbeda dengan hatinya yang juga memcemaskan kondisi adik tirinya, bagaimanapun juga... ini salahnya.

"Duduk sini, nanti pegel." ujar Everest pada Sarah.

Sarah menoleh. Ada perasaan senang memdengar kalimat— seperti perasaan perhatian itu. Sarah pun mengikuti apa pinta Everest, ia duduk disamping Everest.

"Sorry." ujar Everest pelan pada Sarah saat Sarah baru mendudukkan dirinya.

Sarah menghapus sisa air matanya. Dia bisa melihat ada ketulusan pada sikap Everest. "Its okay, Nak. Semuanya sudah terjadi, tidak ada yang bisa dirubah lagi."

"Jangan kayak gitu. Nanti lain dimulut lain dihati. Tiba-tiba udah ngadu aja sama Papa."

Sarah menunduk, ia tersenyum."Enggak akan Rest. Ini bukan sepenuhnya salah kamu," ujar Sarah masih menjadikan dirinya penyebab.

Dia anak baik, keadaan dan situasi yang menjadikan dia seperti ini.

Sudah hampir satu jam Everest dan Sarah menunggu dokter menangani Zaki sampai akhirnya dokter itu keluar sekarang.

EVERESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang