34. - Hancur

14.4K 673 97
                                    

Everest baru pulang sekolah, cowok itu juga sehabis mengantar Embun. Ia memasuki Apartemennya dan ternyata di depan pintu unitnya sudah terdapat Abas dan beberapa bodyguard penjaga lelaki itu.

Abas dengan wajah tegasnya benar-benar mendelik tajam ke arah Everest. Raut kekecewaan dan kemarahan jelas terpancar di sana.

Tanpa peduli Everest menempelkan access cardnya dan membuka pintu unit Apartemen tanpa memperdulikan keberadaan Abas— Abas dianggap tidak ada oleh Everest.

Abas menggeleng-gelengkan kepalanya. Jujur ia juga letih menghadapai Everest. Namun Everest menjadi seperti ini karena dirinya sendiri. Ia membentuk kehidupan hancur yang mengelilingi Everest saat anak itu masih sangat kecil.

Abas mengikuti Everest masuk. Bodyguard bawahan Abas tentu saja mengikuti lelaki itu.

"Sachveer," ungkap Abas tanpa basa-basi.

Everest langsung membalikkan badannya dan menatap Abas tidak kalah sengit.

Saat nama Sachveer disebut, itu bagai panggilan besar bagi Everest. "Iya. Sachveer. Kenapa?" Everest seolah menantang Abas.

"Bubarkan itu!" suruh Abas. "Jika bukan kamu biar Papa yang turun tangan," Everest tau Abas sedang mengancamnya.

"Urusan lo apa? Itu urusan gue. Gak usah ikut campur," Everest berujar dengan kurang ajar

"ITU KRIMINAL EVEREST!" Abas berteriak karena emosi.

"Kriminal? Dari segi mana?" tanya Everest tidak mau kalah.

"Kamu bisa saja terkena skandal. Papa yakin kamu pasti akan tersandung masalah lagi. Tidak habis masalah kamu di sekolah, kamu mau bermasalah juga dengan jadi anak jalanan?" Abas tidak habis pikir. "MAU JADI APA KAMU? HAH?!"

"Gue nggak bakal biarin lo hancurin Sachveer. Nggak akan,"

"Papa dengan mudah bisa membubarkan itu. Kamu tinggal menunggu," Abas sedang tidak main-main.

"PAPA MAU APA???!!!" Everest melempar guci di hadapannya.

"EVEREST!!" Tegur Abas marah.

Bodyguard penjaga mendekati Abas karena melihat Everest mulai hilang kendali. Pecahan guci itu bisa saja melukai Abas.

Abas mengkode bodyguard itu menjauh. Dan tentu mereka menuruti perintah atasannya. Anaknya tidak mungkin melukai dirinya, Abas yakin akan hal itu.

"Mereka-mereka yang ada di Sachveer itu keluarga aku. Biarin aku rasain arti keluarga," Everest berujar pelan.

Abas menahan air matanya. "Kita bisa bangun keluarga itu kembali," bujuk Abas. "Tidak dengan cara seperti ini,"

"Enggak akan pernah sama lagi," balas Everest pedih.

"Papa cuma nggak mau kamu dihadapkan sama masalah besar. Gimana kalo Mama lihat dari atas kalo anaknya semakin ke jalan yang salah? Anaknya terkena banyak masalah?" Abas mencoba membujuk Everest.

Everest tertawa. Tawa kosong tanpa kelucuan. "Nggak usah bawa-bawa Mama. Dari dulu Mama nggak pernah Papa anggap ada." cowok itu menghentikan tawanya. "Cukup!"

"Everest—"

"PERGI!!!" Everest berteriak lantang di hadapan Abas.

"Listen to me—" Abas berusaha tenang menghadapi Everest.

"GUE BILANG PERGI!!!" Everest melempar vas bunga tepat di samping Abas. "PERGI DARI SINI!!" amuknya.

"Jika kamu mau ini, baiklah. Papa yang akan langsung turun tangan."

EVERESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang