43

273 32 2
                                    


Shena mendengkus sebal. Perkara kecil tadi membuat dirinya menjadi muak, padahal ... ah bukan, Shena yang aneh. Hanya perkara kecil saja dirinya jadi seperti ini.

“Malam ini, Mama mau pulang katanya udah lama enggak ke rumah satunya,” ujar Randa saat masuk ke dalam kamar.

“Kamu mau ikut anter Mama sama Papa enggak?” tanya Randa.

Tak ada sahutan dari Shena.

Randa mendekat, memegang sebelah pundak Shena hingga tubuh gadis itu sepenuhnya menghadap dirinya. “Kenapa?”

Shena mendongak. “Enggak, aku mau kok,” ujar Shena.

Malam itu, Dahlia memutuskan untuk kembali pulang ke rumah lamanya bersama dengan suaminya. Revan berdiri di depan pintu rumah, Shena berdiri tepat di sampingnya.

“Mama hati-hati ya,” ucap Naila meraih tangan Dahlia dan menciumnya bergantian dengan Shena lalu kepada Rajendra.

“Kalian yang akur ya? Jangan main pisau atau benda tajam ya, ini pesan Mama. Kalian kalau ada masalah dibicarakan baik-baik jangan ngambekan kayak anak kecil,” ujar Dahlia.

“Papa ada pesan enggak?”

Rajendra yang tadinya duduk langsung berdiri. “Jaga hubungan rumah tangga kalian dengan baik-baik, jangan ada kata perceraian dan kata talak dalam rumah tangga, cukup itu aja.”

Setelah mengantar keduanya pulang, mereka semua masuk ke dalam rumah.

Keheningan menjadi hal pertama menyelimuti mereka semua. Shena memainkan handphonenya, banyak sekali nama yang tertera namun Shena tak mengingat siapa saja mereka. Banyak yang menanyai kabar dan sampai spam, mungkin saja mereka teman dekat Shena.

Dilihat dari pesan-pesannya, lucu, sekaligus bikin orang kesal, gadis itu terkekeh pelan.

“Malam ini baiknya gimana ya? Pada diem-dieman,” ujar Naila.

Shena mendongak lalu menyimpan handphonenya.

“Oh gimana kalau kita bahas soal hal-hal yang bisa bikin Shena ingat semuanya?” tanya Naila menawarkan.

Revan menatap Naila. “Jangan aneh-aneh deh, dia kan enggak bisa mikir banyak dulu.”

“Enggak apa-apa, pengen denger soalnya. Lagi bosan juga, cerita aja Nai,” ujar Shena.

Naila tersenyum. “Tuh, dengerin Van. Jangan terlalu khawatir, mentang-mentang dia itu mantan kamu.”

Shena menatap Naila datar.

“Oh ya, Ran. Kamu udah ambil album foto pernikahan kita?” tanya Shena mengalihkan topik, karena merasa topik yang ingin diambil Naila membuat orang emosi.

Randa tersenyum lalu mengangguk.

“Ada di atas lemari sana. Aku simpan di sana biar aman,” ujar Randa.

Shena mengangguk lalu berdiri dan berjalan menuju lemari, gadis itu menarik satu album besar. Tangannya tak sengaja menyenggol sebuah guci antik hingga guci itu jatuh dan menghantam tepat di atas kepala Shena.

Pandangan gadis itu memburam, telinganya berdengung, album yang dia pegang terjatuh. Semua pandangan teralih kepada Shena.

Tangannya meraih gagang lemari, beberapa pandangan muncul di kepalanya, kepalanya terlalu sakit untuk kembali mengingatnya. Matanya tertutup hingga merasa tubuhnya tersentuh oleh lantai yang dingin.

***

“Sel? Kamu baik-baik aja?” Sebuah tangan mengelus pelan pipi Shena. Gadis itu merengkuh pelan, sambil memegang kepalanya yang terasa berat.

Forced Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang