2 tahun berlalu setelah kejadian itu.
Tahun 2029.
Gadis kecil dengan rambut dikuncir itu berlari senang masuk ke dalam pelukan sang ayahnya, dia melingkari tangannya di leher ayahnya. “Papa, Mama udah bisa diajak pulang?” tanya gadis itu dengan senyum yang tak pudar dari wajahnya.
Satu titik air mata jatuh di bawah kelopak mata lelaki dengan umur 30 itu. Dia menurunkan anaknya dari pangkuannya. “Papa Randa bohong sama kamu,” ujar salah satu anak lelaki yang baru saja muncul dengan pakaian sekolah dasar yang dia kenakan.
Anak perempuan yang diyakini sebagai anak kandung Randa itu menoleh ke arah ayahnya, dengan tatapan dalam dia memandang mata ayahnya. “Papa engga pernah bohong sama Fillea,” ujar gadis itu.
Randa menghela napasnya pelan lalu mengusap pucuk kepala anaknya beralih kepada anak lelaki yang baru saja muncul tadi. “Kalian ke sekolah gih, jangan sampai kalian telat,” ujar Randa.
Naila dan Revan muncul dari balik mobil, menatap nanar ke arah tempat Randa berdiri. Naila menoleh ke arah Revan, menyenggol lengan kanan suaminya.
Revan menoleh sesaat kemudian melangkah menuju anak-anaknya. “Kalian masuk ya? Sama Mama Naila.”
“Ardan, jagain Fillea. Jangan pernah tinggalin dia sendirian,” ujar Revan.
Kedua anak itu berlari beriringan menuju Naila. Revan menghela napasnya pelan, lalu berdiri berjalan menuju kakaknya di ujung sana, Revan memegang satu pundak Randa.
“Gue bingung,” ujarnya terkekeh.
“Sampai kapan lo mau nutupin ini semua dari anak lo sendiri?” tanya Revan.
Randa menggeleng. “Ini bukan nutupin, ini fakta kok.”
Revan mengusap wajahnya. “Gimana caranya buat lo ngerti?”
“Enggak perlu lo kasih ngerti, gue udah paham semuanya.”
Randa menghempaskan tangan Revan dari pundaknya, Randa pergi meninggalkan Revan.
Revan memijit pelipisnya. Naila mengusap pundak Revan. “Mungkin dia masih butuh waktu kali, enggak usah dipaksa. Perlahan pasti bisa kok,” ujar Naila.
“Ini udah 2 tahun lebih dia kayak gitu, gue harus gimana biar dia paham?”
****
Revan menatap berkas-berkas di depannya, pergerakannya terhenti saat pintu kantornya terbuka. Naila tersenyum, membawa paper bag berwarna kecoklatan, Naila menyimpan tas itu lalu menatap suaminya.“Ini hari ulang tahun Fillea,” ujar Naila.
“Gimana kalau kita rayain bareng-bareng? Sekalian kasih dia kado yang dia pengen banget dari dulu,” ujar Naila.
Revan menatap istrinya.
“Nai,” tegurnya.
Naila menoleh, menaikkan sebelah alisnya.
“Kenapa?”
“Makasih udah sayang sama Fillea, makasih karena kasih sayang yang kamu berikan enggak neko-neko, enggak berbeda dari kasih sayang yang kamu kasih ke anak kamu,” ujar Revan.
“Lebih tepatnya, anak kita, Van. Ardi dan Ardan itu anak kita,” ujar Naila.
Revan tersenyum.
“Oh ya, Fillea juga anak aku, aku udah sayang sama dia seperti anakku sendiri, dan gimana soal kejutan?” tanya Naila dengan girang.
“Boleh-boleh aja, di mana pun mah, ajak semuanya ya,” ujar Revan.
Naila mengangguk girang. Dengan cepat dia mengambil handphonenya dan mengabari mertua, ayah, dan juga orang tua Shena, Leana dan juga Billar, serta teman-teman Shena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced Love
RomanceFOLLOW BEFORE READING Terpaksa dalam bentuk apa pun, yang namanya paksa, memaksa, terpaksa enggak ada berakhir baik jika kita benar-benar menjalaninya dengan ikhlas. Karena kata ikhlas sudah tentu tidak mengandung paksaan. Cuek di awal, risih di awa...