Karena ada yang spesial di setiap harinya, yamg tanpa sadar tidak kusadari.
****
Shena mengucek matanya, merasakan tubuhnya sangat sakit. Dia membuka matanya dan terlihat jelas langit-langit kamarnya, dengan rasa terkejut dia terbangun. Memegang pipinya lalu turun ke lengan dan tangannya. “Wait? Bukannya, bukannya semalam gue pergi bareng Randa?” Shena menoleh ke samping.
Terlihat Randa yang masih terlelap di sana. “WHAT?!” teriak Shena membuat Randa terusik dan menoleh dengan wajah khas bangun tidur.
“Kenapa sih?” Randa kesal sambil melirik ke arah jam dinding.
“Ini baru jam 4.”
Shena terdiam, dia masih setia menatap Randa. Aduh, first time untuk dirinya tidur bersama dengan Randa, Shena turun dari kasur dan masuk ke dalam kamar mandi. Dia menatap dirinya di cermin kamar mandi.
Shena memasak sarapan pagi untuk saat ini, Randa turun dengan gaya kasualnya membawa tas yang berisi berkas-berkas dan juga tas untuk kuliah. “Makan.” Shena menarik kursi.
Randa mendudukkan tubuhnya, dan mulai mengambil sendok dan garpu menikmati hidangan yang Shena buat untuk dirinya. “Mal-“
“Minum dong,” ujar Randa.
Shena sempat menatap Randa lama, lalu menuangkan air ke gelas. “Mal-“
“Mau bareng kuliah enggak? Atau mau sendiri aja?”
Shena terbengong.
“Sendiri aja.”
“Oke, kita bareng.”
“Apaansih gajelas.” Shena memakan masakan buatannya.
Selesai makan pagi, mereka berdua berjalan menuju mobil. Randa menatap Shena yang terdiam, selang 30 detik dia berdehem dan menyalakan mesin mobilnya. Shena mulai membuka handphonenya yang sudah dipenuhi oleh notifikasi.
“Kita pulang bareng juga. Jangan pulang sama orang lain,” ujar Randa.
Shena mengangguk pelan.
“Kenapa lo tiba-“
“Stts! Mulai sekarang kita pake aku-kamu, bukan lo-gue lagi.”
“Enggak terbiasa gue.”
“Biasakan mulai sekarang,” ujar Randa.
“Bawel lo deh.”
“Tuh kan, dibilang j-“
“Iya, nanti aku tunggu kamu di tempat biasa ya,” ujar Shena tersenyum.
Randa terkekeh.
***
Randa menahan tangan Shena. “Hm?”
“Jangan lupa pulang bareng, biasain pake aku-kamu, jangan lo-gue.”
“Iya, Kak Randa. Bawel banget sih, kesambet apaan lo?” Randa mengetuk dahi Shena membuatnya meringis.
“Aku-kamu, bukan lo-gue!”
“Astagfirullah. Iya deh, aku pergi dulu ya, see u bentar!” Shena melambaikan tangannya lalu berlari kecil masuk ke dalam kampus.
Randa menarik sudut bibirnya.
“Hei, Randa!”
“Iya, Put?”
“Hm, gue liat lo bareng sama Shena. Tumben-“
“Dia kan istri gue, lo lupa apa gimana?”
Putri terdiam. “Iya deh, ngegas banget sih.”
“Ya enggak. Cuman ngasih tau,” ujar Randa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Revan datang lalu merangkul Putri tanpa permisi. “Biasalah, pengantin baru kudu banyak-banyak berlatih untuk memasuki tahap romantis dan saling menyayangi.”
“Lagian kan, Randa selama ini kaku ya? Selain sama si dia itu ... tapi untung deh dia udah move on,” ujar Revan.
Putri melepas rangkulan tangan itu. “Apaan sih, datang-datang main nimpal aja lo. Lo gue tanya, kapan nikah?” tanya Putri.
Revan meringis. “Ya kalau ada calon lah, lagian gue juga belum siap.”
“Emang Randa nikah, harus siap-siap apa? Dia kan dij-“
“Gue duluan.” Randa berlalu begitu saja. Putri menghentakkan kakinya kesal, tak sengaja menginjak kaki Revan.
“Anjir, sakit woi! Lo kenapa deh?”
“Gara-gara lo nih, dia jadi pergi kan. Lo sih datang-datang ngeganggu,” kesal Putri.
“Malah gue yang disalahin, ya kemauan dia lah mau pergi apa enggak. Gada hak lo buat larang dia kan,” sarkas Revan lalu pergi.
Dia mundur kembali. “Jangan berharap lagi ya sayang,” bisik Revan lalu tertawa kecil.
Putri memutar bola matanya malas.
Revan berjalan dengan ala sok cool-nya, tak sangka setelah dia labrak kakaknya kemarin membuat Randa langsung tobat. Hebat bukan? Padahal Revan sebelum melakukan itu menyiapkan ancang-ancang untuk bergelut, jika tiba-tiba Randa main fisik.
“Harus akting nih.” Revan terus berkomat-kamit untuk menyiapkan dirinya, yang akan berdebat dengan kakaknya-Randa.
Membayangkannya kembali membuat Revan terkekeh geli. “Gue berani juga ya,” ujar Revan.
“Ya enggak apa-apa lah, penting Randa bisa membuka hatinya untuk Shena,” monolognya.
****
Rara yang sibuk bermain handphone, Caca yang sibuk dengan ocehannya, dan Shena yang sibuk termenung dengan sikap Randa yang tiba-tiba berubah. Awalnya, Revan hanya mengirimi dia pesan singkat saja yang bahkan Shena tak mengerti.
Sejak dirinya menjadi kakak ipar Revan, Revan sering membela dirinya, sering membantu dan ngechat dirinya tentang Randa.
“Woi!” Caca menyenggol lengan Shena.
“Ngapain lo senyam-senyum sendiri?” tanya Caca.
“Iya kenapa nih? Dari tadi mukanya ceria gitu. Enggak kek biasanya,” timpal Rara.
“Hm, enggak.”
“Eh btw tadi gue liat lo bareng sama Randa ya? Asik, pengantin baru nih.”
“Cenayang lo ya? Semuanya aja tau, udah kek Alfian tau enggak.”
“Eh ngomong-ngomong soal Alfian gue enggak pernah liat anak itu deh? Dia di mana ya?” tanya Shena.
“Oh iya, Alfian yang pernah ditaksir sama Rara ya?” tanya Caca menggoda.
“Apazih masa lalu juga.” Rara kembali fokus dengan handphonenya.
“Alfian, iya dia udah jarang muncul. Gue tanya-tanya teman kelasnya juga katanya seminggu ini enggak pernah kelihatan,” ujar Caca.
Rara menoleh, lalu mengernyit.
Caca tertawa. “Gue jadi ga yakin kalau si Rara beneran move on sama Alfian.”
Shena tersenyum kecil, mengingat di mana masa SMA nya dikelilingi oleh sahabat cewek dan cowok. Dan ternyata di antara kita, Rara diam-diam mencintai Alfian. Walau cintanya tidak terbalaskan, Rata tetap aja menaruh rasa.
Shena mencoba menelfon. Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif.
Shena langsung mematikan. “Hm, dia kayak ngilang gitu enggak sih?”
“Iya pas lo udah nikah, dia udah enggak kelihatan.”
“Kasian ya, Rara datang, Alfian pergi. Enggak jodoh,” ujar Caca.
“Emang, kalau udah jodoh mah dari dulu dia udah cinta sama gue,” ujar Rara.
“YA GAGAL MOVE ON!” heboh Caca.
Shena menyenggol tangan Caca mengisyaratkan agar menjaga omongannya. Hati cewek itu mudah sensitif, dan kalian tau kan? Kalau Rara itu cewek.
“Udahlah, lo mah semuanya aja diejekin. Nggak nyadar apa? Lo sering banget berharap sama Abangnya Rara. Lupa?” tanya Shena.
Caca yang tersenyum memudarkan senyuman, dan menangis dramatis. “Iya hiks, kasian banget gue sumpah. Lo enggak ada niatan buat bantuin gue apa, Ra?”
“Enggak mau gue punya kakak ipar kayak lo!”
Shena tertawa. “Makan tuh, makanya jangan ngejekin orang.”
“Ya kan kayak lo enggak tau gue aja. Tapi ya, hati gue kuat juga ya? Naksir kakak lo dari kelas 10 sampai sekarang? Bahkan kita LDR-an hati gue tetap buat abang lo.”
“Gue saranin jangan terlalu berharap, Ca. Sakit tau.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced Love
RomanceFOLLOW BEFORE READING Terpaksa dalam bentuk apa pun, yang namanya paksa, memaksa, terpaksa enggak ada berakhir baik jika kita benar-benar menjalaninya dengan ikhlas. Karena kata ikhlas sudah tentu tidak mengandung paksaan. Cuek di awal, risih di awa...