03

1.8K 140 6
                                    

“Karena cinta memang sering datang terlambat, karena semuanya didahulukan oleh sebuah perjuangan yang bahkan tak bisa orang lain lihat dan hargai."

“Pah, kenapa kita harus banget dijodohin?” tanya Randa sambil menatap lekat Endra.

“Hem, anak seperti kamu akan sulit mengerti apa yang Papa ucapkan,” ujar Rajendra lalu berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan Randa yang terdiam.

Randa mendengus kesal, apa salahnya dia bertanya seperti itu? Mungkin saja jika dia diberitahukan alasan kenapa dia sangat didesak untuk melakukan perjodohan ini mungkin perlahan dia akan mengerti dan berusaha mencoba dan menerima keadaan.

Drrtt .... ///

Telfon Randa berdering menampakkan nama orang yang sangat dia kenali. Rita, adalah ibu dari Putri, sahabat kecilnya. Randa mengeser tombol hijau dan mendekatkan telfonnya ke telinganya.

“Halo, Randa?”
“Iya, Tan. Kenapa?”
“Kamu bisa ke rumah? Putri sendirian.”

Randa melajukan motornya menuju rumah Putri. Randa sudah sering bermain ke sini, bahkan saat dia berusia 10 tahun, Putri menyambut kedatangan Randa dan mengajaknya masuk. “Eh-eh, tumben ke sini? Ngapain?” tanya Putri.

Randa nampak berpikir. “Hem, enggak. Cuman jalan-jalan aja,” ujarnya membuat Putri mengulas senyum di wajahnya. Setidaknya Randa datang bukan karena suruhan dari orang tuanya.

Putri mau Randa datang dengan tulus bukan karena kasihan atau bagaimana dengan keadaan Putri sekarang, mereka berdua menghabiskan waktu bersama menonton dan terakhir maskeran. Walau memang Randa menolaknya namun, Putri terus saja memaksanya.

“Ish, jangan gerak-gerak!” ujar Putri yang mengoles wajah Randa.

Randa hanya bisa terdiam, pasrah dengan keadaan. Bagaimana pun, orang tua Putri lah yang merawatnya dulu saat kedua orang tuanya pergi ke London bersama dengan Revan. “Yaudah, ini udah?” tanya Randa.

“Udah.” Putri mengambil handphonenya dan membuka kamera.

“Mau ngapain?” tanya Randa.

“Mau foto,” ujar Putri lalu memasang pose.

Randa memutar bola matanya malas. “Lo sendiri aja deh,” ujarnya.

“Ish, berdualah. Gue udah pasang masker di wajah loh tuh,” ujar Putri lalu menarik Randa mendekat padanya.

Ceklet!

Ceklet!

Ceklet!

“Udah cukup,” ujar Randa lalu berjalan menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya.

“Lah belum kering ceunah,” ujar Putri yang masih sibuk dengan foto yang tadi.

“Bodoamat. Mana paham gue sama beginian.” Randa mengusap wajahnya menggunakan handuk.

“Serah deh.” Putri memposting foto mereka berdua di Instagram miliknya.

Di sisi lain Shena yang berada di dalam kafe coffee sambil menatap layar laptopnya ditemani kopi cappucino. Sesekali dia melirik ke arah depan saat orang masuk dan berlalu lalang. Shena menghela napasnya dan menutup laptopnya. Orang yang dia tunggu belum datang juga.

Forced Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang