28

856 83 9
                                    

Bahagia itu pilihan.


Shena berhenti di sebuah taman kecil, gadis itu celingak-celinguk melihat seseorang yang sedang dia tunggu. “Udah lama ya?” Shena duduk di samping pria itu.

“Lumayan.”

“Gue mau ngomong, tapi lo harus percaya sama gue. Enggak ada penolakan janji?” Kelingking Shena berdiri, gadis itu tersenyum.

Lelaki di sampingnya itu terkekeh pelan. “Apa dulu? Gue engga bisa asal janji gitu, entar mengancam nyawa.”

“Bukan mengancam nyawa. Lebih tepatnya uji nyali kehidupan,” tutur Shena.

Pria yang dikenal dengan nama Billar itu mengernyit pelan, lalu menyatukan jari kelingkingnya. “Iya janji.”

Shena menghela napasnya pelan. “Leana dan Shena, lo ingat nama itu?”

Billar mengangguk pelan. “Ingat.”

“Dia sahabat kecil lo. Dia orang yang temenin lo main mobil-mobilan di tengah jalan, yang nemenin lo saat lo takut di rumah.”

“Dan lo harus percaya itu.”

“Leana suka sama lo.”

Billar terdiam. “Random banget sih, sahabat kecil? Gue bahkan nggak ingat siapa pun setelah koma.”

“Berarti lo harus percaya.”

“Lo mau bantu gue kali ini aja? Dua permintaan yang harus lo kabulin, setidaknya untuk membalas jasa gue ke elo waktu kecil.”

Shena memperbaiki posisinya. “Oke ini emang kek bodoh banget, apalagi lo yang sedang lupa ingatan. Gue cuman mau kasih lihat sesuatu, yang mungkin bisa lo ingat. Siapa yang ada di saat kedua orang tua lo sibuk dengan bisnisnya?”

Shena menunjuk sebuah foto, mereka berlima. “Ini gue, yang paling kecil. Dan ini Leana, yang paling kurus. Ini Rara, yang badannya kayak model, ini lo yang suka gigit jari, dan ini Rangga, orang yang paling ganteng di antara semuanya.”

“Ambil aja. Ini 4 sahabat yang selalu temenin lo di saat lo susah dan senang.”

Billar menatap Shena dengan tatapan yang sulit diartikan. “Kalau gue nggak percaya?”

“Lo harus percaya, karena itu janji lo tadi. Dan manusia itu dipegang pada janjinya, lelaki yang baik adalah lelaki yang tak mengingkari janjinya.”

“Permintaan gue, nikahin kakak gue.”

Billar terdiam.

“Gue boleh minta sesuatu dari lo? Satu aja sebelum gue meninggal?”

“Gue mau lo, jadi temen hidup gue sampai gue berada di titik yang benar-benar k.o,” ujar Leana.

“Dia sakit, dan lo tau itu. Itu adalah permintaan yang paling dia inginkan, gue bakal berjuang untuk nyatuhin kalian berdua.”

“Gue janji,” ujar Shena.

“Permintaan kedua, akan gue kasih jika lo bener-bener mau nikahin kakak gue. Ini bukan pernikahan kontrak, ini seumur hidup untuk kalian berdua. Makanya pikirin baik-baik, kalau lo bener-bener enggak bisa dan nggak mau. Itu keputusan lo, dan gue hargai. Gue tunggu.”

****

Pria dengan kisaran tinggi 1,8 meter itu berjalan masuk ke dalam ruang kerjanya. Lalu mengambil sebuah album, dan melihat foto yang sama persis dengan foto yang dia miliki. “Gue percaya.”

“Kamu darimana?” Suara berat itu membuat Billar menoleh.

“Keluar bentar.”

“Billar mau Papa jujur, karena satu-satunya orang yang Billar percaya adalah Papa.”

“Dan Billar benci sebuah kebohongan.”

Pria paruh baya itu duduk sambil menaikkan kedua alisnya lalu mengangguk.

“Kalian dulu bukan orang tua yang baik untuk, Billar.”

“Papa sudah bilang, kalau ada masa lalu yang perlu kamu ketahui di waktu yang tepat. Papa ada pencinta bisnis, Mama mu adalah seorang aktris papan atas,” ujar pria paruh baya dengan name tag Dimas.

“Kami satu hobi, dan satu hati. Bedanya, kita berbeda arah pandangan dan cara hidup. Dia ingin menjadikan kamu aktor dan Papa ingin menjadikan kamu pewaris dari perusahaan papa.”

“Oke, Billar paham sampai sini. Billar ingin menikah,” ujarnya.


****
Shena membawa keluarga kecilnya untuk makan bersama di sebuah warung dekat dengan pantai malam. Sangat indah, walau bukan kafe tapi setidaknya makanan di sini semuanya lezat.

Mereka duduk di sebuah meja bundar. Saling menatap dengan senyum yang tak luput dari wajah mereka. “Shena bawa ke sini karena Shena gajian, ya itung-itung biar ada kesan dikit,” ujar Shena.

Dahlia menatap sendu ke arah menantunya itu. “Kamu hebat, memilih bertahan sampai saat ini. Bahkan ada kemungkinan besar kamu bisa pergi bersama orang lain yang jauh lebih baik dibanding keluarga kami,” ujarnya begitu ironis. Bahkan Shena sampai dibuat kaget.

“Shena terlahir dari keluarga kaya, namun Shena tau yang namanya perjuangan untuk mendapatkan kekayaan itu. Dan Shena tak serendah itu untuk mencari orang baru hanya karena ada cobaan yang datang,” ujar Shena.

“Mama sampai salut sama keluarga kalian, ternyata alasan kenapa keluarga kalian seakur ini walau banyak masalah, ternyata kebersamaan,” ujar Dahlia.

“Ya begitulah Lia, jiwa kerja kerasnya juga nurun dari Papanya.”

Shena membawa kakaknya berjalan ke pantai, karena itu permintaan kakaknya. Shena pergi sebentar mengambil sebuah jaket tebal.

Kembalinya, kakinya melemas melihat kakaknya terjatuh di atas pasir dengan tubuh kejang. Beberapa orang menatap ke sana. “Ini bukan tontonan, bangsat!” umpat gadis.


Makan malam itu, menjadi gagal.
Itu bukan sebuah musibah, dan Shena tak mempermasalahkan hal itu. Jam menunjukkan pukul 11 malam.

Langkahnya bergerak laju menyusuri lorong koridor rumah sakit, dengan cekatan gadis itu terus memanggil dokter untuk menangani kakaknya.

“Denyut nadi melemah, pasien koma. Pasien harus segera dioperasi.”

“LAKUKAN APA SAJA DOK! ASAL KAKAK SAYA SELAMAT!” Napas Shena memburu.

Shena menarik kasar rambutnya, lalu menangis tanpa sebuah isakan. Menjatuhkan dirinya di lantai dengan koridor yang sangat sepi itu.

Penyesalan dirinya mengajak mereka keluar malam itu. Menjadi trauma dalam dirinya.

Shena benar-benar dalam keadaan terdesak, gadis itu langsung mengiyakan apa yang dikatakan oleh dokter untuk mengoperasi kakaknya.

Telfonnya berdering.

“Gue minta permintaan, bisa jauhin Rangga demi gue?”

“Persahabatan antara cewek dan cowok, tetap berlaku tentang perasaan.”

Shena mematikan ponselnya. Dia meremas tasnya, lalu menangis kejar. Gadis itu bangkit dari duduknya dan berlari keluar rumah sakit.

****
Seorang gadis sedang berjuang melawan penyakitnya, tubuhnya terus kejang hingga pada akhirnya napasnya terhenti, nadinya melemah. Dokter langsung mengambil alat pacu jantung.

Detak jantungnya tidak stabil, melemah, lalu hembusan napasnya seperti tercekat. “Lakukan sekarang dokter,” ujar suster.

“Keadaannya semakin melemah.”

Dokter menggunakan alat pacu jantung itu, untuk mengembalikan kestabilan jantung pasien.

Gadis itu koma. Dokter menghela napasnya pelan. Lalu keluar dari rumah sakit.

“Keadaannya melemah, bahaya untuk dirinya jika melakukan operasi,” tutur dokter.

Dara yang sedari tadi menangis, langsung memegang dadanya yang terasa sesak. Kemudian Dahlia membawanya duduk, dan tetap tenang.


***
Rara tak abis pikir dengan sikap Natasya. “Lo bilang lo udah mau move on, basi tau enggak.”

“Lo bahkan tega bilang gitu ke Shena, sahabat lo sendiri. Dia bahkan enggak ada hubungan sama abang gue, setan!” kesal Rara.

Caca mengusap air matanya.

“Lo nggak ada hak, buat larang orang deket dengan abang gue. Selagi dia bukan milik lo!” ujar Rara.

“Gimana lagi, Ra? Gue udah berusaha.”

Rara menggeleng.

“Malam ini niatnya mau ngajak dia ke sini, tau-taunya jadi ajang sebuah perdebatan konyol kayak gini. Ga abis pikir gue sama pola pikir lo, Shena mana mungkin suka sama Rangga bego! Dia udah punya suami.”

Caca terdiam. “Gue enggak bilang Shena suka sama Rangga, tapi gue cuman minta dia jauhin Rangga demi gue. Karena kakak lo itu, suka sama Shena!”




TBC!


Forced Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang