34

807 59 13
                                    


Shena terbangun dari tidurnya, sehari setelah pernikahan kakaknya itu. Leana dan Billar memilih untuk tinggal di rumah mereka sendiri, Shena menatap jam dinding lalu bersiap untuk mandi.

Gadis itu turun setelah selesai bersiap, dia menatap ke arah dapur. Di meja makan mereka sibuk berbincang bersama, baik antara Endra maupun Rama. Jika melihat saat-saat seperti ini, Shena merasa tak rela jika dirinya memutuskan untuk mengakhiri hubungannya bersama dengan Randa.

Namun bagaimana lagi?

Mulutnya seolah ingin sekali bilang, bahwa dia ingin menjauh dari Randa, bahkan dengan hubungan konyol yang dibuat-buat ini.

Namun, hati kecilnya melarang. Shena bingung dia menuju meja makan dan langsung menyantap makanan tanpa basa basi ke keluarganya.

Setelah sarapan gadis itu berdiri, menyalami semuanya. “Shena pergi, assalamualaikum.” Gadis itu pergi tanpa jawaban dari orang rumah.

Orang rumah hanya menatapnya bingung dan heran. Revan berdiri dan menyusul Shena, dia mengikuti gadis itu yang sedang mengendarai motor.

Entah, sejak sehari itu Shena tak banyak bicara dan lebih banyak melamun. Revan jadi khawatir, Revan menggeleng. Menepikan mobilnya melihat Shena berlari kecil ke belakang taman.

Revan mengikutinya. Melihat dari kejauhan, gadis itu duduk sambil menekuk lututnya.

Ting!

Naila: Nikmati hadiahnya.

Revan mengernyit, lalu menatap ke depan. Shena juga sedang menatapnya, Shena berdiri dan melangkah mendekati Revan.

“Kenapa?” tanya gadis itu yang tak mendapatkan respon dari Revan.

“Kenapa lo selalu ngawasin dan ngikutin gue?” tanya Shena.

Revan mengubah raut wajahnya. “Nggak papa.”

Revan duduk, Shena juga ikut duduk. “Papa gue tau segalanya,” ujar Shena.

“Tau hubungan Naila.”

Revan mengangguk. “Dia udah bilang ke gue kok.”

“Gue terserah aja lo mau gimana, nggak ada larangan atau bantahan dari gue. Selagi itu keputusan yang ada di dalam hati lo, gue selalu dukung,” ujar Revan.

“Kenapa? Bukannya yang harus lo dukung itu kakak lo ya?”

“Ini bukan sodara sedarah, tapi soal kesalahan dan juga kebenaran.”

Shena terdiam, lalu menghela napasnya pelan. “Gue bingung harus kayak gimana, antara harus benar-benar ngejauhin atau gue pertahanin,” ujar Shena.

“Hati kecil gue ngelarang apa yang ingin gue ucapkan.”

Revan hanya menyimak.

“Gue bimbang.”

“Gue jatuh cinta sama kakak lo.”

***

Revan mengusap wajahnya, lalu mengangkat telfon yang sedari tadi berdering itu.

“Sakit ya?”

“Gimana hadiahnya? Bagus enggak?”

Revan terdiam, dalam batin dia mengumpat kesal. Ada apa dengan gadis ini? Kenapa dia seperti tau banyak hal dalam kehidupannya.

“Kenapa lo?”

“Heh, harusnya gue yang nanya. Lo kenapa? Baik-baik aja tuh hati?”

“Gue enggak suka basa basi. Gue tutup.”

“Eh bentar-bentar. Gue masih mau ngomong, banyak hal lagi. Gue cuman mau bilang nih ya, jangan terlalu memikirkan perasaan orang lain. Sampai perasaan lo aja lo nggak ngerti sama sekali.”

“Gue miris sama lo.”

“Kasian banget.”

“Gagal move on sama mantan, sekaligus kakak ipar lo sendiri.”

“Kas—“

Revan mematikan handphonenya, lalu meremasnya pelan. Dia mencoba menenangkan pikirannya, lalu menghela napasnya pelan.

Ting!

Naila: ada tawaran nih, lo bisa kok dapetin Shena. Kalau lo bantu gue dapetin Randa.

Naila: em, kalau lo nggak mau liat aja deh ke depannya.

You: bct anjg. Beraninya ngancem, ga mempan ke gue.

You: lo bongkar pun gue nggak peduli.

****

Rara menatap dirinya di kaca, lalu beralih kepada Alfian yang sibuk dengan bukunya. Gadis itu mendengus pelan lalu menatap Shena yang sibuk dengan kacang goreng yang ia makan.

“Gue heran deh,” ujar Rara.

“Kenapa ya orang demen banget baca buku, padahal ada yang lebih menarik untuk dilihat, dipandang,” ujar Rara.

Shena tersedak, gadis itu tertawa. Alfian menatap Shena lalu beralih ke Rara.

“Kode Al, kalau punya pacar jangan dianggurin gitu napa. Lo baca buku hampir setiap jam,” ujar Shena.

“Bagus, daripada mainin cewek kan?” tanyanya. Rara merotasikan matanya, lalu mengangguk setuju.

Natasya mencabikkan bibirnya kesal. Rara menyenggol lengan gadis itu. “Jangan ganggu, Ra. Dia sibuk memikirkan kakak lo yang enggak peka,” ujar Shena.

“Bener-bener, abang gue itu abu-abu.”

Natasya berdecak kesal, bahkan dia didahului oleh sahabat-sahabatnya. Pertama, Shena, gadis itu pertama menikah di antara persahabatan mereka. Padahal waktu SMA, main tebak-tebakan Natasya yang akan menikah dahulu.

Kini ia kembali didahului oleh Rara, gadis itu berhasil memenangkan hati Alfian dengan menghalalkan segala cara. Tinggal dirinya yang sama sekali tak digubris oleh sang manusia yang sedang ia dekati saat ini.

“Jangan ngegalau doang, lo itu harus berjuang terus menerus,” ujar Rara.

“Percuma anjir, gue aja nggak digubris, bahkan dia ilfieel sama gue,” ujarnya.

Shena terdiam sesaat. “Kasih aja perhatian, tapi seolah-olah perhatian itu bukan dari lo.”

“Ah, cape.” Natasya mengusap wajahnya.

“Ah gimana? Coba deh kali-kali gue pake cara lo, kalau caranya Rara itu yang ada gue makin jauh sama abangnya. Emang dia ya, enggak mau punya ipar kayak gue,” keluhnya.

“Ya semacam lo kasih makanan, tapi diam-diam, dan jangan sampai dia tau kalau itu lo. Ya misterius aja, coba hal yang beda deh. Dia kan juga trauma sama masa lalu?”

“Biarin dia kepo sendiri, dan nyari tau siapa gadis yang sering perhatian sama dia. Dijamin deh ampuh,” ujar Shena.

“Kalau kali ini enggak ampuh, gue kasih saran ....”

“Lo harus benar-benar mundur dan lupain dia, sekuat tenaga. Jangan gamon, karena dunia bukan tentang cinta lo sama dia doang,” ujar Shena lagi.

****

Malam itu, di rumah hanya ada Dahlia, Dara dan dia. Rama, Endra dan juga Revan sibuk di kantor akhir-akhir ini, banyak perkembangan setelah semua yang dia lakukan. Selain dari investasi dan juga dana di perusahaan Hendra, mereka juga mencoba Investasi di tempat lain agar, jika salah satunya korban, maka mereka masih bisa memakai salah satunya.

Strategi awal, dengan perkembangan baru.

Kini Shena hanya menyibukkan dirinya dengan kuliah dan pelajarannya, sebentar lagi dia akan wisuda waktu yang dia tunggu-tunggu. Revan pun sama halnya, dia juga sebentar lagi akan wisuda. Jika ingin mengetahui umurnya, mereka itu satu angkatan.

Bedanya, Revan lahir bulan Juni dan Shena lahir bulan September.

Mereka hanya berbeda bulan, satu angkatan, satu line.

Shena duduk di sofa ruang tamu dengan laptop yang dia mainkan, menonton drama kesukaannya, sudah berapa bulan dia meratapi dirinya dengan usahanya?

Semuanya perlahan membaik, dan Shena sangat senang akan hal itu. Namun dirinya tak sampai sini saja, setelah dia wisuda Shena akan memulai pekerjaannya menjadi editor atau bahkan mendaftar sebagai guru di sekolah dasar, menengah pertama, ataupun menengah atas.

“Oh ya, Randa udah mau pulang loh.”

Shena menoleh melihat Dahlia dan Dara sibuk bercerita di sana. Shena terdiam, lalu tak fokus dengan drama yang dia tonton.

Ting!

Revan : Lo temuin gue di tempat biasa, yang terakhir di pantai itu. Gue mau ngomong sesuatu.


“Kenapa?” Shena berdiri di samping Revan, lelaki itu sibuk menutup matanya menikmati udara.

Mendengar suara Shena, dia membuka matanya. “Kenapa lo manggil ke sini, padahal bisa ngomong di rumah?” tanya Shena.

“Nama gue Revano Rajendra Bharti,” ujarnya.

“Panggil gue Vano.”

Shena menatap Revan. Lalu memukul lengan pria itu. “Lo ngaco ya?”

“Gue serius, sebelum lo denger dari orang lain. Gue kasih tau lo terlebih dahulu, gue enggak mau lo tau dari Naila, orang jahat itu.”

“Terserah lo percaya apa enggak. Gue Vano, orang yang sempat menjadi pacar lo, saat gue di London.”

Shena menggeleng. “Gue nggak percaya.”

“Terserah.”

Hening tercipta.

Shena tertawa. “Jadi, selama ini?” Shena menggeleng tak abis pikir.

“Lo tau kalau gue mantan lo?” tanya Shena.

Revan mengangguk.

“Kenapa lo mutusin gue?”

“Setelah gue tau, orang yang mau menikah dengan kakak gue ada Shena Calista Adriana,” ujarnya diakhiri kekehan.

“Lucu juga konsepnya, mantan gue nikah dengan sodara gue.”

Shena terdiam, lalu mengangguk.

“Kenapa enggak bilang dari awal?”

“Semuanya bakal hancur kalau gue bilang dari awal.”

“Sampai sini, gue lega ngomongnya. Tapi lo tenang aja, setelah dari ini hubungan itu akan hilang selama-lamanya.”

“Cukup jadi kenangan.”

Shena menatap Revan. “Gue harus jaga jarak sama lo?” tanya Shena

TBC.








































































Forced Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang