42

203 35 2
                                    

Randa mengumpulkan niatnya untuk mengajak Shena makan malam bersama, walau kesannya memang cupu tapi Randa memang tidak tau caranya romantis. Shena baru saja keluar dari kamar dengan pakaian kasual yang dia kenakan.

Disusul oleh Randa yang sama halnya, Shena menatap ke arah Randa lalu mengalihkan pandangannya. Melihat seluruh keluarga sedang asyik makan malam di meja makan.

“Gimana udah siap?” tanya Randa.

“Em, kenapa kita enggak gabung aja sama mereka? Jatuhnya enggak enak banget kalau kita pergi mereka enggak,” ujar Shena.

“Aku udah izin kok, jadi tenang aja.”

Randa menggiring Shena untuk keluar dari rumah. Shena menghirup udara malam, mungkin malam ini waktunya untuk mengatakan satu hal kepada Randa mengenai keputusan Rama tentang dirinya.

****
Shena mendudukkan tubuhnya di salah satu kafe dengan nuansa yang sangat indah, desainnya sangat cantik dan sangat segar dipandang apalagi malam hari. Hangat dan sangat romantis di ruang terbuka seperti ini. Shena tersenyum.

“Aku pesan dulu ya.”

Shena mengangguk pelan.

10 menit setelahnya, kini mereka duduk berhadapan menikmati makan malam ini dengan nikmat. Shena memegang kepalanya yang terasa sakit, suara ringisan kecil membuat Randa menoleh kaget.

“Kenapa? Sakit? Mau pulang?”

Shena mengangkat tangannya lalu menggeleng. “Engga perlu, cuman sakit biasa.”

Terjadi keheningan sesaat.

“Aku ingin ngomong sesuatu tentang Papa,” ujar Shena.

“Papa nyuruh aku tinggal bersama dengan mereka, sampai ingatanku kembali pulih,” ujar Shena.

Randa terdiam.

“Kalau kamu enggak ijinin aku nggak bakal pergi kok, tapi aku pasti kamu itu emang suami aku. Jadi, jangan pasang wajah keraguan yang buat aku jadi ragu.”

*****

“Ini pertama kalinya kita ngomong setelah lo keluar dari rumah sakit,” ujar Revan duduk di samping Shena.

Shena mengangguk.

“Sekarang langsung ke tujuan. Ini taman tempat pertama kalinya lo curhat ke gue tentang perjodohan yang lo alami dengan kakak gue,” ujar Revan.

Shena menoleh. “Perjodohan?”

Revan mengangguk santai, tubuhnya bersandar di tempat duduk taman.

“Kita emang pernah punya hubungan, cuman masa lalu. Dan mungkin ingatan lo cuman sampai sana doang,” ujar Revan.

“Lalu?”

“Kita udah putus.”

“Jadi?”

“Saat kita putus, lo nikah sama kakak gue. Awalnya emang cuman pertengkaran, tapi lama kelamaan lo jatuh cinta sama kakak gue.”

“Hah?” Shena tertawa. “Gue? Jatuh cinta sama kakak lo? Gue ngomong ke elo?”

Revan menoleh menaikkan sebelah alisnya. “Iya. Itu faktanya.”

“Gue bocor dulu,” ujar Shena tak abis pikir.

“Selanjutnya perusahaan kita itu bangkrut dan alhasil ... kita ke Jerman, ralat! Bukan kita tapi Randa, gue, papa dan papa lo.”

“Perlu lo tau di sini, kalau Naila, ipar lo sekarang. Adalah mantan kekasih dari kakak gue,” ujar Revan.
***

“Wait-wait.”

Forced Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang