06

1.7K 117 2
                                    

Randa menghapus beberapa foto dirinya dan orang yang sangat dia benci, ralat bukan benci melainkan ingin melupakan gadis itu secara perlahan? Yas. Dia mau memulai kehidupannya lagi, dengan orang yang tentunya akan menjadi masa depannya.

Revan datang dan duduk di samping Randa. “Lo tau enggak?”

“Apa?”

“Kok banyak yang ngira lo gue ya? Padahal wajah kita enggak mirip,” ujar Revan memijit kepalanya yang sakit karena sepulang dari kampus-Revan memang pindah haluan yang awalnya kuliah di London pindah ke sini. Dia sudah tak tahan hidup tanpa kedua orang tuanya.

“Ya kalau gue liat, gue lebih ganteng sih,” ujar Randa.

“Kepedean lo.” Revan melempar bajunya ke arah Randa. Lalu dia masuk ke dalam kamar mandi.

Randa yang sudah biasa mendapatkan perlakuan itu dari adiknya sendiri, dia memilih untuk tidak membalasnya. Selesai dengan urusan di benda pipih yang dia pegang, Randa menyandarkan tubuhnya di sofa kamar.

“Naila,” gumamnya.

“Lo harusnya enggak kembali ngabarin gue,” gumam Randa lagi.

Dia mengacak-acak rambutnya kesal, kenapa di saat dia mencoba memikirkan cara agar dia bisa menerima perjodohannya dengan Shena, masa lalunya kembali datang? Ralat bila Revan bilang Randa tak memiliki mantan kekasih. Bahkan Randa melepas Naila juga, karena Putri.

Randa mengambil jaketnya dan pergi meninggalkan rumah. Dia berniat ke rumah sakit untuk melihat keadaan Putri, sahabat kecilnya yang sampai sekarang dia belum bisa melepasnya. Sikapnya yang begitu kekanak-kanakan kadang membuat Randa jengah sendiri, namun Putri masih memiliki sisi yang baik.

Randa berjalan masuk, tubuhnya menabrak satu gadis dengan rambut sepanjang bahu. Manik mata mereka bertemu, seketika Randa terdiam kaget. “Nai?”

Naila mengalihkan pandangannya. “Sorry aku enggak sengaja tadi,” ujarnya lalu mengambil tasnya yang terjatuh.

Randa yang hendak pergi ditahan oleh Naila. “Randa, kamu masih ingat aku enggak?” tanyanya.

Randa melepas pegangan tangan Naila. “Gue enggak bakal pernah lupa sama orang yang gue perjuangin mati-matian,” ujar Randa lalu pergi.

Naila menghela napasnya pelan, sepertinya luka lama kembali lagi. Randa belum mau mendengarkan semua penjelasan Naila, Naila mengangguk pelan. “Maaf.” Gadis dengan rambut berwarna hitam itu berjalan keluar rumah sakit.

“Padahal aku baru aja ketemu sama Putri,” ujarnya lalu menaiki taksi. “Tau-taunya ketemu sama Randa,” lanjutnya lagi.

****

Di sisi lain, Randa yang diam duduk di samping Putri yang masih sadarkan diri namun dengan keadaan yang masih lemas. “Gue tau, lo kenapa,” ujar Putri menyadarkan Randa dari lamunannya.

“Udah lo istirahat aja, jangan mikirin gue.” Randa mengusap wajahnya.

“Lo ketemu sama Naila kan?” tanya Putri.

Randa terdiam. Dia sebenarnya sudah tak mau membahas gadis itu lagi, gadis yang pergi tanpa memberikan kabar sama sekali. Bahkan untuk sekadar memberikan kabar saja tidak. Gadis itu benar-benar hilang tanpa jejak dan inilah yang membuat Randa semakin kecewa.

Bahkan detik-detik dirinya sudah menyiapkan pertunangannya. “Maafin gue, Ran.” Putri berusaha mengubah posisinya menjadi duduk.

Randa membantunya. “Maaf kenapa?”

“Ini soal Naila.”

“Jangan bahas dia lagi, lo tau kan gue udah punya calon istri?” tanya Randa.

“Gue tau, banget. Tapi kali ini dengerin gue sebelum gue benar-benar enggak bisa ketemu lo lagi,” ujar Putri.

“Sstt, lo jangan ngomong gitu. Lo akan tetap sama gue, jadi sahabat sekaligus saudara gue.”

Putri memegang kedua tangan Randa. “Iya gue sadar kok, status kita enggak bakal pernah berubah. Hanya sebatas sahabat, dan karena status kita inilah yang buat gue jadi seorang yang jahat, Ran.”

“Gue adalah orang jahat di masa lalu lo dengan Naila. Naila adalah sahabat gue yang paling baik, yang paling ngertiin gue. Semenjak kalian berdua pacaran, sakit hati gue pendam sendiri.”

“Satu hal yang pasti. Naila pergi dan memberikan satu surat buat lo, dan dia titipin sama gue. Lo ingat waktu gue bilang? Dia pergi sama cowok lain? Itu semua enggak bener. Dia titip surat yang isinya, papanya kena bangkrut. Semua harta yang dia punya harus dia jual, termasuk handphone. Alasan kenapa dia enggak pernah ngabarin lo.”

“Maaf Ran, gue udah jadi orang yang jahat. Ngancurin hubungan lo sama Naila, surat itu udah gue buang. Maaf, dan gue sadar di sisa hidup gue ini baiknya gue lebih banyak lakuin hal positif. Datangnya Naila, lo harus tau semuanya, dan jangan lupa. Shena adalah masa depan lo,” jelas Putri.

Randa terdiam, dia tak bisa mengungkapkan kata-kata lagi. Semuanya sudah terjadi kan? Ingin rasanya dia membenci namun tak ada gunanya, Naila datang di saat tidak tepat. Walau cinta Randa masih untuk Naila namun Raganya harus dia tetapkan ke Shena, calon istrinya.

“Gue tau lo marah ya? Maaf gue cuman bisa minta maaf doang,” ujar Putri.

Randa mengusap wajahnya dan tersenyum. “Lo fokus sama kesembuhan lo ya? Lo janji bakal sembuh,” ujar Randa.

Putri terdiam, raut wajah Randa sudah menjadi jawaban kekhawatiran dari Putri. Ternyata tak hanya wanita yang bisa sekuat baja menutupi lukanya, lelaki pun. “Gue enggak bisa janji.”

“Lo harus janji.”

“Gu—”

“Enggak ada penolakan, Put. Selagi lo semangat buat hadapin penyakit lo, lo pasti bisa sembuh.” Randa mengusap kepala Putri dan meninggalkan ruang rawat.

Putri menghela napasnya dan menatap punggung Randa yang kian menjauh. “I’m so sorry, but I can’t promise.”

Randa berjalan menuju mobilnya, satu kata untuk hari ini kebenaran. Semua kebenaran terungkap sudah, Randa tak bisa mengalahkan Putri, dan tak bisa menyalahkan Naila. Keduanya tak salah, yang salah adalah Randa. “Cinta itu emang rumit,” ujarnya lalu menyalakan mesin mobilnya.

Membelah jalanan, dan fokus dengan setirannya. Apa yang akan dia lakukan selanjutnya? Apakah dia harus meminta maaf kepada Naila? Rasanya begitu cepat ya? Randa yang menjalin hubungan dengan Naila, dan Randa yang harus menikah dengan Shena. Ah, kalau begini dia harus membatalkan pernikahannya dahulu.

“Gue, gue enggak bisa nikah dalam pikiran kacau kayak gini. Mungkin jika orang lain tahu, mereka akan menyebutnya alay. Namun mereka tak akan merasakan apa yang gue rasain. Sakit,” ujarnya.

Di sisi lain, Shena yang kini sedang menunggu Randa datang lelaki itu tak muncul-muncul kian harapan yang dia bangun kembali pupus. Berharap kalau Randa benar-benar mau mencintainya, alasan kenapa Shena benar-benar tak mau menikah tanpa bekal.

Dia tak mau hubungannya putus di jalan, dia hanya ingin menikah cukup sekali. Bukan dua kali. “Kalau ada masalah sini cerita,” ujar Alfian lalu duduk di depan Shena.

Natasya menyodorkan minuman kepada Shena dan Alfian. “Iya, Shen. Jangan simpan sendiri, apa gunanya coba kita sebagai sahabat kalau lo kayak gini?” tanya Caca.


Forced Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang