30

976 76 3
                                    

Tetesan air mata, untuk dua rasa.

Karena keadaan Leana sangat lemah, terpaksa dia hanya diberi obat penghilang rasa sakit dan juga ketahanan tubuh. Shena menatap ke arah Billar lalu menatap kembali ruangan kakaknya. “Gue udah setuju dengan permintaan pertama lo.”

“Gue ini dokter spesialis yang akan menjadi suami sekaligus dokter yang akan menjaga kakak lo.”

“Cuman gue harap, kalian bisa terima resiko dengan keluarga gue yang berantakan kayak gini,” ujar Billar sukses membuat Shena mendongak.

“Keluarga lo enggak berantakan, jangan pernah ngomong kayak gitu. Perpecahan memang sering terjadi, tapi jangan buat itu jadi alasan untuk menjadi orang lemah,” ujar Selfi.

“Makasih karena udah mau lakuin permintaan pertama gue, sekaligus permintaan kakak gue,” ujar Selfi.

“Gue enggak harus jadi lo untuk bisa memahami keadaan lo yang sekarang, mempunyai ibu seorang aktris, Papa pengusaha kaya, dan anaknya yang sukses dalam bidang kedokteran. Sangat sempurna, jika kalian menyempurnakan itu. Gue akan selalu bantu lo, ini janji gue.”

Shena sempat terkejut, karena Billar mendatangi dirinya dan bilang kalau dia menerima untuk menjadi suami dari kakaknya, kejutan ini cukup membuat Shena bahagia. Tak lebih dari itu, Billar memang memasuki bidang kedokteran, sukses menjadi dokter dia sempat berhenti.

Karena paksaan papanya untuk agar dirinya melanjutkan perusahaan Papanya.

Tapi saat ini, pria itu kembali menjadi dokter hanya untuk menyelamatkan nyawa calon istrinya.

Shena bahagia atas keberuntungan kakaknya.
****

Malam itu Shena memberitahu kabar baik itu kepada Kakaknya. Raut wajah bahagianya itu tak bisa terbendung malam itu, tangis bahagianya pecah.

Dara juga terkejut dengan kehadiran Billar yang tiba-tiba datang dan meminta restu menikahi anaknya.

“Kakak mau resepsi kapan?” tanya Shena dengan genggaman tangan yang tak lepas sedari tadi.

Leana menatap ibunya lalu kembali menatap adiknya. “Kapan aja, asal jangan pas kakak udah sak-“

“Ssst! Jangan ngomong aneh-aneh deh,” ujar Shena tertawa.

“Oh ini alasan dede Leana mau nikah sama babang Billar karena mau dijagain sama dokter ganteng itu ya?” tanya Dara lalu memeluk anaknya.

***
“Permintaan kedua gue sulit,” ujar Selfi.

“Bilang aja. Semampunya gue bakal lakuin itu.”

“Cintai kakak gue, jangan nikah karena kasian dengan penyakit yang dia derita. Gue akan menjadi orang pertama yang benci sama lo, kalau lo ngelakuin itu sama dia.” Shena menunjuk Billar dengan penuh keyakinan.

“Gue akan berusaha, karena ada yang gue benci dari Leana.”

Shena menatap Billar. “Penyakitnya,” jawabnya pelan.

“Kakak lo itu, sempurna. Punya bakat, hanya saja bakat itu tertutupi dengan sakit yang dia derita. Bukan main-main, tapi gue salut dia tetap mempertahankan butiknya walau keadaannya seperti ini,” ujar Billar.

“Gue benci sama penyakitnya, penyakit yang buat orang yang gue sayang tersiksa.”

Shena terdiam sesaat, lalu tersenyum.

“Lo udah cinta ya sama kakak gue?”

“Jauh, Sel. Jauh sebelum dia nyatain cintanya ke gue.”

“Terus kenapa lo ....” Shena menggeleng tak percaya, di dunia ini banyak sekali kesalahan yang orang lakukan dan berakhir buruk dan baik. Semuanya punya sisinya masing-masing.

Dan Shena bingung.

“Ya siapa sih, mau nerima gue? Keluarga gue berantakan, Mama papa gue cerai. Mama gue punya suami lagi, Papa gue punya penyakit jantung. Papa gue sering main tangan, ah berantakan.”

“Dan gilanya maksa anaknya buat jadi apa yang mereka mau. Gue anaknya keras, tetap jadi apa yang gue mau, dokter.”

Shena tersenyum. “Gue bangga, tapi gue nggak suka sama pemikiran lo itu. Orang yang cinta tulus sama lo, enggak bakal mandang dari sisi mana pun, dia bakal nerima semuanya.”

***
Hari ini sangat melelahkan, Shena menenggelamkan kepalanya di bantal. Dirinya bisa memberikan motivasi dan juga nasehat kepada orang-orang di sekitarnya, namun dia bodoh untuk mengatakan bahwa dirinya juga butuh itu.

Dia capek.
Sama semuanya.
Namun dia bahagia.
Karena separuh dari impiannya tercapai.

Shena mencoba membangun kembali kehidupannya, dia menyalakan handphonenya yang dia matikan sejak 2 hari terakhir ini, banyak sekali chat dan telfon dari Rara, Natasya, Revan dan juga Rangga. Shena mengecek nomor Rangga, dan memblok nomor itu, dan menghapusnya.

“Rangga. Hm, nggak deket sih tapi lo tetap sahabat kecil yang nggak gue anggap, gue anggap juga karena Rara. Pertemanan kita juga cuman setahun, setelah itu tak ada lagi,” gumam Selfi.


Dara mengabari semuanya, bahwa Leana akan segera menikah namun boro-boro mendapatkan jawaban, semua handphone orang di Jerman itu pada mati. Shena menatap ibunya lalu tersenyum.

“Udahlah, Ma. Ngapain sih? Jangan cemberut gitu dong, mau ada acara baik di rumah,” ujar Selfi.

***
Malam ini Revan benar-benar pulang ke Indonesia, mendesak keputusan sang ayah. Setelah keputusannya benar-benar disetujui, Revan memutuskan untuk pulang.

Lamanya perjalanan, dia nikmati.
Dia lelah jika harus melihat kakaknya sendiri berkhianat, biarkan saja semuanya berjalan sesuai rencana yang di atas. Revan sebenarnya tak ada hak dalam mengikutsertakan dirinya dalam sebuah urusan rumah tangga itu.

Fokus dengan apa yang menjadi tujuannya saat ini, yaitu membangun sebuah kesenangan di Indonesia bersama dengan Dahlia, ibunya.

“Lagian, Randa itu bukan anak-anak ya?” tanyanya pada dirinya sendiri.

Dia keluar dari pesawat dan menarik napasnya dalam-dalam, dan membuangnya. “Gue kembali, Indonesia, Jakarta.” Revan menyeret kopernya.

30 menit untuk memesan taksi, dan membawa barang-barangnya naik ke dalam mobil. Kini dirinya sampai di sebuah rumah yang sudah hampir 5 bulan ini dia tinggalkan.

Dia melirik jam tangannya sudah jam 1 malam, di sini. Dia mengetuk pintu, namun tak ada sahutan, dia mencobanya kembali hingga pintu itu terbuka sempurna.

“Revan?!” Dahlia langsung memeluk putra keduanya itu dan menggiringnya masuk ke dalam rumah.

Shena yang kebetulan tidak tidur, dan sibuk dengan naskah yang dia harus selesaikan menoleh. Tangannya berhenti mengetik saat melihat siapa yang datang, matanya mencari orang lain setelahnya namun tak ada.

Percuma, dia memang senang berada di sana.

“Selamat datang kembali, Revan.”

“Udah lima bulan di sana, betah enggak?” tanya Shena lalu diakhiri dengan senyum.

Revan tersenyum sekilas lalu menggeleng, dia mendudukkan bokongnya. Dahlia sudah pergi ke dapur menyiapkan teh hangat.

“Kenapa?” Shena kembali fokus dengan kerjaannya.

“Lebih nyaman di rumah ini daripada di sana. Semuanya terbatas, karena bukan milik kita,” ujarnya.

Shena terdiam.

“Di sini baik-baik aja?”

“Gue enggak mau bohong sama lo, di sini buruk.” Gadis itu menutup laptopnya.

“Buruk karena kalian benar-benar berasa enggak peduli sama kita di sini, beruntung deh lo pulang. Setidaknya ada yang bantu gue di sini, meringankan sedikit beban.”

Setelah berbincang agak lama, Shena memutuskan untuk tidur. Dia menatap kakaknya yang sedang tertidur pulas, lalu mengecup pelan pipinya lalu tersenyum. “Good night calon pengantin,” gumam Selfi.

Shena menatap langit-langit kamarnya, rasanya dia kayak orang bego selama ini. Dia berusaha untuk tegar namun, dia seperti orang plin plan. Larinya berganti.

Seminggu tidak masuk kampus.
Seminggu tidak masuk kerja.

Sayangnya Shena tetap mengerjakan semua tugas yang sebelumnya dia ambil dari Rangga. Setidaknya untuk uang yang dia kasih waktu itu, selebihnya dia tak ingin lagi kerja di sana.

Jika berakhir menyakiti hati sahabatnya sendiri.

Ngomong-ngomong soal sahabatnya, Shenatak pernah merespon chat mereka. Bahkan untuk seminggu ini. Namun, dia pasti dan berharap segera agar masalah ini bisa hilang dari kehidupannya.








Tbc

Forced Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang