Shena baru saja pulang dari kampusnya, hari ini dia berniat untuk berbicara langsung dengan keluarganya soal perjodohan yang mereka rencanakan kepada Shena. Sepertinya jika Shena langsung membuka suaranya jauh lebih baik? Daripada dia harus pasrah dengan keadaan yang sekarang.
Kini dia berada di depan kedua orang tuanya. Shena mengaduk-aduk makanan di depannya lalu menghela napasnya pelan. “Ma, Pa. Aku boleh nanya sesuatu?” tanya Shena.
“Kenapa sayang?” tanya Rina-Arina Sabrina, adalah ibu dari Shena dan juga Lesti.
“Kak Leanamana?” tanyanya membuat Rina menatap ke arah suaminya, Rama.
“Dia, dia lagi pergi palingan. Tadi katanya mau ke butik,” ujar Rina.
“Ma, Pa? Aku boleh minta sesuatu enggak?” tanya Shena.
“Makan dulu.”
Shena yang mendengar jawaban itu langsung menghela napasnya dan melanjutkan aksi makanannya. Dalam hatinya dia terus saja menggerutu dan berharap kalau permintaannya kali ini dituruti oleh ayah dan ibunya tanpa syarat dan juga penolakan. Shena juga sudah capek dengan semuanya dia seperti selalu saja dikendalikan oleh orang tuanya.
Setelah selesai makan, Shena berjalan menuju ruang tamu dan membuka laptopnya. Arina datang dan duduk di samping Shena. “Besok keluarga Randa bakal datang,” ujarnya.
Shena menoleh. “Buat apa?”
“Pernikahan kalian dipercepat.”
“Hah? Kenapa?”
“Bagus dong. Lagian kamu udah mau semester 3 bukan?”
Shena mengangguk.
****
Sore hari yang cukup menyenangkan untuk berjalan-jalan, gadis dengan rambut yang dibiarkan tergerai berwarna hitam pekat, dengan kaki jenjang berjalan di ujung pantai dengan memakai kacamata, dan kaki tanpa alas.
“Sel, lo kenapa sih ajak gue sini?” tanya Caca—Anatasya Adelia adalah sahabat dari Shena, dia kerap dipanggil Caca.
“Ya gue boring di rumah, dan kalau gue ke sini sendiri kan kesannya kurang bagus.” Shena memainkan air dengan kakinya.
“Sel, sampai kapan sih lo mau kayak gini? Apa susahnya nerima semuanya? Selagi Randa bukan orang jahat, kenapa lo enggak mau nerima?” tanya Caca.
“Nikah enggak segampang itu, Ca. Kalau lo berada di posisi gue juga lo bakal mikir lo masih mudah, belum waktunya nikah,” ujar Shena.
Caca memutar bola matanya malas. “Gue saranin, mending jarak antara kalian berdua itu dikikis. Randa itukan cowok famous di kampus,” ujar Caca.
“Gue heran deh, lo sering puji dia. Jangan-jangan lo yang naksir sama dia?” tanya Shena.
“Emang. Gue pernah suka sama dia pandangan pertama, pas dia jemput lo.”
“Lo masih suka?”
Caca tertawa. “Tenang aja, Shen. Gue enggak kayak orang-orang di luaran sana. Semenjak gue tau kalau Randa dijodohin sama lo, gue hanya sebatas kagum sama Randa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced Love
RomanceFOLLOW BEFORE READING Terpaksa dalam bentuk apa pun, yang namanya paksa, memaksa, terpaksa enggak ada berakhir baik jika kita benar-benar menjalaninya dengan ikhlas. Karena kata ikhlas sudah tentu tidak mengandung paksaan. Cuek di awal, risih di awa...