Doa untuk yang jauh di sana.
Randa baru saja terbangun dari tidurnya, dia melirik jam sudah memasuki subuh, dia sempat mengingat saat kemarin malam dia ditelpon oleh Shena. Apakah dia sedikit kasar dengan mengucapkan kata-kata itu?
Jauh dari ibu dan istri juga memang tidak enak, apalagi pernikahan yang masih terbilang sangat mudah untuk Shena dan Randa. Revan juga terbangun dari tidurnya, baru seminggu di sini tidur mereka tidak ada yang nyenyak kecuali kedua bapak di kasur sebrang sana.
“Ngapain lo bangun?” tanya Randa.
“Enggak bisa tidur nyenyak suka mimpi ketemu sama kunti, terus nikah.”
“Kode dari Allah, nyuruh lo nikah cepet.”
“Ye nikah bukan perkara mudah kit—”
“Bacot.” Randa melempari Revan dengan bantal, pria itu masuk ke dalam kamar mandi dan langsung mengambil air wudhu. Revan menatap kakaknya dari keluar kamar mandi, hingga mengambil sajadah, dan memakai sarung.
“Lo mau liat gue doang apa ikut sholat?” tanya Randa heran. Revan hanya terkekeh lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah melaksanakan kewajiban mereka, keduanya terdiam beberapa saat di sofa sambil menikmati pikiran masing-masing. Menunggu Endra dan juga Rama selesai sholat.
Dua jam setelah rutinitas pagi itu ....
Randa menatap ke depan layar proyektor yang tersedia di ruangan sana. Pikirannya terus berjalan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh orang di depan sana. Di sini, Randa dan lainnya harus bisa memakai bahasa Inggris untuk menyesuaikan percakapan mereka, kecuali jika hanya mereka berempat.
Randa biasa sesekali mengecek handphonenya, biasa banyak chat dari Shena untuknya namun untuk hari ini tidak ada satupun. Mungkin karena Shena marah, Randa terlalu lama merespon.
Padahal ini bukan murni kesalahan dia, hanya waktu saja yang sulit dibagi.
****
Shena menyiapkan banyak kue untuk menyambut kedatangan mereka. “Mama udah yang istirahat aja, aku aja yang siapin semuanya,” ujar Shena.
Dahlia hanya menatap Shena dengan tatapan senang sekaligus sedih dan berharap kalau benar-benar hari ini semua keluarganya yang di Jerman pulang ke Indonesia. Dahlia melirik jam sudah malam, pukul 8 malam.
“Sel, udah ya? Nanti besok aja dilanjutnya.”
“Bukannya mereka pulang ya hari ini? Kalau mereka pulang malam kan wajar Ma, naik pesawat.” Shena tersenyum.
“Tapi ....”
“Udah kalau Mama capek ya istirahat aja, nanti Shena aja yang nunggu mereka pulang oke?” tanya Shena.
Dahlia hanya mengangguk. “Tapi kalau kamu capek istirahat, jangan dipaksa. Kamu kan juga harus kuliah besok.”
“Bisa bolos sehari kok,” jawabnya enteng.
“Heh enggak boleh, pesan Papa Endra jangan pernah biarin kamu bolos kuliah. Yang rajin kuliahnya biar—“
“Biar bisa sukses.” Shena melanjutkan kalimat yang sering Dahlia ucapkan, membuat keduanya tertawa.
Dahlia memilih masuk ke kamar karena kepalanya terasa berat. Sedangkan Shena memasukkan semua kuenya ke dalam toples dan meletakkannya di ruang tamu, dia duduk di sana sambil menonton televisi sesekali mengecek handphonenya.
Tapi ... tidak ada notifikasi sama sekali.
Shena sudah menyelesaikan 3 episode drama Korea dengan durasi masing-masing satu jam, berarti sekarang Shena sudah menunggu 3 jam. Tapi mereka sama sekali tidak mengabari Shena keberadaannya.
Shena melanjutkan acara nontonnya, hingga 5 episode berlalu. Shena berbaring di sofa, sambil menonton drama di Viu yang tersambung di televisinya. Shena menguap beberapa kali dan melihat ke jam hampir ke 30 kali.
Shena tertidur.
****
Matanya sayup-sayup terbuka, dengan badan yang suntuk karena tidur di sofa dia langsung membuka matanya mengingat semalaman dia menonton drama, dan televisi ternyata sudah mati. Mungkin Dahlia yang mematikannya.
Shena melirik jam, dan mengedarkan pandangannya. “Mereka belum pulang ya ....”
“Ah kesel rasanya, ngabisin waktu buat masak kue. Nungguin selama 6 jam, ketiduran di sofa, enggak ada kabar, gue kayak orang gila yang terobsesi menunggu keluarganya pulang dari Jerman,” ujar Shena frustasi sendiri.
“Shena ....” Dahlia membawa segelas susu dan air hangat, dia duduk di samping Shena dan mengusap kepala menantunya itu.
“Mereka enggak ada kabar ya? Shena sabar ya, Shena baik banget sampai rela-rela nungguin mereka selama ini,” ujar Dahlia menatap haru Shena.
Shena malah menarik napas panjang dan membuangnya. “Iya, Ma. Mereka nggak ada kabar.”
“Shena capek nih, Ma. Mau tidur ya? Enggak apa-apa kan kalau Shena bolong sehari kuliahnya? Mau tidur,” ujarnya.
Dahlia mengangguk. “Tapi minum dulu susunya.”
Shena langsung meneguk susu itu habis dan masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya. Dia membuang tubuhnya ke kasur king yang sangat empuk itu, sambil terus membayangkan dirinya yang bodoh menunggu selama itu.
Shena kembali tidur.
****
“Kalian kapan pulangnya? Kenapa handphonenya susah dihubungin? Sekalinya on, paling cuman 15 menit aja. Ada masalah di sana?” tanya Dahlia melalui telfon pribadi miliknya.
“Maaf, Ma. Cuman di sini memang susah untuk berkomunikasi, kami di sini kerja bulan liburan. Dan untuk pulang, kami belum pasti akan pulang kapan,” ujar Endra dari seberang sana.
Dahlia menghela napasnya. “Kamu tau Mas? Kalau Shena nyiapin banyak sekali makanan untuk menyambut kedatangan kalian, katanya cuman seminggu? Dia sampai enggak tidur semaleman buat nunggu kalian.”
Hening beberapa saat.
“Maafin kami semua ya, kami juga engga tau kalau pulangnya dicancel kayak gini. Kami juga mau pulang, cuman belum bisa karena ternyata ada masa kontrak kerja di sana sebelum pulang ke Indonesia.”
“Kontrak apa, Mas? Kenapa susah banget gitu, kalau kayak gitu kenapa enggak pulang aja? Dan batalin kontraknya.”
“Enggak bisa, Lia. Dana sudah tersalurkan di perusahaan kita dan perusahaan Rama Aldebaran. Tidak bisa memutuskan kontrak begitu saja.”
“Jadi, pertanyaan aku kalian pulang kapan?”
“Tahun depan ....”
“Hah? Astagfirullah.” Dahlia memegang dadanya yang sangat sesak.
“Gimana ngomongnya ya ....”
****
Natasya mencoba mendiall nomor Shena namun tidak diangkat, Rara mencoba chat namun tidak dibalas. Kepanikan merajalela mereka karena Shena tidak datang ke kampus dan tidak mengabari mereka.
Rara mencoba menanyakan kepada beberapa orang yang dekat dengan Shena, dan dosen sekalipun mereka tanyakan. Pasalnya, mereka belum pernah pergi ke rumah baru Shena. Dan beginilah.
“Mana anak itu emang lagi badmood mulu ditinggal ama suami,” ujar Natasya.
“Iya sih, dia jadi emosional banget. Kasian juga kalau Shena beneran udah cinta sama Randa dan LDR gitu, untung udah nikah kalau enggak ....”
“Waduh pacaran aja bisa selingkuh, kalau ada hubungan suami-istri apakah Randa enggak bakal selingkuh?” tanya Natasya.
“Jangan ngadi-ngadi ya, Randa dan Revan ke sana juga buat perusahaan mereka, buat kerja. Bukan nyari cewek, cewek mah banyak. Di Indonesia juga banyak,” ujar Rara.
“Cuman produk luar negeri jauh lebih cantik.”
“Banyak yang cantik tapi enggak berkualitas, produk lokal jauh lebih bagus.”
“Yayaya terserah deh. Gue ngalah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced Love
RomanceFOLLOW BEFORE READING Terpaksa dalam bentuk apa pun, yang namanya paksa, memaksa, terpaksa enggak ada berakhir baik jika kita benar-benar menjalaninya dengan ikhlas. Karena kata ikhlas sudah tentu tidak mengandung paksaan. Cuek di awal, risih di awa...