Kini, Mawar tengah duduk di samping Fano yang menatapnya gemas. Pemuda itu mencubit pipi tembem sang bocah. Membuat sang empunya meringis kesal."Kalian kenal nih bocah?"
Si kembar menatap Afgan yang baru saja bertanya. "Ngga juga sih, tapi nih bocah kayak nggak asing wajahnya buat kita. Ya 'kan fin?"
Fino mengangguk. "Pernah liat, waktu di kantor papi."
"Nah iya! Kalo nggak salah ini anaknya temen papi gue deh, si Dede Mawar. Bocah yang nggak bisa diem. Sampe mau mecahin globe mini di meja papi gue," celetuk Fano, menatap bocah yang sibuk membuka bungkus snack.
Afgan mengangguk paham, sepertinya ia harus mencari tahu sosok orangtua kandung Mawar dari si kembar.
Melihat si kecil yang kesusahan membuka bungkusnya, Fino berinisiatif mengambil bungkus kacang itu dan membukanya.
Mawar tersenyum manis menatap Fino. "Makasih om ipin!"
Cowok pinter itu melotot. "Gue Fino, bukan Ipin!"
Si cantik Mawar tersenyum. "Kalian kan kembal, kayak Upin Ipin. Lucu tau, di panggilnya kayak gitu."
Fano yang gemas, kembali mencubit pipi bocah itu. "Nggak! Nggak lucu! Panggil gue, Fano. Dan dia, Fino!"
"Nggak pa-pa kali bro, kalian tinggal panggil nih bocah kak rose aja!" celetuk Afgan, sambil tertawa.
Sedangkan si kecil Mawar, menatap pemuda itu dengan senyum lebarnya.
Sebelum akhirnya, mengacungkan kedua jempol pada Afgan. "Nah, iya blo! Kalian panggil Dede, kak lose!" Pekiknya, dengan cadel.
"Pffttt, kak LOSE!"
•••
Berhubung hari sudah sore, si kembar pun pamit pulang. Setelah kedua temannya hilang dari pandangan, barulah Afgan mulai membersihkan sampah yang berserakan di terasnya.
Netra pemuda itu menatap si cantik yang masih asik dengan cemilan di depannya. Terlihat, remahan snack mengelilingi bocah itu.
"De, udah sore. Karpetnya mau gue lipet, awas dulu!" titah Afgan.
Bocah itu menatapnya. "Papa om mau apa?"
Afgan berdecak. "Mau beresin ini, mau bantuin nggak?"
Bocah itu berdiri seraya memeluk sisa snacksnya. "Dede nggak bisa, Dede mau bantu liatin aja boleh?"
Afgan berdecak. "Boleh, boleh. Tapi awas dulu, jangan berdiri di karpetnya. Mau gue bersihin. Awas, awas!"
Si kecil berdecak, dan mulai pindah tempat. Ia menatap Afgan yang mulai membersihkan karpet, juga melipatnya. Pemuda itu terlihat sangat cekatan perihal beres-beres rumah.
Saat Afgan menyapu lantai, Lastri keluar rumah. Wanita itu memakai jilbab instan serta daster panjang, tak lupa dompet kecil terlihat di pegangnya.
"Mi, mau kemana?"
Lastri yang tengah ngaca pada jendela rumahnya, membenarkan jilbab. Wanita itu melirik sang putra.
"Mau beli telor sama gula putih, udah pada habis. Mami ke warung depan dulu ya!"
Afgan mengangguk, pemuda itu menatap si kecil yang duduk di teras yang sudah ia bersihkan.
"De, mau ikut nggak?" Panggil Afgan, dari pada bocah itu diam saja di sini 'kan? Mending ikut sang mami saja ke warung.
"Kemana papa om?"
"Mau ke warung depan, ayo! Mau ikut nggak? Sama Tante mami." Lastri mengusap rambut panjang bocah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]
Teen Fiction"Papa, Dede lapel." Mata Afgan membola! Heh, apa tadi? Papa? "Heh bocah! Gue bukan bapak lu!" ••• "Afgan janji, akan mencari pahlawan pengganti untuk jagain Mami." ••• Ini tentang Afg...