"Karena kisah kita berbeda."
__Afgan___
"SAH!"
Suara riuh tepuk tangan serta ucapan hamdalah dari para tamu undangan, terdengar memenuhi ruang tamu di rumah Afgan. Ruangan ini di hias begitu sederhana.
Pernikahan yang hanya di hadiri oleh tetangga serta keluarga Belvadita. Jangan bertanya kenapa tidak melangsungkan acara yang begitu megah, hal ini di karenakan keinginan Lastri yang hanya sederhana. Terlebih, ia dan Sam sama-sama pernah menikah. Jadi, ia rasa tidak perlu menikah dengan acara yang begitu megah. Cukup sah di mata hukum dan agama, itu sudah cukup baginya.
Dan ya, Sam juga tidak keberatan. Ia mengerti suasana hati Lastri.
Lastri mencium punggung tangan Sam, air matanya menetes haru. Ia tidak menyangka, kembali merasakan pernikahan setelah empat tahun menjanda. Ia rasa, ini terlalu cepat.
Sam tersenyum tipis, ia memegang ubun-ubun Lastri dan membacakan doa. Setelah itu, ia mencium kening wanita yang beberapa detik lalu sudah menjadi istrinya.
"Jangan nangis, nanti putramu menjewer saya."
"Tanda tangan dulu itu surat nikahnya om, jangan main bisik-bisik aja!" celetuk Afgan, membuat yang lain terkekeh.
Sam berdecak, ia dan Lastri–maksudnya, ia dan sang istri mentandatangani surat.
Setelah itu, Afgan mendekati keduanya. Ia mencium punggung tangan sang ibu, tak lupa mengecup keningnya.
"Bahagia bersama om Sam ya, mi."
Lastri hanya tersenyum. Ia rasanya masih kelu untuk mengeluarkan suara.
Afgan juga mencium punggung tangan ayah barunya itu. "Selamat ya om," ucapnya, "jangan lupa, sahamnya di tunggu."
Sam melepas pecinya, ia gunakan untuk memukul pundak Afgan. "Bocah semprul!"
Mereka yang melihatnya terkekeh, sekaligus juga terharu. Melihat bagaimana perjuangan Afgan, untuk bisa mendapat pendamping hidup untuk sang ibu.
Tera dan Tari yang menjadi bagian panitia makanan, mengerahkan para tamu ke halaman belakang untuk mencicipi hidangan yang sudah di sediakan.
Satu persatu dari mereka, meninggalkan ruang tamu yang di jadikan tempat akad. Sebelum itu, mereka mengucapkan selamat kepada pengantin.
Sam merangkul pemuda yang saat ini menggunakan kemeja biru, yang di lapisi jaket berwarna cream.
Pakaian Afgan malah terlihat seperti remaja mau nongkrong.
Sam berkata, "jangan memanggil saya dengan om, lagi, Gan."
"Iya, papa."
Sam menatapnya sinis. "Saya nggak mau di panggil, papa."
"Iya Dady."
"Ganti, nama saya Sam, bukan Dady."
Afgan berdecak, belum satu jam kok ia sudah kesal begini dengan ayah barunya.
"Ya udah, saya panggil, bapak Airlangga aja. Gimana?"
"Saya bukan nama fotocopy di depan sekolahan kamu itu ya, Gan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]
Ficção Adolescente"Papa, Dede lapel." Mata Afgan membola! Heh, apa tadi? Papa? "Heh bocah! Gue bukan bapak lu!" ••• "Afgan janji, akan mencari pahlawan pengganti untuk jagain Mami." ••• Ini tentang Afg...