[18] pertemuan

9.2K 1.7K 97
                                    

"Sedih itu wajar. Tapi, kita juga harus inget setiap orang ada massanya."

___A f g a n___

Setelah pulang sekolah, Afgan menjalankan motornya ke arah warung sang ibu. Tadi saat di telepon, ternyata ibunya masih berada di warung.

Sampai di tempat yang di tuju, Afgan mencari Lastri ke arah ruangan sang ibu. Saat melewati dapur, ia melihat Mawar yang tengah menganggu Tari yang mencuci piring kotor. Sedangkan bocah itu, memainkan busa di tangannya dengan sesekali mencolek pipi Tari. Menyebabkan wanita itu kesal, sedangkan sang empunya yang membuatnya kesal malah tertawa bahagia.

Netra hitam jernih itu menatapnya, Afgan melemparkan senyum.

"Yeayy! Papa om udah pulang!" seru bocah itu.

"Lanjutin aja mainnya, gue ada perlu dulu ke mami!"

Bocah itu mengangguk, mengerti.

Afgan berjalan, pemuda itu mengetuk pintu ruangan sang mami. Setelah mendengar suara sang mami di dalam sana, Afgan masuk.

Lastri tengah bersantai di sofa.

Afgan mengucap salam dan mencium punggung tangan sang ibu, di sertai mencium keningnya.

"Makan dulu sana," titah Lastri.

Afgan tak menjawab, ia menyimpan tasnya di sofa, ia merebahkan kepalanya di pangkuan sang ibu.

Lastri mengusap kepala sang putra. "Kenapa?" tanyanya.

"Mami inget nggak, waktu ke acara ulangtahun temen Afgan?"

Lastri mengangguk. "Inget, kan baru beberapa hari yang lalu. Masa mami lupa. Mami nggak se-tua itu ya!" kesalnya.

Afgan terkekeh, iya juga. "Nah, dua hari kemudian ada murid baru, dia cewek."

Lastri mendengarkan, tetap mengelus rambut sang putra.

"Tadi pagi, Afgan baru tau ... kalo dia itu kakaknya si Dede."

Lastri menegakkan tubuhnya. "Serius kamu?"

Afgan memeluk perut ibunya. "Afgan baru ingat, waktu kita pertama kali kesini. Si Dede ngomong nama keluarganya, nama ibunya Luna, nama papanya Bram dan dia punya satu kakak, namanya Kiara."

"Terus, kamu tau darimana kalo dia kakaknya si Dede?"

"Kata si kembar," jawab Afgan. "Nanti sore, Afgan udah nyuruh dia ke taman raya. Kita harus mempertemukan mereka."

Lastri mengangguk. "Ya udah, nanti mami ikut ya?"

"Nggak usah ijin! Emang seharusnya mami ikut!"

•••

Pulang dari warung, Afgan memberitahu Mawar bahwa nanti sore mereka akan pergi.


"Papa om, jalan-jalannya masih lama ya?"

Afgan yang tengah mengepel, menghela napas berat. Netrannya menatap si bocil yang tengah duduk di sofa seraya menonton televisi.

Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang