"Kunci rumah, satuin sama kunci motor aja. Biar nggak lupa."
"Udah kok mi," jawab Afgan, sambil menerima helm milik Lastri. Mereka baru saja tiba di rumah makan miliknya.
Lastri membenarkan kerudungnya yang sedikit acak-acakan. "Terus pulang sekolah, jangan keluyuran, langsung pulang ke rumah. Mandi, terus makan."
"Iya Mi," jawab Afgan, sambil mencium punggung tangan sang ibu.
"Heh! Pinter!" Panggil Afgan, pada Mawar yang masih belum turun juga dari motornya.
"Iya papa om?" Bocah itu menyembulkan kepalanya, untuk dapat melihat Afgan. Karena ia, duduk di jok belakang.
"Turun, gue mau sekolah!"
"Dede ikut, boleh?"
"Nggak! Buruan turun, kesiangan nih gue." Kesal Afgan.
Bocah itu berdecak, "iya, iya, nih! Dede tulun! Bantuin dong, kaki Dede ngga nyampe buat nginjek tanahnya!"
Afgan mendengkus. "Udah mah minta tolong, nyolot lagi ngomongnya! Hih!"
Lastri hanya menggelengkan kepala melihat interaksi mereka. Meski terlihat kesal, sang putra tetap membantu Mawar turun dari motornya.
"Ya udah, Afgan berangkat ya mi, Takutnya kesiangan."
Lastri mengangguk. "Iya, makasih udah anterin Mami. Belajar yang bener!"
Afgan mengangguk, pemuda berseragam putih abu itu mulai kembali menstater motornya.
"Iya Mi, assalamualaikum!"
"DADAH PAPA OM! BELAJAL YANG BENEL YA!"
Lastri mengusap rambut mawar, wanita itu melihat sang putra yang sudah menjalankan motornya.
"Buset, cempreng amat tuh suara. De, de."
•••
Afgan menjalankan motornya dengan santai, pemuda itu sesekali tersenyum menyapa orang-orang yang tengah menunggu angkutan umum, ataupun tersenyum ke pengendara lainnya.
Semilir angin sepoi-sepoi, membuat beberapa daun berjatuhan mengenai jalan. Matahari mulai memberikan kehangatan, dan senyum pemuda itu masih saja di pancarkan.
Afgan mengernyitkan dahinya saat terlihat salah satu mobil tengah menepi, pemuda itu melambatkan laju motornya untuk berhenti membantu seorang supir yang nampak tengah kebingungan.
"Assalamualaikum pak! Punteun, ganggu. Ini mobilnya mogok ya pak?" Afgan mematikan motornya.
Pria yang tengah mengecek mesin mobil, menutup kap mobil dan menengok ke arah pemuda yang tengah menatapnya.
"Waalaikumsalam Jang, iya nih, dari kemarin mobilnya mogok mulu. Kalo kemarin, bannya bocor. Sekarang mah, saya nggak tau apa masalahnya. Kayaknya mah, masalah dari mesinnya." Supir itu nampak kebingungan saat menjelaskan.
Afgan mengangguk, kemudian menggaruk tengkuknya. "Aduh, maaf ya Pak? Saya mau bantu, tapi takutnya salah. Saya juga nggak ngerti kalo masalah mesin kayak gini," ucapnya tak enak.
Pria itu mengangguk. "Iya Jang, nggak pa-pa. Anak majikan saya juga katanya mau nelpon montir."
Afgan tersenyum ramah. "Syukur atuh Pak, kalo kayak gitu mah. Lain kali kalo mau berangkat, mesin sama yang lainnya di cek dulu ya pak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]
Teen Fiction"Papa, Dede lapel." Mata Afgan membola! Heh, apa tadi? Papa? "Heh bocah! Gue bukan bapak lu!" ••• "Afgan janji, akan mencari pahlawan pengganti untuk jagain Mami." ••• Ini tentang Afg...