[16] Hadiah kecil

9.6K 1.6K 77
                                    

Lastri yang tengah menonton televisi, tersentak saat tangan mungil memeluk tubuhnya. Wanita itu tersenyum, seraya mengusap kepala sang empu yang telah mengejutkannya.

Mawar, bocah itu tersenyum ketika mendapat perlakuan khusus dari Afgan atau Lastri. Mereka yang selalu mengusap kepalanya, membuat bocah itu nyaman.

"Harum banget rambutnya, tadi keramas ya?"

Bocah itu mengangguk, masih memeluk tubuh Lastri.

"Tante mami, kuningnya udah agak ilang waktu Dede mandi tadi. Nih liat."

Lastri menatap kedua tangan bocah itu. Memang benar, warnanya sudah sedikit pudar.

"Bagus dong, berarti harus kena sabun yang banyak biar gampang ilang."

Mawar tersenyum, netra hitam jernih itu melirik pintu kamar Afgan yang masih tertutup.

"Papa om kok belum kelual ya?"

"Kayaknya siap-siap buat sholat ke masjid, coba aja ketuk pintunya."

Mawar berjalan ke arah kamar pemuda itu, dan mengikuti perintah Lastri, untuk mengetuk pintu kamar Afgan.

"Heloow, ada olang?" Bocah itu menempelkan telinganya di pintu.

"Apa de?" sahut Afgan dari dalam.

"Papa om, Dede boleh masuk nggak?"

"Boleh, buka aja. Pintunya nggak gue kunci."

Pintu di buka, bocah itu tersenyum saat melihat Afgan tengah merapikan sarung yang ia pakai.

"Papa om mau ke masjid?"

Afgan mengambil peci, dan melirik bocah itu sekilas. Sampai akhirnya ia bercermin.

"Iya, kenapa?"

"Dede mau nunjukin tangan Dede, walnanya udah luntul loh papa om!" seru sang bocah dengan semangat.

Afgan menatap bocah itu. "Ouh ya? Mana, coba gue liat tangannya."

Mawar menunjukkan kedua tangannya.

"Iya nih udah mulai luntur, pake apa tadi?"

"Waktu mandi, Dede gosok-gosok tangannya pake sabun yang banyak. Jadi gini deh!"

Afgan mengangguk paham. "Bagus dong. Jadi, nggak perlu nanya Mbah google."

"Keluar yuk!" Afgan, menggandeng tangan mungil itu keluar kamar.

Lastri yang tengah bersantai di ruang tamu, menatap keduanya dengan berbinar. Seandainya sang putra memiliki adik, mungkin itu bisa membuatnya bahagia.

Afgan duduk di samping sang ibu. Pemuda itu mencium kening maminya dengan sayang.

"Kirain Afgan, tadi mami mau pulang jam lima-an." Pemuda itu membuka percakapan.

"Iya, niatnya emang gitu. Cuman kata Tari sama Tera, pelanggan nggak begitu banyak. Jadi, mami bisa pulang cepet."

Afgan mengusap kepala Mawar, bocah itu fokus menonton kartun si kembar botak.

Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang