[10] Satu hari, terlewati.

13.3K 2.1K 124
                                    

"Angin di bulan Juni, berhasil membuat seseorang mengenang masa yang sudah terlewati."

___Afgan____

Seperti ucapan Lastri semalam, hari ini ia dan sang putra akan pergi ke peristirahatan terakhir sang suami.
Wanita itu tengah membereskan peralatan di dapur rumah makannya, meninggalkan si cantik Mawar yang berada di belakang rumah makan,  katanya bocah itu sudah tidak sabar ingin melihat wajah papanya papa om.

Sedangkan Afgan sendiri, pemuda itu katanya masih ada jadwal kelas di sekolahnya. Saat ini, Lastri hanya tinggal menunggu putranya pulang dari sekolah dan di lanjut pergi ke pemakaman.

"Tante mami, masih lama nggak?"

Lastri yang tengah mencuci piring, menatap si cantik Mawar yang entah sudah beberapa kali menanyakan hal yang sama.

"Sebentar dek, tunggu dulu papa om pulang ya?"

"Kok papa om lama pulangnya?" Bocah itu terlihat kesal.

Sedangkan Lastri hanya tersenyum. "Maklum dek, biasanya 'kan papa om pulang jam dua atau lebih. Sabar ya? Tunggu sebentar lagi."

Bocah itu mengangguk lesu. "Ya udah deh, Dede main lagi ke belakang ya Tante mami!"

"Iya sayang! Jangan main di Deket jalan raya ya, hati-hati!"

"Oke, siap laksanakan!" kekeh sang bocah, berjalan dengan riang arah belakang rumah makan.

•••

Saat jam pelajaran berakhir dan bel pulang sekolah berbunyi, pemuda yang sudah siap di parkiran dan akan menjalankan motornya itu terhenti karena mendengar panggilan dari arah belakang.

"Eh, Cil. Kenapa?"

Cicil, gadis berkacamata dengan rambut di kepang dua itu menghela napas berat. Ia lelah karena berlarian dari kelas menuju parkiran hanya untuk menemui Afgan.

"Maaf sebelumnya, Gan. Gue ganggu jalan lo." Afgan mengangguk, dengan ramah ia tersenyum.

"Nggak pa-pa, santai aja. Ngomong-ngomong kenapa? Butuh bantuan?"

Nah, ini nih yang bikin teman perempuannya baper. Kata mereka, Afgan terlalu baik dan sopan. Nilai plusnya lagi, pemuda itu sangat menghormati orang yang lebih tua. Karena jarang, di jaman sekarang pemuda se-sopan Afgan. Mungkin masih banyak lagi, tapi di lingkungan mereka hanya beberapa orang yang seperti Afgan.

"Ini ada kartu undangan ulangtahunnya si Fara, maaf ya gue kelupaan tadi di kelas ngasihnya. Si Fara nitip ini, soalnya hari ini dia lagi ijin." Cicil menyodorkan sebuah kartu undangan.

Afgan melihatnya. "Oh, yang ke tujuh belas tahun ya?"

Cicil mengangguk. "Oke, gue usahain Dateng ya! Makasih cicil!"

"Sama-sama," jawab cicil. "Eh iya Gan, di surat undangan itu katanya boleh bawa temen. Ya kalo nggak ada, nggak pa-pa juga sih."

Afgan tersenyum. Ia tau, apa yang di maksud teman oleh taman sekelasnya ini.

"Oke, gue usahain bawa temen." Setelah itu, Afgan memasukan surat undangan tersebut ke dalam tasnya.

Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang