"Belasan tahun bukan hal mudah untuk saya bisa melupakan mu. Maaf."
__Sam__
Dua hari berada di rumah sakit, tentu saja membuat ia merindukan suasana rumahnya. Kemarin, orangtua si bocil sempat menjenguk Afgan setelah pulang dari Bali dan membawakan berbagai macam oleh-oleh untuknya serta sang mami.
Dan hari ini, om Sam datang untuk menjemputnya pulang. Ngomong-ngomong, selama libur sekolah si bocil cantik–Mawar, selalu berada di samping om Sam nya.
Lastri menggandeng tangan mungil si cantik, ia mengikuti langkah Afgan dan Sam yang berjalan di depannya.
Wanita itu, menatap punggung Sam yang saat ini tengah merangkul sang putra.
"Kalian itu sama, sama-sama memiliki ketakutan. Bedanya, putramu takut jika ia meninggal dan meninggalkan mu seorang diri. Sedangkan kamu takut, karena tidak siap dengan kehilangan yang kesekian kali. Lastri, ucapan Afgan benar. Dia sempat meminta saya untuk menikah denganmu, dan maaf ... saya menolaknya untuk sekarang."
Ucapan Sam terngiang saat mereka tengah menunggu Afgan di periksa di ruangan.
"Kenapa om nggak bilang ke mami saya, kalo om sempat mencintainya?!"
Lastri menatap punggung kedua orang berbeda generasi itu, benarkah pria yang tengah merangkul sang putra sempat mencintai dirinya?
"Mami harus ingat! Nggak selamanya Afgan bakal terus berada di samping mami."
Lastri bimbang. Ucapan demi ucapan sang putra terngiang di kepalanya. Selama di rumah sakit, Sam selalu menyempatkan diri untuk menjenguk Afgan.
Pria itu berperan selayaknya seorang ayah. Afgan juga terlihat nyaman bersamanya, sekalipun mereka sering terlibat adu mulut.
Jadi, ia harus bagaimana? Mengikuti kemauan sang putra, atau tetap bertahan dengan kesendiriannya selama ini?
"Tante mami, ayo masuk. Kenapa bengong?"
Terlalu banyak melamun, membuatnya tidak sadar bahwa mereka telah sampai di depan mobil.
Lastri tersenyum, wanita itu hanya menggeleng seraya masuk ke dalam mobil.
Afgan duduk di samping Sam yang tengah menyetir. Saat melihat keduanya, Lastri kembali di buat bimbang.
Harus 'kah?
•••
Sejak ia sampai ke rumah, bahkan saat Sam dan si bocil cantik pulang. Afgan melihat ibunya yang tak banyak bicara, wanita itu hanya bicara seperlunya. Selebihnya, ia pergi ke teras belakang untuk melamun.
Pemuda itu menghela napas, ia mengambil gitar di dalam kamar dan menyusul sang ibu, untuk di duduk di sampingnya.
Lastri melirik Afgan yang duduk di sampingnya, wanita itu kembali menatap langit siang yang terlihat cerah.
Afgan memetik senar gitarnya, intro lagu yang paling Lastri sukai, mengingatkan kenangan ia dengan almarhum sang suami.
Surat cinta untuk starla. Lagu yang selalu ia dengar ketika sang suami bermain gitar, kini lagu itu menjadi favoritnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]
Fiksi Remaja"Papa, Dede lapel." Mata Afgan membola! Heh, apa tadi? Papa? "Heh bocah! Gue bukan bapak lu!" ••• "Afgan janji, akan mencari pahlawan pengganti untuk jagain Mami." ••• Ini tentang Afg...