[9] Untuk seminggu ke depan.

13.8K 2.3K 105
                                    

Setelah menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit, akhirnya Afgan sampai di rumah.

Pemuda itu memarkirkan motor, dan melepaskan helm. Dari luar, rumahnya terlihat sunyi. Kemana si bocil ngeselin itu, pikirnya.

Saat membuka pintu, ia tersentak saat sang bocah tiba-tiba memeluk tubuhnya.

"Papa om! Dede udah kangen tau, lama banget sekolahnya!" Mawar mencebikkan bibirnya.

Afgan tersenyum. Ia masih mengingat perkataan orangtua bocah itu, dan saat ini ia tidak mood untuk memanjakan sang bocah.

Afgan mengusap kepala sang bocah. "Nanti lagi ya mainnya, gue cape."

Mawar terlihat kecewa, ia pun melepaskan pelukannya dan mundur perlahan. "Ouh, papa om cape ya? Ya udah, nggak pa-pa! Dede main sendili aja dulu, Dede ke kamal dulu ya papa om! Dadahh!"

Afgan membalasnya dengan senyuman, saat sang bocah mulai menutup pintu kamar. Barulah, netrannya menjelajah ruangan ini.

Melihat siluet orang yang tengah di carinya, ia berjalan ke arah sang empunya siluet. Sebelum mendekatinya, Afgan menyimpan dulu tasnya di sofa.

Afgan memeluk tubuh sang mami yang membelakanginya, membuat Lastri tersentak sebelum akhirnya memutar tubuh.

"Kok baru pulang?" Lastri melepaskan pelukan sang putra, ia mengusap rambut putranya dengan sayang.

"Mau peluk dulu, Mi." Afgan tak menjawab, ia malah kembali memeluk tubuh sang mami.

Karena saat ini, yang ia butuhkan adalah pelukan Lastri—sang mami.

Lastri pun membiarkan, ia mengusap punggung sang putra. "Udah sholat ashar?"

Afgan mengangguk. "Tadi pas pulang, mampir dulu ke masjid."

Masih memeluk sang putra. Lastri kembali bertanya, "kamu kenapa? Dadanya sesak lagi?"

Afgan menggeleng.

"Terus kenapa? Jangan bikin bingung mami lah, Gan."

Pemuda itu melepaskan pelukannya. Ia menatap sang ibu, sebelum akhirnya mencium kening wanita itu.

"Makasih udah jadi ibu terbaik buat Afgan. Afgan janji, akan selalu jagain mami."

Lastri terkekeh, ia terharu dengan ucapan sang putra. Meski begitu, ia bingung. Karena biasanya, Afgan akan berbicara seperti itu saat dirinya tengah lelah ataupun banyak pikiran.

Lastri menangkup wajah Afgan, dan mencium kening sang putra. "Kamu mandi dulu, abis itu nanti cerita ke mami ya?"

Pemuda itu mengangguk, ia berjalan dengan lesu ke arah kamarnya. Sedangkan Lastri, masih bertanya-tanya ; ada apa dengan sang putra?

Saat akan membuka pintu kamar, suara cempreng milik si cantik Mawar dari dalam kamar sang mami terdengar.

"Ici, Dede salah apa ya sama papa om? Kok papa om kayak malah sama Dede? Padahal biasanya kalo papa om pulang sekolah, suka langsung ajak Dede main meski seling jahil."

"Ici, Dede takut. Kalo papa om malah, nanti Dede pulang ke siapa?"

Mendengar ucapan terakhir dengan nada sedih itu, membuat Afgan tak tega. Seharusnya, ia bisa mengandalkan rasa kesalnya.

Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang