[28] Alasan pendiam

7.1K 1.5K 269
                                    

Eh, mau tau dong.

Yang baca cerita ini, masih sekolah apa udah lulus?

Mending daring apa offline?

•••

"Papa om."

"Hmm."

"Dede boleh nggak nginep di lumah papa om aja?"

Afgan yang tengah mencabut rumput liar, menatap bocil di sampingnya. "Kenapa? Lo 'kan udah pulang ke rumah lo."

Bocil itu menunduk sedih, ia ikut membantu papa om-nya mencabut rerumputan di belakang warung makan Lastri.

"Dede mau nginep aja di lumah papa om, boleh nggak?" Pintanya terdengar sedih.

Afgan menatapnya heran. "Nggak boleh, besok lo sekolah. Tadi kata om Sam, lo udah nggak sekolah lama banget."

Bocah itu mencebikkan bibirnya. Ia menatap rerumputan dengan pandangan kosong.

"Dede nggak suka di lumah. Dede mau di lumah papa om aja. Di lumah papa om, lambut Dede suka di kepang sama Tante mami. Papa om sama Tante mami juga nggak pelnah malah ke Dede kalo Dede banyak nanya." Bocah itu menampilkan wajah memelasnya pada Afgan, "boleh ya, Dede nginep lagi di lumahnya papa om?"

Afgan menatap netra cantik itu, netra cantik yang menatapnya penuh permohonan.

Dia terluka di istana megahnya, Gan.

Afgan menghela napas berat. "De, dengerin gue. Tapi bentar, gue cuci tagan dulu."

Afgan berjalan ke arah keran yang tak jauh dari sana untuk mencuci tangannya yang kotor.

Pemuda itu berjalan ke arah si bocil yang setia menunduk, di tempatnya.

"De," panggil Afgan.

"Iya papa om?"

Tangan Afgan mengelus rambut panjang si bocil dengan lembut. "Coba liat gue," ia menarik wajah itu untuk bisa menatap dirinya.

"Kasih gue tiga alasan kenapa lo nggak suka di rumah?" tanya Afgan, "masih kecil, masa mikirnya udah mau kabur-kaburan." Ia mengacak rambut Mawar.

Bocah itu memainkan bajunya. "Dede nggak suka belangkat sekolah, kalena nggak pelnah di antelin momsna sama papa. Dede nggak suka waktu Dede celita, momsna sama papa nggak dengelin Dede. Dede nggak suka, kalo Dede ajak momsna atau papa main ke taman meleka bilangnya lagi sibuk!"

Netra hitam jernihnya menatap Afgan berkaca-kaca. "Kata temen Dede, momsna sama papa nggak sayang Dede. Soalnya, meleka cuman bisa ngasih Dede mainan tapi nggak pelnah ajakin Dede jalan-jalan."

Afgan tersentak. Pemuda itu mengusap lembut kepala si bocil.

Ia jadi bingung, bagaimana harus berbicara dengan bahasa yang di pahami anak kecil.

Setelah beberapa saat, Afgan menemukan bahasa yang mungkin bisa di mengerti anak ini, semoga saja.

"De, mereka biasanya cuek kayak gitu tuh biar nanti di masa tua, mereka bisa menghabiskan waktu yang banyak buat lo. Biar mereka bisa main sepuasnya sama lo. Nah, sekarang lo harus sabar nunggu hari itu tiba. Bisa?" Afgan bertanya.

Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang