[29] problem si kembar

6.6K 1.4K 150
                                    

"Banyak hal yang tidak di ketahui. Hidup emang penuh misteri. Kalo ikan bentuknya mini, namanya teri."

___Afgan____

Upacara pagi ini telah selesai di laksanakan, sebelum masuk ke kelas masing-masing, guru-guru akan mengumumkan juara lomba yang telah di laksanakan Minggu lalu.

Para murid bertepuk tangan saat satu persatu juara lomba di sebutkan per-kelasnya.

Kelas Afgan menjadi juara ke-dua dalam pertandingan lomba basket, juara ke-tiga dalam puisi terakhir juara pertama dalam lomba nyanyi.

Setiap perwakilan kelas yang mengikuti lomba, si suruh maju ke depan untuk serah terima piala serta sertifikat.

"Selamat Afgan."

Afgan bersalaman dengan pak Teguh, setelah mengucapkan terima kasih.

Mereka di foto sebentar sebagai dokumentasi.

Setelah selesai pengumuman, para siswa di bubarkan untuk memulai jam pelajaran.

"Keren! Kelas kita dapet tiga piala sekaligus!" Fano merangkul pundak kembarannya dan Afgan.

Mereka melangkah masuk ke kelas dengan senyum lebarnya, merasa bangga dengan prestasi yang mereka raih saat ini.

"Jangan lupa, nanti malam kita party di rumah kita. Kuy Gan!" ajak Fano, begitu semangat.

Afgan hanya mengangguk, meng-iya-kan.

•••

Orang bilang, jangan tertawa berlebihan. Siapa tau setelah pulang ke rumah, yang di dapat hanyalah tangis penuh kekecewaan.

Tapi, yang menimpa si kembar kok beda? Mereka yang tertawa bahagia tadi pagi, kini menampilkan wajah murung bahkan sampai terlihat tak berekspresi sama sekali.

Saat waktu istirahat tiba, Afgan mendekati keduanya.

Tumben, biasanya si Fano selalu heboh saat jam istirahat. Pagi tadi saat menerima piala, keduanya juga nampak antusias. Lalu, sekarang kenapa?

"Woy, kenapa?" Afgan bertanya, ia melirik sekeliling kelas.

Beruntung hanya ada mereka bertiga, dan si gadis pendiam yang tak lain dan tak bukan adalah Kiara.

Fano menyerahkan ponselnya pada Afgan, pemuda itu menatap pesan dari orang tua si kembar tak percaya.

M-maksudnya, ini apa?

Bunda
Maaf Fan, bunda udah nggak bisa mempertahankan hubungan keluarga kita.

Bunda
Bunda dan ayah mutusin untuk berpisah.

Afgan menatap Fano yang sudah menelungkupkan wajahnya di antara lipatan tangan. Ia terkejut membaca pesan bunda temannya ini.

"I-ini seriusan?"

Fano tak menjawab, pemuda yang biasanya aktif itu, kini asik memejamkan mata.

Afgan melirik Fino, sedari tadi wajahnya tak berekspresi. "Fin? Orangtua k-kalian?"

Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang