[3] Dede Mawal si anak sultan

18.2K 2.8K 226
                                    

Pagi hari di rumah Afgan. Ketiga orang itu tengah sarapan, beralaskan tikar. Tidak ada meja makan di rumah ini. Dapur dan ruang tamu jaraknya memang dekat, hanya terhalang satu buah lemari berisikan beberapa penghargaan milik Afgan. Sedangkan jarak toilet tepat di samping dapur, paling ujung.

Rumah Afgan memang tidak besar, tapi terlihat nyaman. Rumah ini hanya satu tingkat, terdapat tiga kamar. Kamar orangtuanya, kamar Afgan dan kamar tamu. Tapi karena jarang ada tamu, jadilah kamar satu itu di jadikan tempat penyimpanan Poto atau beberapa barang berharga peninggalan almarhum ayahnya. Meski ada tamu sekalipun, mereka jarang menginap.

Lastri membawa piring kotor untuk ia cuci di toilet, sedangkan Afgan membersihkan sisa sarapan untuk ia tutup. Mawar menatap lekat Lastri yang tengah berjongkok, terlihat wanita itu tengah mencuci piring lalu menyiapkan sebuah ember berisikan air bersih dan membersihkan satu persatu piring itu ke dalam ember tersebut.

"Papa, kok nenek nyuci pilingnya jongkok gitu? Kasian tau," ucap Mawar, menatap Lastri dengan sendu.

Afgan menatap anak itu dengan aneh. "Kalo sambil nge-dance yang ada nggak bakal selesai tuh nyuci piring"

Gadis kecil itu nampak berpikir, menyimpan telunjuk di bawah dagu dengan mata menatap atap rumah. "Kalo di lumah Dede, nyucinya di wastapel. Nyucinya beldili, telus juga kalo makan suka di meja makan. Bukan duduk lesehan kayak tadi."

Afgan mendelik. "Kita beda kasta nak. Dede makan di meja, sedangkan gue makan di kursi. Inget De, makan di meja itu nggak sopan."

Mawar melototkan matanya, Papanya ini salah mengartikan maksud ucapannya. "Ih bukan gitu Papa, papa ganteng-ganteng bloon ih."

Afgan melotot. "Heh! Itu ucapan bloon siapa yang ngajarin?"

Mawar menatap sang Papa. "Nenek. Kemalin soalnya Dede dengel kalian ngomong, telus kata nenek gini. Kamu tuh Gan, ganteng-ganteng tapi bloon. Gitu," jelasnya seraya menirukan gaya Lastri.

"Mami," geram Afgan, "haissh, anak sultan otaknya udah tercemar aja." Ia mengusap kepala sang bocah, seolah menghilangkan ucapan kotor yang di dengarnya.

Lastri terkekeh. Wanita itu mengelus rambut panjang Mawar. "Wahh, cucu Mami pinter banget. Tapi lain kali jangan nguping ya? Itu nggak sopan," tuturnya dengan lembut.

Afgan tersenyum tipis melihat keduanya. Mawar mengangguk paham. "Belalti ngomong kalo papa itu ganteng tapi bloon nggak pa-pa?"

Senyum Afgan luntur, ia menatap gemas anak cantik di depannya ini. Lihatlah sang Mami yang malah menjawab pertanyaan Mawar dengan kekehan. Menyebalkan.

•••

Sebelum berangkat sekolah, Afgan mengusap motornya sedikit supaya tidak kotor-kotor amat.

Mawar yang tengah menonton televisi, mengikuti pemuda itu di belakangnya. Raut wajah anak itu menampilkan penuh tanya, bahkan ia sedikit berjinjit ingin melihat apa isi ember yang Afgan bawa.

"Papa mau apa, Pa?" tanya Mawar saat sudah di luar rumah.

Afgan yang tengah memeras lap untuk membersihkan motor, menatap si kecil dengan jengah.

"Bawa lap, sama air. Artinya mau apa De?" Pemuda itu malah melontarkan pertanyaan.

Mawar menyimpan jari telunjuk di bawah dagu, tengah berpikir. "Mandi?!"

Allahuakbar! Sabar Afgan.

"Kok mandi sih De," ucapnya gemas.

"Soalnya kalo Dede lagi demam, mandinya di ganti jadi badannya doang yang di lap. Papa lagi mandiin motolnya 'kan? Motolnya lagi demam ya pa?"

Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang