Adaptasi #24

477 98 43
                                    

Anak laki-laki itu tahu apa yang akan dia dapatkan dengan membawa pulang sebuah piala yang ia raih sebagai juara ke dua dalam olimpiade matematika itu. Bukan sebuah pelukan atau bahkan kecupan, ibunya justru terlihat gelisah begitu namanya disebutkan bukan sebagai juara pertama seperti yang diharapkan. Anak itu juga tak terlihat senang, sorot matanya terlihat lemah dan takut saat bertemu pandang dengan ibunya yang duduk di salah satu kursi penonton.

Umurnya belum genap tujuh tahun—bahkan belum sempat menyentuh kursi sekolah dasar—namun dia sudah mengikuti banyak olimpiade sejak masih berumur empat tahun dan selalu berhasil mendapatkan posisi pertama. Hingga semua rekor kemenangan yang ia raih tiba-tiba menjadi tak berarti setelah untuk pertama kalinya ia pulang sebagai juara ke dua.

"Papa bakalan pergi lagi ya, Ma? Karena aku nggak dapat juara satu, Papa bakal tinggalin kita lagi ya?"

"Nggak papa, Naka, nggak papa. Mama tetap bangga sama kamu, dan Mama yakin Papa juga," ucap ibunya, yang Kanaka tahu hanya sebuah kebohongan belaka, karena jika itu benar, maka dia tak akan ditinggalkan sendirian.

Waktu itu Kanaka masih terlalu kecil untuk memahami bahwa seorang laki-laki yang tiga tahun belakangan ia sebut sebagai ayah bukanlah suami ibunya, laki-laki itu dan ibunya tak pernah menikah, Kanaka lahir atas kesalahan yang mereka perbuat dengan mengatas namakan cinta. Laki-laki itu pergi setelah tahu perempuan itu hamil, dan dengan entah bagaimana caranya, empat tahun setelah Kanaka lahir, ibunya berhasil menemukan laki-laki itu kembali dan menggunakan Kanaka sebagai alasan untuk bertemu.

Lion Algebra adalah nama laki-laki itu. Laki-laki brengsek yang tak pantas Kanaka sebut sebagai ayah.

Di kota kecil tempat Lion dan ibunya bertemu, laki-laki itu  adalah salah satu sosok yang dipandang karena ia berasal dari keluarga berotak berlian. Semua anggota keluarganya adalah orang-orang pintar yang membangun dan memajukan kota. Sedangkan perempuan itu hanyalah gadis cantik dan lugu yang hidup sebatang kara di kota itu.

Untuk mengambil hati Lion, perempuan itu mengajar dan mendidik anaknya untuk tumbuh menjadi laki-laki yang sama pintar seperti ayahnya. Kanaka sudah bisa membaca dan menguasai aljabar di umur yang masih sangat muda dan berhasil membuat Lion takjub.

Ekspektasi Lion tentang Kanaka menuntut anak itu untuk selalu tampil sempurna dalam segala hal. Hingga saat Kanaka gagal, Lion menjadikan itu alasan untuk pergi meninggalkan perempuan itu lagi, dan juga Kanaka.

Kanaka tahu itu salahnya—meski ibunya bilang tidak—Kanaka tahu karena ibunya tak mau melihat wajahnya lagi dan akhirnya Kanaka juga ditinggalkan sendirian di panti asuhan.

"Jangan pergi." Kanaka kecil mencoba untuk menahan kepergian ibunya sambil melirik takut pada Lion yang berdiri di luar gerbang. "Temani aku main, kita udah lama nggak main, Ma. Ayo, temani aku sebentar aja."

"Kamu main sendiri dulu, ya." Perempuan itu melepaskan tangan kecil Kanaka dari tangannya, menyunggingkan seulas senyum di bibirnya. "Mama mau pergi dulu, nanti balik lagi kok. Tunggu sebentar ya."

Bohong. Perempuan itu tak pernah kembali, ia dan laki-laki itu pergi meninggalkan Kanaka meski ke arah yang berlawanan. Bahkan sampai satu tahun kemudian dan Kanaka sudah diadopsi oleh Juli, perempuan itu tak pernah kembali.

Ternyata, sebentar yang dia maksud adalah selamanya.

🌻A D A P T A S I🌻

"Nana, Nakanya sakit, minta ditemanin!" kepala Juli menyembul masuk ke dalam kamar Sienna, menyengir dan menatap Sienna dengan tatapan jahilnya.

AdaptasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang