Adaptasi #39

288 54 12
                                    

Ada banyak yang berubah dari Niko. Rambutnya tumbuh sedikit gondrong, badannya yang dulu tinggi kurus sekarang jadi sedikit berisi tapi tetap tegak, ia juga menumbuhkan kumis dan janggut tipis. Namun sejujurnya Kanaka tak begitu terkejut ketika melihat laki-laki itu, karena ia sendiri sudah tahu lebih dulu bahwa laki-laki yang dinyatakan hilang dan meninggal enam tahun lalu itu sebenarnya masih hidup. Kanaka hanya tak menyangka bahwa dia akan bertemu dengan Niko di lingkungan yang baru saja menjadi rumah barunya. Dan setelah bertemu begini, Kanaka tak tahu harus berbuat apa. Kepalanya mendadak kosong, ia hanya terdiam seperti orang bodoh.

"Kamu pasti kaget banget ya, Naka?" Kanaka bahkan tak begitu mendengar pertanyaan Niko yang sedang duduk tepat di sebelahnya.

"Sebesar apapun usaha Abang untuk menghilang dari kalian, ternyata takdir punya berbagai cara untuk tetap mempertemukan kita lagi." Niko menghela napas panjang. "Takdir sejahat itu ya?"

Kanaka langsung menoleh menatap Niko yang mendengakkan kepalanya menatap langit. Sejujurnya ada banyak yang hal yang ingin Kanaka tahu tentang Niko, tetapi ia merasa itu bukan haknya untuk bertanya.

"Gimana kabar orang-orang di rumah, Ka?" tanya Niko pada Kanaka yang langsung membuang mukanya dengan sedikit terkejut. Niko hanya tersenyum kecut melihat gelagat laki-laki itu yang dari tadi terlihat bingung.

"Nana pasti juga udah sebesar kamu ya? Nana sekarang tingginya semana ya? Apa tingginya udah dikejar sama Nano? Kalo iya, pasti Nana kesel banget karena adiknya lebih tinggi dari dia." Niko tersenyum gemas sambil membayangkan hal yang ia katakan. "Dia sekarang jadi kakak yang galak atau malah sering dijahilin sama Nano ya?"

"Abang nggak kangen sama adik-adik Abang?" Kanaka akhirnya membuka suaranya, tetapi masih tak mau menoleh pada Niko. "Ya, mereka sekarang tumbuh persis seperti yang Abang bilang. Nano jadi lebih tinggi dari Nana, dan Nana jadi kakak yang galak sekaligus sering dijahilin sama Nano. Tapi, apa Abang nggak mau melihat dan memastikannya sendiri?"

"Udah terlalu jauh, Naka. Udah terlanjur jauh."

"Nggak ada kata terlambat untuk pulang, Bang. Aku mungkin nggak punya hak untuk bilang ini, tapi sejauh apapun Abang pergi, orang-orang rumah selalu menunggu kepulangan Abang." Kanaka akhirnya menoleh pada Niko. "Terutama Nana. Dia masih berharap dapat kabar tentang Abang. Sampai sekarang Nana masih menunggu, dia bahkan udah pasrah kalo yang pulang hanya jasad Abang aja. Karena selama enam tahun ini, yang dia dapat cuma spekulasi dari orang-orang yang beranggapan bahwa Abang udah meninggal setelah hilang di perbatasan. Semua orang mungkin mengira Abang udah meninggal, tapi Nana masih percaya kalo Abang cuma hilang."

"Kamu udah banyak berubah ya, Naka. Kamu sekarang jadi peduli banget sama Nana ya?" Niko tersenyum tipis. "Tapi biarlah semua orang mengira Niko Safeer Gallain udah mati, karena memang itu yang seorang Niko inginkan. Sekarang Niko yang baru udah lahir, umurnya baru enam tahun, dan dia bukan Gallain lagi."

"Abang udah memberikan semuanya untuk enam tahun ini. Bukan hal yang mudah untuk terlahir kembali." Niko melanjutkan. "Maka dari itu, Abang nggak akan pulang."

"Terus gimana sama Nana? Dia masih percaya kalo Abang cuma hilang."

"Biarlah, ada kalanya yang hilang memang nggak bisa kembali."

"Bukannya nggak bisa, tapi Abang nggak mau. Itu dua hal yang berbeda, Bang." Kanaka sedikit menekan suaranya. "Abang bisa kembali, Abang bisa pulang."

"Tapi untuk apa, Naka? Selama ini Abang menghilang karena itu yang Abang mau. Pergi jauh dari keluarga itu, jauh dari seorang kepala keluarga yang diktator dan keras kepala." ucap Niko dengan suara yang semakin meninggi. "Abang yang mengusahakan untuk pergi dari rumah itu. Kalau Abang pulang, enam tahun yang sangat berharga ini hanya akan sia-sia."

AdaptasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang