Adaptasi #9

596 126 126
                                    

Sienna hanya bisa berdiri pasrah menatap hujan yang turun dengan deras, keinginannya untuk pulang terpaksa tertahan padahal badannya kini terasa gerah karena belum mandi dan ponsel di genggaman tangannya sudah mati total karena kehabisan batrai. Helaan napas kesal keluar dari mulut Sienna saat mengingat kalimat Kanaka malam tadi, "Kita harus pulang saat infusnya udah habis", namun kenyataannya cowok itu justru menghilang saat Sienna membuka mata pagi tadi. Lenyap tanpa kabar. Sienna berasumsi bahwa Kanaka sudah pulang lebih dulu.

Walaupun sedikit kesal karena Kanaka yang lagi-lagi tak bisa memegang ucapannya, Sienna diam-diam justru mengkhawatirkan cowok itu setelah menyadari ada sesuatu yang terjadi dengan Kanaka. Malam tadi cowok itu tidur duluan dengan kepala yang terbaring di ranjang inap Sienna, sedangkan si perempuan masih betah mengulang video penampilan Nadin Amizah di ponselnya sampai kehabisan batrai. Perhatian Sienna yang semula berpusat penuh pada layar ponselnya perlahan teralihkan dengan gerakan yang diciptakan oleh Kanaka, cowok itu berulang kali mengganti posisi kepalanya sampai membuat suara grasak-grusuk yang mengganggu Sienna. Semula Sienna mengira Kanaka hanya sedang mencari posisi yang pas, namun belakangan Sienna sadar ternyata Kanaka sedang mengalami mimpi buruk.

Saat itu Sienna ingin membangunkan Kanaka, barangkali mimpi buruk yang cowok itu alami diakibatkah oleh posisi tidurnya yang tidak nyaman. Namun, saat tangan Sienna baru menyentuh pundak Kanaka, Kanaka tiba-tiba menahan tangannya dan mencengkramnya dengan kuat.

Sienna yang terkejut sudah refleks akan menarik tangannya, namun niatannya tertahan saat Kanaka tiba-tiba terisak. "Jangan pergi."

Sienna tercekat, itu pertama kalinya dia melihat Kanaka menangis. Selama ini Sienna mengira hidup yang cowok itu lalui jauh lebih baik darinya sehingga tidak ada alasan untuk Kanaka menangis, lagi pula dia seorang makhluk yang notabenenya susah menangis, dan selain itu dia juga punya segalanya. Hingga sekarang Sienna sadar, mimpi yang dialami cowok itu tak seindah kenyataannya, dan dia terus dihantui oleh mimpi buruk itu.

"Sebentar aja," Kanaka mengeratkan tangannya pada milik Sienna. "Temanin aku sebentar aja."

Dan malam itu, untuk pertama kalinya, Sienna membiarkan tangannya digenggam oleh Kanaka sampai dia juga ikut tertidur di samping cowok itu. Sienna tak tahu tautan tangan mereka bertahan sampai berapa lama karena saat dia membuka mata tadi pagi, Kanaka sudah lenyap, pergi entah kemana.

Sienna hanya bisa menghela napas, setengah kesal namun setengah lainnya juga khawatir dengan Kanaka. Namun pikiran Sienna tiba-tiba buyar begitu dia melihat seorang cowok berdiri di luar rumah sakit memakai payung berwarna hitam, cowok itu berhenti tepat di seberang Sienna, tubuhnya menghadap lurus pada Sienna namun kepalanya tertutup oleh payung sehingga wajahnya tidak kelihatan.

"Kana—" Sienna langsung menghentikan mulutnya begitu cowok itu menaikkan payungnya dan menampakkan wajah orang lain dengan bercak memar di ujung bibirnya yang langsung menarik perhatian Sienna dan membuatnya terkejut. "Luka?"

Sienna langsung mendekati cowok itu, membiarkan tubuhnya terkena hujan untuk beberapa saat sebelum akhirnya sampai di hadapan Luka yang langsung mendorong payungnya agar Sienna tidak semakin kebasahan.

"By, lo baru sakit, nggak boleh kena hujan." Kata Luka khawatir, sedangkan Sienna sama sekali tak menggubrisnya.

"Bibir lo.." Sienna mencoba untuk menyentuh memar itu, namun Luka langsung menghindar sambil meringis kesakitan. "Eh, sorry, sakit ya?"

Luka terkekeh jahil. "Nggak sakit kok, lagian cuma kegigit aja tadi pas gosok gigi."

"Ngawur. Mana ada orang gosok gigi sampe kegigit bibir." Sienna mendengus, menatap Luka tajam penuh selidik. "Lo berantem lagi kan sama Bang Raka?"

AdaptasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang