Adaptasi #11

656 126 144
                                    

Sienna memang bukan tipe orang yang bisa marah, apa lagi dengan orang-orang terdekatnya. Entah dia terlalu baik atau memang bodoh seperti yang Kanaka bilang, tapi Sienna memang mudah sekali memaafkan orang lain. Buktinya saja, hubungannya dengan Raka sudah baik-baik saja dalam waktu tak lebih dari 1x24 jam. Mereka langsung berbaikan di hari yang sama ketika Raka membentak Sienna, meski membutuhkan bantuan dari keempat cecunguk lain untuk membujuk Sienna yang saat itu sempat ngambek tak mau ikut latihan, dan kultum spesial dari Dimas dengan tema Saling Memaafkan dan Hidup Rukun. Intinya, Sienna dan Raka sekarang sudah berbaikan karena bantuan keempat sahabat mereka.

Saat itu Raka meminta maaf dan berjanji tak akan meninggikan suaranya lagi di depan Sienna selain untuk bernyanyi, dan Sienna meminta satu tambahan janji untuk tidak bertengkar lagi dengan Luka dengan sedikit mengancam bahwa dia tak akan memaafkan Raka jika tidak dituruti. Dan karena janji yang terpaksa ia tepati itu, Raka saat ini terduduk di salah satu meja kantin bersama Sienna di hadapannya dan Luka di samping cewek itu.

"Gue tinggal beli minum bentar ya," Sienna bangkit setelah melihat gelas es tehnya sudah kosong padahal makan siangnya belum habis. "Kalian ngobrol-ngobrol aja dulu."

Luka dan Raka hanya bisa tersenyum canggung melihat Sienna yang memperlakukan mereka seperti dua orang asing padahal nama mereka ada di dalam satu Kartu Keluarga yang sama. Sepeninggalan Sienna, kedua bersaudara itu sontak bermuka masam dan kompak saling adu pandang dengan tatapan tajam.

"Ngapain lo di sini?" Raka adalah orang pertama yang bersuara.

"Seharusnya gue yang nanya gitu." Luka tak mau kalah. "Ngapain lo gangguin makan siang gue sama Sienna?"

"Sienna yang ngajak gue makan bareng kok."

"Emang kalian udah baikan?"

"Udah, dia bukan orang pendendam."

Luka mendengus. "Jangan jadiin kemurahan hati dia sebagai alasan untuk lo terus menyakiti dia. Mentang-mentang dia selalu maafin lo, lo jadi seenak jidat aja ngelakuin kesalahan."

"Yang kemarin itu bukannya gue sengaja." Raka berdecak kesal. "Gue nggak pernah bermaksud untuk ngebentak Sienna, gue cuma mau ngomong sama lo."

"Emang nggak bisa diomongin baik-baik?" Luka tiba-tiba menghentakkan sendoknya di atas meja dan menatap Raka semakin tajam.

Kedua bersaudara itu sedang bergelut dengan mata mereka dan rangkaian urat yang tercetak samar di leher mereka. Namun saat mereka menyadari bahwa Sienna sedang melihat, dua cowok itu sontak tersenyum lebar dan melambai sampai Sienna tak melihat mereka lagi.

"Emang lo bisa dibaikin?" Raka membalikkan pertanyaan adiknya.

"Apa sih kesalahan gue sampai gue nggak pantas untuk dibaikin, Bang?" Luka bertanya pedih. "Gue nggak sehina yang lo dan Papa pikir."

"Then prove it." Tekan Raka. "Buat gue percaya sama lo lagi."

"Udah lah." Luka berucap jengah. "Masalah ini nggak akan ada habisnya. Kita cuma terus mengulang dialog yang sama dan berakhir dengan berantem lagi dan lagi."

"Karena lo tetap nggak akan percaya dengan semua penjelasan gue bahkan saat mulut gue berbusa sekalipun." Lanjut Luka. "Sekarang terserah, kalo lo tetap nggak mau percaya ya silakan. Biarkan masalah ini jadi tembok di antara kita."

"Sienna udah tahu?" Raka menatap Luka lekat begitu dia melemparkan pertanyan serius dan membuat atmosfer di antara mereka semakin menegang.

Luka menghela napas berat dan melirik Sienna yang sedang melakukan transaksi di meja kasir. "Belum."

"Gue harap lo kasih tahu secepatnya, sebelum kalian terlalu jauh." Kata Raka. "Dia harus tahu seperti apa lo dulu, dan siapa Cantika—"

"Nggak usah ngomongin orang yang udah mati." Potong Luka dengan suaranya yang ditekan. "Dia nggak bisa bertanggung jawab untuk semua yang udah dia lakuin."

AdaptasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang