Adaptasi #44

551 43 21
                                    

Sienna menghentikan langkah kakinya, memutar kembali tubuhnya hanya untuk melihat punggung Kanaka yang hampir berada di luar jangkauan pandangannya. Belum ada satu menit setelah ia melampiaskan amarahnya yang tak mendasar pada laki-laki itu, kini Sienna sudah merasa bersalah. Ia mengusap mukanya pelan, menyesali setiap kata dan perlakuan yang sudah ia berikan pada Kanaka. Inilah yang Sienna takutkan. Alasan mengapa ia tak mau Kanaka menjemputnya adalah karena ia tahu laki-laki itu hanya akan menjadi target ledakan dari semua emosi dan hal-hal negatif yang memenuhi kepalanya. Dan semua itu akhirnya terjadi malam ini.

Setelah cukup lama memperhatikan punggung Kanaka yang semakin menjauh, Sienna melanjutkan langkahnya sambil memegangi perut yang keroncongan. Andai saja tadi ia mengiyakan ajakan Kanaka untuk makan malam di Subway seperti biasanya, mungkin malam ini akan sama dengan malam-malam sebelumnya.

Kanaka menghentikan langkahnya di ujung jalan. Ponselnya ada padanya, tersimpan di dalam saku jaket, dan sekarang ia tak tahu harus melangkah kemana. Saat ia membalikkan tubuhnya untuk melihat Sienna, perempuan itu sudah tidak ada di tempatnya berdiri tadi. Kanaka mendengakkan kepalanya, menatap bulan yang berada tepat di atasnya. Kanaka berpikir, apa yang akan dia lakukan?--tidak, apa yang sebenarnya sedang dia lakukan? Mengambil perjalanan yang jauh dari rumah hanya untuk jalan di tempat?

🌻A D A P T A S I🌻

Karena diprotes habis-habisan oleh perutnya yang kelaparan karena sudah menolak ajakan makan malam dari Kanaka, Sienna melangkahkan kakinya memasuki mini market yang buka 24 jam untuk mengganjal perutnya yang mengamuk minta segera diisi. Namun karena waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam, tidak banyak makanan yang tersisa untuk membuat perutnya merasa kenyang. Sienna mengambil satu-satunya roti yang ada di display, dan sebotol air mineral.

Setelah melakukan pembayaran, Sienna mengambil tempat di bangku yang ada di sudut ruangan dan menghadap dinding kaca transparan yang menampilkan pemandangan jalanan di luar. Sienna menurunkan maskernya sampai ke dagu, dan membuka tudung hoodie yang sedari tadi melakukan pekerjaan sangat penting untuk menyembunyikan rambutnya yang lepek dan berantakan. Helaan napas berat keluar dari mulutnya saat ia membuka bungkus roti. Namun hembusan napasnya langsung berubah lega saat roti itu masuk ke dalam mulutnya sebagai makanan pertama yang ia santap hari ini.

Sienna menikmati rotinya seolah itu adalah makanan paling enak yang pernah masuk ke dalam perutnya. Ia sangat menghargai setiap potongan yang ia kunyah, setiap rasa manis dan gurih yang berpadu di dalam mulutnya. Perutnya terasa hangat, begitu juga dengan matanya yang mulai pedih menampung air yang memenuhi pelupuk mata. Apakah itu tandanya Sienna akan menangis karena sepotong roti? Jawabannya adalah iya dan tidak. Iya, dia akan menangis tapi tidak hanya karena roti yang menjadi makanan pertamanya hari ini. Namun karena Kanaka. Air mata Sienna langsung mengalir saat melihat laki-laki itu berdiri di hadapannya, menatapnya dari balik dinding transparan dengan plastik Subway yang berada di tangannya.

Kanaka menghela napasnya sambil memperhatikan Sienna yang sudah terisak. Ia baru menyadari apa yang Sienna sembunyikan di balik masker dan tudung bajunya.

"Lo bego, Nana." kata Kanaka sebelum melangkah memasuki mini market untuk menghampiri Sienna.

Dengan bibir mencebik, Sienna mengikuti kemana Kanaka pergi sampai laki-laki itu tiba di hadapannya. Kedua tangannya membuka lebar dan langsung memeluk Kanaka sambil terisak kuat.

"Kenapa? Apa yang lagi ada di dalam kepala lo? Hm?" tanya Kanaka sambil menepuk-nepuk punggung Sienna. "Lo kelihatan berantakan, lebih semrawut dari malam-malam sebelumnya. Kenapa? Ada hubungannya sama acara besok?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AdaptasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang