Happy Reading
"A-ada apa Tuan? Sampai mengunjungi rumah saya pagi-pagi seperti ini?"
"Sebenarnya saya ke sini, ingin menanyakan Era dan Ira sama kamu."
"Era dan Ira? Memangnya mereka kenapa Tuan?"
"Huh, mereka tidak ada di rumah. Ketika saya bangun untuk mengajak mereka salat subuh berjamaah, ternyata Era dan Ira sudah tidak ada di kamarnya. Bahkan saya sudah cek semua ruangan di rumah, tetapi mereka tidak ada. Dan yang membuat saya semakin kalut adalah isi lemari mereka yang sebagian sudah kosong. Saya kira mereka pergi ke rumah kamu, tetapi saya lihat mereka tidak ada di sini. Sungguh saya sangat khawatir sama mereka Ro, saya takut terjadi sesuatu kepada mereka."
"Astaghfirullahaladzim, bagaimana bisa terjadi Tuan? Apakah semua orang yang berada di rumah tidak tahu kenapa mereka bisa tidak ada di kamar?"
"Iya, Ro. Bahkan saya cek CCTV yang berada di depan pun, tidak terlihat kalau Era dan Ira pergi dari rumah. Saya sangat takut, Ro."
Melihat raut wajah Haikal yang kini sudah berubah pucat pasi, ketika menjelaskan keadaan kedua putrinya membuat Ro tak tega dibuatnya.
"Tuan tenang ya, pasti Era dan Ira tidak apa-apa. Tuan tenangkan diri dulu ya, insya Allah mereka akan baik-baik saja."
"Saya sudah berusaha tenang, Ro. Tetapi saya tidak bisa, pikiran saya sudah sangat kalut sekarang."
"Iya, Tuan. Saya paham, tetapi jika Tuan semakin kalut seperti ini pasti tidak bisa memikirkan solusi yang tepat untuk mencari Era dan Ira kan. Tuan tenang ya, setelah ini Tuan akan mencari Era dan Ira kemana?"
"Saya tidak tahu Ro, saya ngak tahu banyak sama teman-teman Era dan Ira. Ro, bisakah kamu menemani saya untuk mencari mereka? Mungkin kamu mengenal teman dekat Era dan Ira."
"Saya juga tidak terlalu mengenal teman Era dan Ira, Tuan. Tetapi sewaktu saya pertama kali berkunjung ke rumah Tuan, waktu itu ada temannya yang datang ke rumah dan sepertinya dia adalah teman sekelas Era dan Ira karena mereka terlihat cukup akrab Tuan."
"Benarkah? Kamu tahu siapa namanya?"
"Waktu itu Era sempat kasih tahu saya, kalau ngak salah namanya Tina atau siapa ya. Ah, bukan Tina." Ro pun masih berusaha mengingat nama teman Era dan Ira yang sempat di beritahukan Era kepadanya.
"Oh iya, namanya Tika Tuan. Saya baru ingat." Ucap Ro setelah berhasil mengingat nama teman Era dan Ira.
"Begitu kah, kalau begitu maukah kamu menemani saya mencari keberadaan Era dan Ira lewat temannya itu Ro? Saya mohon."
"Ta-tapi bagaimana dengan Kezraf, Tuan?"
"Insya Allah, Kezraf tidak akan rewel. Karena tadi sudah nyaman berada di gendongan Mama, saya mohon Ro."
"Ba-baiklah, Tuan. Saya mau."
"Alhamdulillah, terima kasih Ro. Kalau begitu, ayo masuk ke mobil saya."
"Se-sebentar Tuan, saya ingin berbicara dengan teman saya dulu."
"Baiklah" Haikal pun kembali menatap laki-laki yang berdiri di samping Ro dengan tatapan datar dan terkesan tidak suka.
"Alfi, maafkan aku. Sepertinya aku tidak bisa ikut bersama kamu, soalnya aku harus menemani majikanku untuk mencari anak-anak. Maafkan aku, ya. Lain kali kita bisa bertemu lagi, aku akan mencari waktu supaya bisa bertemu dengan Tante Zahra lagi." Ucap Ro seraya mengalihkan pandangannya ke arah Alfi yang masih berdiri di sampingnya.
"Baiklah, tetapi jangan lupa hubungi aku ya Ro."
"Iya, Al. Sekali lagi, maafkan aku ya."
"Tidak apa-apa, Ro. Kalau begitu duluan ya, kamu hati-hati."
"Iya, Al. Sampaikan salamku untuk Mbak Andin ya."
"Pasti aku sampaikan, aku pergi. Assalamualaikum."
"Mari Pak."
Haikal pun hanya mengangguk singkat dengan pandangan matanya begitu tajam menatap ke arah Alfi, karena dirinya berani mengelus kepala Ro sebelum ia berjalan pergi meninggalkan mereka.
"Walaikumussalam warakhmatullah."
Setelah melihat mobil Alfi sudah pergi dari hadapan mereka, Haikal pun langsung mengajak Ro untuk segera memasuki mobilnya.
"Kita akan pergi ke mana, Tuan?" Tanya Ro setelah duduk di bangku penumpang yang terletak di samping kursi kemudi yang ditempati Haikal.
"Kita akan meminta bantuan teman saya, yang kebetulan dirinya menjabat sebagai guru yang juga mengajar di kelas Era dan Ira. Kita akan menanyakan apakah teman Era dan Ira yang bernama Tika itu memang satu kelas atau tidak, sekaligus mencari alamatnya jika perlu untuk menanyakan siapa saja sahabat Era dan Ira."
"Baik, Tuan."
Haikal pun mulai menjalankan mobilnya menuju ke rumah temannya itu, karena dirinya tahu kalau hari ini sekolah diliburkan.
-
-
-
Di sisi lain, di sebuah kamar dengan dominasi warna merah muda itu tengah berada dalam suasana yang penuh dengan ketegangan. Seorang gadis yang masih mengenakan piyama bergambar stroberi itu pun terlihat raut kepanikan dalam wajahnya, seraya berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.
"Ck, duduk bisa ngak sih. Pusing tahu lihat kamu dari tadi mondar-mandir aja." Ucap seorang gadis yang mengenakan kaos putih polos yang dipadu-padankan dengan kemeja kotak-kotak yang tidak dikancingkan itu, yang kini tengah duduk bersandar di ranjang sambil mengamati tingkah sahabatnya yang tampak gusar sedari tadi.
"Iya, tuh. Lagian ini kan masalah kita, kenapa malah kamu yang panik sih." Celetuk seorang gadis lain yang mengenakan hoddie berwarna abu-abu dengan tudung hoddie-nya ia kerutkan di kepalanya, yang kini tengah duduk santai di salah satu sofa di kamar bernuansa merah muda itu.
"Enak banget kalau ngomong, kalian itu sebenarnya kenapa sih kok pakai acara drama kaya gini? Hah?. Kalian coba kaya yang di drakor-drakor itu?" Ujar gadis berpiyama bermotif stroberi itu seraya menghentak-hentakkan kakinya kesal.
"Kita lakuin ini untuk kebahagiaan adik kita. Aku sebenarnya juga ngak mau lakuin hal kaya gini, tetapi ketika melihat wajah polos adik kita yang butuh sosok yang lebih dari sekedar pengasuh mengharuskan kita berbuat hal seperti ini. Terserah kamu bilang kalau kita egois, labil, sok tahu, atau apapun itu. Tapi pada dasarnya kita itu masih anak-anak yang baru berusia remaja, yang kita butuhkan adalah kasih sayang yang lengkap. Rasanya sakit ketika harus menahan kerinduan untuk seseorang yang tak pernah bisa kita temui lagi, terlebih itu adalah sosok Ibu yang selama ini selalu menjadi tempat pertama untuk mendapatkan sebuah kasih sayang." Balas gadis yang bersandar di atas ranjang itu, dengan nada sendu. Bahkan air matanya kini sudah jatuh membasahi kedua pipinya.
"Kamu pasti tahu akan hal ini juga." Tambah gadis yang memakai hoddie abu-abu itu seraya meremas tangannya untuk menyalurkan rasa cemas dan sedihnya.
Seketika kamar itu langsung kembali sunyi, dengan suara sesenggukan yang sesekali terdengar.
"Maafkan aku, karena bersikap seperti ini. Aku paham apa yang kalian rasakan, insya Allah aku mendukung kalian. Jika memang ini satu-satunya jalan yang tepat untuk mewujudkan keinginan kalian." Kata gadis berpiyama motif stroberi itu sembari duduk di pinggir ranjang, dekat dengan gadis berkemeja kotak-kotak itu.
"Terima kasih banyak, kamu adalah sahabat terbaik kita." Ucap kedua gadis yang sudah menetaskan air matanya tadi, seraya memeluk sahabatnya yang memakai piyama stroberi itu dengan erat.
Bismillah
Semoga suka ya...☺
Jangan lupa vote and comment...👋
Up double kalau vote lebih dari 100...☺
Aamiin...hehehe🙏
Bye
Sukron
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Suamiku? [End]
RomanceApa jadinya bila seorang gadis berusia 20 tahun bertemu dengan seorang duda tampan berusia 32 tahun, karena sebuah peristiwa yang membuat mereka terikat satu sama lain. Penasaran??? Cek langsung yuk!!!✨