OS 28

7K 393 13
                                    


"Ih, Alfi. Kamu jangan ngomong gitu, Abang Haikal itu orangnya baik kok. Kalau kamu udah kenal, pasti bakal nyaman kok sama dia."

"Ck, nggak mungkin Om-om gede itu bikin nyaman. Tapi kamu kok bela dia sampai segitunya sih, Ro. Kenapa? Kamu suka sama dia? Iya?"

Ro yang mendapat pertanyaan seperti itu dari Alfi, hanya mengerjapkan kedua matanya bingung.

"Ma-maksud kamu, aku punya perasaan lebih ke Abang Haikal gitu?"

"Iya, kamu suka ya sama dia?"

Entah mengapa bibir Ro terasa kelu untuk menjawab pertanyaan dari Alfi, dirinya ingin menolak bawasannya dirinya tak memiliki perasaan apapun pada Haikal, tapi ada sebagian  hatinya yang lain yang tiba-tiba merasa tak kuasa untuk menolak bawasannya dirinya memiliki perasaan lebih terhadap majikannya itu. Sungguh dirinya masih terlalu awam dalam masalah cinta dan mencintai dengan lawan jenis, dirinya sejak kematian orang tua dan Kakaknya hanya fokus pada satu tujuan yakni membuat orang tua dan Kakaknya bangga ketika melihat dirinya dari atas sana.

"Hei, Ro? Ro?"

"Ah? I-iya?"

"Kok malah ngelamun, ternyata kamu benar-benar menaruh perasaan lebih sama majikan kamu itu ya."

"Alfi, tolong jangan interogasi aku sama pertanyaan-pertanyaan kaya gini ya. Aku saat ini ingin fokus pada pekerjaanku, aku mohon kamu ngertiin aku."

Sekilas, Alfi bisa melihat wajah memelas dengan tatapan sayu yang mengarah kepadanya yang membuat pertahanannya langsung hancur seketika.

"Huh, baiklah Ro. Maafkan aku ya, mungkin aku sudah kelewatan."

"Nggak kelewatan kok, Fi. Aku hanya merasa lelah saja bila mengurusi hal itu." Dengan senyum lembut yang terpatri di bibir mungilnya, Ro kembali membuat kinerja jantung Alfi berdetak tak karuan.

"Khem, jangan senyum kaya gitu Ro. Tolong."

Ro langsung mengerutkan keningnya bingung, ketika mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Alfi.

"Kenapa, Fi?"

"Karena senyumanmu bisa mengalihkan duniaku."

Ro langsung terkekeh geli, ketika mendengar gombalan dari laki-laki yang sudah menjadi temannya sejak SMA itu.

"Gombal."

"Eh, nggak gombal Ro. Ini serius, senyumanmu itu bagaikan magnet yang selalu menarik perhatianku."

"Ih, Alfi gombal lagi. Kamu jangan-jangan udah jadi playboy ya."

"Nggak ya, Ro. Aku setia sama satu wanita, dan wanitanya kaya bidadari di samping aku ini."

"Ck, fix ini mah. Alfi gombal mulu."

Mereka berdua pun tertawa bersama, ketika berada dalam perjalanan menuju kediaman Haikal.

Namun, di sisi lain. Kini ada seorang laki-laki dewasa yang tengah uring-uringan di kantornya karena mengingat kekalahannya tadi.

"Tolong kamu revisi ulang semua laporan itu, datanya ada yang salah dan nama badannya juga ada yang salah. Pastikan tidak ada revisi lagi setelah ini, mengerti?"

"Ba-baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu, Pak."

"Hem."

Setelah melihat karyawannya keluar, laki-laki berbadan kekar itu langsung menjatuhkan badanya di kursi kebesarannya seraya mengurut pelipisnya.

"Astaghfirullah, gara-gara laki-laki bau kencur itu mood saya langsung anjlok. Ya Allah, tolong jaga perasaan Ro. Jangan sampai dirinya jatuh ke laki-laki bau kencur itu. Ck, kalau gini terus bisa-bisa aku ancurin nih meja."

Om Suamiku? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang