OS 4

17K 841 5
                                    

Setelah pertemuan pertama dengan Ro kala itu, Era dan Ira menjadi sering berkunjung ke toko bu dhenya itu. Bahkan Era dan Ira menjadi pribadi yang lebih ceria daripada sebelumnya. Begitu pun dengan di sekolah, Era dan Ira yang awalnya tidak menyukai pelajaran yang bernama matematika menjadi siswi yang menyukai pelajaran itu semenjak mereka belajar dengan guru privat spesial mereka.

"Oiii, kalian kok sekarang jadi seneng banget sama mtk?. Ada angin ape nih?." Tanya Mila yang kini tengah makan siang di kantin bersama Era dan Ira yang duduk di depannya.

"Ngak ada apa-apa." Jawab Era sambil memakan mie rebusnya.

"Hilih, ngak mungkin tiba-tiba kalian suka mtk kalau ngak ada apa-apa."
"Kasih tahu elah, kita temenan udah berapa tahun sih."

"Iya iya, kita soalnya ada guru privat spesial sekarang." Ucap Ira sambil tersenyum lebar ketika dirinya mulai mengingat Ro yang sangat dikaguminya kini.

"Kaya martabak aja pakai spesial segala. Emang apa bedanya sama guru privat lainnya, perasaan sama aja."

"Beda tahu." Sahut Era dan Ira.

"Bedanye ape sih, elah. Sama aje."

"Dia, kita anggap bukan hanya sebagai guru kita aja tetapi juga kita anggap sebagai ibu kita juga."

"Hah?, hot dady kalian dah nikah cuy. Tega bener ngak ngundang gue."

"Belum, mungkin ngak lama lagi. Karena kalau ayah kita mau nikah lagi, kita cuman mau sama gadis yang sudah kita pilih buat ayah kita. Ya kan kak?."

"Hem. Dia udah perfect choice dari kita."

"Kenalin dong, penasaran gue. Cantik ya?."

"Bukan hanya cantik, dia juga baik banget. Karakternya yang lemah lembut, keibuan, manis, dan yang terpenting di gadis yang terlihat begitu tulus apalagi senyumannya."
Kata Era yang begitu bahagia menceritakan sosok yang dianggap calon mamanya itu.

"Wih, kayaknya bener-bener lengkap banget kriterianya. Umurnya berape?, lebih tua ayah lo atau dia?."

"Umurnya waktu itu aku dikasih tahu sekitar 20 tahun."

"Buset, muda banget itu. Emangnya dia ngak kuliah gitu. Biasanya usia segitu itu usia-usia mengejar karirnya. Emang dia bersedia melepas kehidupan karirnya begitu aja?."

Era dan Ira sontak terkejut dengan penuturan dari sahabatnya itu, sesungguhnya mereka membenarkan hal tersebut. Mereka tidak terpikir sampai ke tahap itu saat mereka melihat Ro, karena yang ada dipikiran mereka adalah Ro bisa menjadi ibu bagi mereka.










Hari ini Ro harus bekerja lembur karena mendapat pesanan buket bunga yang cukup banyak, ia sudah memberitahu tantenya untuk tidur di rumahnya hari ini jadi Ro bisa tenang meninggalkan kakaknya di rumah.

Kini tepat jam 9 malam, Ro mulai menutup toko. Sedangkan Esya sudah pulang lebih dahulu karena tiba-tiba dihubungi oleh keluarganya kalau sang kakek meninggal dunia baru saja. Sembari berjalan pulang dia sebenarnya khawatir tentang  Esya yang pikirannya sedang kacau dan mengendarai motornya seorang diri.

Di tengah perjalanan, dirinya mendengar suara rintihan seseorang. Sungguh hal itu membuat dirinya takut sekaligus merinding seketika. Hingga tatapan matanya terpaku pada seseorang yang tengah duduk bersandar di samping mobil memegangi tangannya dengan kemeja yang terlumuri banyak noda darah.

Dengan terpaksa ia harus berjalan melewatinya karena itu adalah jalan satu-satunya untuk menuju ke rumahnya.

Setelah sampai di depan orang yang tengah menunduk sambil tangannya memegang sisi lengannya yang sepertinya terluka, sungguh Ro benar-benar bingung sekarang. Di satu sisi ia merasa kasihan dan di satu sisi ia merasa takut kalau orang itu akan berbuat yang tidak-tidak kepadanya.

Om Suamiku? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang