OS 22

8.7K 471 12
                                    



Happy Reading

"Era, Ira lain kali kalau ada sesuatu hal yang membuat kalian sedih boleh cerita sama Mbak kok. Mbak akan jadi pendengar untuk semua keluh kesah kalian." Ujar Ro dengan nada lembutnya sambil mengusap lembut kepala Era dan Ira.

"Maafkan kita ya, Mbak. Sudah bikin Mbak khawatir seperti ini." Balas Era sambil memeluk Ro dari samping, diikuti oleh Ira.

"Iya Era, Ira sayang. Mbak sudah memaafkan kalian kok, tapi di rumah nanti kalian harus ceritakan semua yang mengganggu pikiran kalian yang membuat hal ini sampai terjadi."

"Iya, Mbak. Kita sayang Mbak Ro." Balas Era dan Ira bersamaan sambil mengeratkan pelukannya di tubuh mungil Ro, yang dibalas elusan lembut di kepala mereka dari tangan mungil Ro.

Haikal yang melihat hal tersebut pun membuat bibirnya berkedut menahan senyuman yang ingin terbit, sungguh perasaannya menghangat seketika ketika melihat pemandangan dimana Ro memberikan perhatian kepada anak-anaknya. Keinginan untuk memiliki dan menghalalkan Ro pun semakin besar dalam benaknya, dan ingin rasanya membawa Ro ke KUA sekarang juga.

>>>........................<<<

Kini semua orang tengah berada di ruang keluarga, baik itu Haikal ataupun Ro yang sedang memangku Kezraf yang berceloteh riang dengan mainannya. Orang tua Haikal pun sudah duduk di samping kanan dan kiri kedua cucu gadisnya, yang sedari tadi masih setia menunduk.

"Era, Ira sekarang Ayah mau tanya sama kalian. Kenapa tiba-tiba kalian berbuat seperti itu? Coba jelaskan dengan perlahan. Sungguh Ayah sangat sedih jika kalian berbuat seperti itu lagi, kalau sekiranya ada masalah atau Ayah udah bikin salah sama kalian itu seharusnya dibicarakan dulu baik-baik." Ucap Haikal yang berusaha meredam emosinya, agar dirinya tidak lepas kontrol hingga membuat kedua anak gadisnya itu menjadi takut kepadanya.

"Iya, Sayang. Di sini kan ada Opa, Oma, sama Mbak Ro. Jangan sungkan atau takut untuk bercerita ya." Ucap Mama Haikal seraya mengelus lembut kepala cucu gadisnya itu.

"Ma-maafkan kami, semuanya. Mungkin tingkah kami berdua sangat kekanak-kanakkan, tetapi kami punya alasan mengapa kami melakukan hal itu." Balas Era yang mulai mengangkat wajahnya dan menatap sang Ayah penuh permohonan, begitu pun dengan Ira yang berada di sampingnya.

"Ayah, mungkin kami lancang telah melakukan perbuatan yang sampai membuat semua orang khawatir. Tetapi kami melakukan hal itu, semata-mata demi memperjuangkan kebahagiaan kita bertiga. Era, Ira, dan Kezraf." Sahut Ira, sembari menggenggam tangan Era yang juga terasa dingin sama seperti dirinya.

"Maksudnya bagaimana, Nak?" Haikal pun mengernyitkan keningnya bingung, ketika mendengar pernyataan dari kedua anaknya itu.

Sebelum menjawab pertanyaan sang Ayah, Era kembali menoleh ke arah Ira yang di balas dengan anggukan singkat yang menandakan kalau memang seharusnya semuanya di ungkapkan sekarang.

"Kami ingin memiliki seorang Ibu di hidup kami, meskipun permintaan kami terdengar tiba-tiba tetapi inilah yang menjadi dasar paling kuat mengapa kami melakukan hal itu. Kami ingin merasakan bagaimana mendapatkan curahan kasih sayang dari seseorang yang bernama Ibu di hidup kami, kami hanya tidak ingin adik kecil kami yang belum tahu apa-apa harus menelan kenyataan bahwa dirinya tidak memiliki seorang Ibu. Setiap Era melihat tatapan polos Kezraf, rasanya Era tak kuat lagi menahan tangis ketika di hadapkan pada kenyataan kalau adik kecil Era belum pernah merasakan kasih sayang dari Ibu-nya sendiri. Meskipun berulang kali Ayah mengatakan kalau Ayah akan menjadi sosok Ibu bagi kami, tapi nyatanya sangat berbeda Ayah. Hiks...kami tidak peduli jika orang lain mengatakan kalau kami ini labil, egois, pemaksa...hiks. Karena pada dasarnya kami hanyalah gadis yang baru saja menginjak usia remaja, dan ingin merasakan kelengkapan sebuah keluarga dengan hadirnya seorang ibu di hidup kami. Apakah itu salah, Ayah? Apakah kami tidak berhak mendapatkannya? Hiks...hiks...hiks...huhuhu."

Om Suamiku? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang