OS 20

11.2K 475 6
                                    




Happy Reading

Setelah cukup lama mencari keberadaan Era dan Ira, kini Haikal dan Ro memutuskan untuk rehat sebentar di salah satu kafe seraya melaksanakan salat di masjid yang kebetulan berada di samping kafe.

"Harapan kita semoga Era dan Ira memang ada di rumahnya Mila, seperti yang dibilang teman Era dan Ira tadi." Ucap Haikal di tengah kegiatannya yang sedang menyantap makan siangnya.

"Iya, Tuan. Saya harap juga begitu, semoga mereka baik-baik saja." Balas Ro dengan raut kekhawatiran begitu terlihat di wajah ayunya.

Haikal yang melihat kekhawatiran dari Ro mengenai anak-anaknya, entah mengapa perasaannya menghangat seketika. Degub jantungnya menjadi dua kali berdetak lebih cepat, bahkan dirinya menjadi salah tingkah sendiri.

"Khem, insya Allah kita akan menemukan mereka. Sekarang kamu makan dulu ya, biar badan kamu ngak lemes." 

"Baik, Tuan." Ro pun dengan perlahan melanjutkan kegiatan makannya, sedangkan Haikal masih senantiasa memperhatikan Ro yang tengah makan itu dengan tatapan kagum. Perangai Ro yang begitu lemah lembut sungguh membuat Haikal ingin segera menghalalkannya. 

"Em, Ro."

"Iya, Tuan."

"Laki-laki yang sama kamu tadi itu, kelihatannya deket banget ya sama kamu."

"Oh, Alfi Tuan. Em, sebenarnya kita udah berteman sejak SMP cuma memang kita harus berpisah sewaktu dia kuliah di Jerman. Dan kita baru ketemu beberapa minggu yang  lalu, Tuan. Memangnya ada apa ya, Tuan?"

"A-Ah, tidak apa-apa kok. Saya hanya penasaran saja, ngomong-ngomong tentang kejadian waktu itu. Saya sekali lagi minta maaf, mungkin saya sudah sangat keterlaluan. Maafkan saya, Ro. Tapi sungguh jangan menyuruh saya untuk menjauhi kamu, karena saya tidak bisa. Entah sejak kapan, saya sudah anggap kamu sama berartinya dengan keluarga saya."

Ro pun langsung terpaku ketika mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Haikal, dirinya sungguh tidak menyangka Haikal akan mengatakan hal itu kepadanya.

"I-itu, sa-saya sudah memaafkan Tuan kok. Em, saya juga ingin minta maaf kalau waktu itu saya bertindak keterlaluan kepada Tuan. Mungkin secara tidak di sadari, saya bertindak merendahkan Tuan waktu itu. Sampai Tuan berlutut di hadapan saya, dan memohon-mohon. Sungguh saya tidak beniat seperti itu, Tuan. Waktu itu saya ingin mencegah Tuan melakukan hal itu, tetapi saya tidak sempat. Sekali lagi, maafkan saya Tuan."

"Ka-kamu ngak perlu minta maaf, Ro. Itu memang salah saya, karena sudah bertindak semau saya. Tentang hubungan kita, apakah tidak perlu berjauhan Ro? Sungguh saya ingin dekat dengan kamu. Bukan hanya tentang masalah anak-anak saja."

"Ma-maksud Tuan, apa?" Ro pun sontak terkejut dengan ucapan tegas Haikal yang ingin lebih dekat dengannya, yang tak pernah ia perkirakan sebelumnya.

"Saya ingin kamu menganggap hubungan kita ini adalah pertemanan, bukan hubungan antara majikan dan pegawainya atau hubungan antara orang tua dan pengasuhnya. Supaya kita lebih nyaman satu sama lain, dan lebih dekat agar tidak terasa canggung. Kamu juga ngak usah sungkan, kalau misalnya kamu butuh bantuan bisa minta tolong sama saya. Kita bisa mulai dari merubah panggilan, kamu jangan panggil saya Tuan. Mungkin kamu bisa panggil saya dengan nama saja, gimana Ro? Kamu mau kan?"

"Ma-maf, Tuan. Bukankah itu tidak sopan, Tuan itu kan majikan saya. Tidak etis sekali kalau memanggil dengan nama saja."

"Kita kan mau jadi teman, Ro. Tapi baiklah kamu bisa panggil saya dengan sebutan apapun, kecuali jangan panggil dengan sebutan tuan, bos, atau pak. Kamu panggil saja saya Abang ya, saya mohon."

Om Suamiku? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang