OM 34

5.8K 369 12
                                    

Yuuuuuuuk vote and follow dulu ya, ramaikan dengan komentar kalian juga...hehehe

Happy Reading

"Nah, sekarang Opa dan Oma sudah di sini. Langsung saja, kami ingin menanyakan sesuatu sama Opa dan Oma."

"Tanya apa, Era?"

Era pun menoleh ke arah Ira yang dibalas anggukan singkat olehnya, dirinya pun menghembuskan nafasnya perlahan untuk meredakan kegugupan yang ia rasakan saat ini.

"Opa, Oma. Apakah benar kami ini anak kandung Ayah Haikal dan Bunda Relia?"

Pertanyaan yang keluar dari bibir Era itu, seketika membuat Papa dan Mama Haikal saling menatap satu sama lain dengan raut wajah terkejutnya.

"Ke-kenapa kok tiba-tiba Era tanya hal itu?" 

Bukannya menjawab pertanyaan dari Omanya itu, tapi kini Ira malah mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan itu berupa kartu keluarga yang ia temukan beserta foto dua orang yang tampak asing bagi mereka berdua.

Papa dan Mama Haikal pun tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya begitu melihat hal tersebut, mereka langsung saling menatap satu sama lain dengan jari-jemari Mama Haikal secara reflek memegang tangan Suaminya.

"Ini kartu keluarga milik siapa Oma, Opa? Kenapa nama kami ada di dalamnya, padahal di sana tertulis kepala keluarganya bukan Ayah Haikal?" Tanya Ira, yang mencoba untuk tidak menangis karena melihat raut keterkejutan yang begitu terlihat di wajah Oma dan Opanya entah mengapa telah menegaskan segalanya.

"Kalian dapat darimana barang ini?"

"Dari kamar Ayah, Opa. Sekarang tolong jelaskan semuanya sama kami!" Ucap Era, dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca.

Papa dan Mama Haikal tak kuasa menahan rasa sedihnya, begitu melihat kedua cucunya itu tampak begitu sedih.

"Baiklah, Opa dan Oma akan menjelaskan semuanya. Mana hal yang ingin kalian tahu lebih dahulu?" Ujar Papa Haikal sambil menatap kedua cucunya itu.

"Kami ingin penjelasan tentang siapa sebenarnya kami itu? Apakah benar kami bukan anak kandung Ayah Haikal dan Bunda Relia?"

"Huh, kalian..."

"Assalamualaikum." Perkataan Papa Haikal itu sontak langsung terputus, begitu melihat sosok putranya yang kini tengah memasuki ruang keluarga bersama Kezraf yang berada di gendongannya yang sepertinya tengah tertidur dan Ro yang berjalan di sampingnya.

"Walaikumussalam warakhmatullah." 

Haikal yang merasa ada yang berbeda dengan anak dan orang tuanya pun mengerutkan keningnya bingung.

"Ada apa? Kok kelihatannya serius banget gini." Tanya Haikal, setelah menyerahkan Kezraf ke gendongan Ro yang kemudian gadis itu membawanya menuju kamar miliknya. 

Papa dan Mama Haikal hanya menghembuskan nafasnya pelan, yang membuat Haikal semakin bingung dibuatnya. Terlebih kedua putrinya kini juga sama-sama terdiam, dan ia tahu jika mereka tengah sedih.

Hingga mata tajamnya melihat sesuatu yang berada di atas meja, sontak saja dia langsung mengambil barang tersebut. Haikal tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, ketika mengetahui barang yang tengah dipegangnya ini tergeletak di meja ruang keluarga dan sudah barang tentu kedua putrinya melihat hal ini.

"Syukurlah kamu sudah datang, Papa kira semuanya bisa kita tutupi sampai mereka sudah dewasa. Tetapi sepertinya takdir Allah berkata lain, mereka mengetahuinya lebih cepat dari yang kita kira."

Mengetahui hal ini, Haikal pun langsung memijit pangkal hidungnya pelan. Rahasia besar yang selama ini ia dan orang tuanya sembunyikan, akhirnya diketahui oleh kedua putrinya.

Dengan perlahan, kini Haikal mulai mendudukan badannya di sofa tepat di samping Era yang tengah menundukkan kepalanya sama dengan adiknya. Tangan besar Haikal pun mengelus lembut kepala dua anak gadisnya itu, seperti menyalurkan kasih sayang seorang Ayah yang selama ini berusaha ia curahkan kepada anak-anaknya.

"Era, Ira."

"Ayah, tolong jelaskanlah semuanya!" Tangis yang selama ini Era bendung akhirnya runtuh juga, dengan isakan tangis tertahan ia meminta sang Ayah untuk menjelaskan semua hal yang telah ditutupi dari mereka berdua.

"Baiklah, Ayah akan menjelaskannya. Tetapi Ayah ada beberapa syarat yang harus Era dan Ira penuhi, jika ingin mendengarkan penjelasan Ayah. Syaratnya, Era dan Ira tidak boleh berhenti memanggil Ayah dengan sebutan Ayah setelah mendengar penjelasan ini, juga tidak boleh bersedih ketika mengetahui penjelasan dari Ayah. Era dan Ira harus terus bahagia, bersama di keluarga ini. Apakah Era dan Ira bisa memenuhi syarat dari Ayah ini?"

"Hiks...bisa." Sahut Era dan Ira bersamaan.

"Huh, baik. Ayah akan mulai menjelaskannya. Tentang kartu keluarga ini, memang benar ini adalah kartu keluarga milik kalian sebelum Ayah mengubahnya. Kalian pasti bertanya-tanya, siapa Abrizam Putra Abdullah dan Kismanara Safitri itu kan. Kenapa bisa nama mereka tertulis di dalam kartu keluarga ini. Jawabannya adalah karena mereka orang tua kandung kalian, apakah kalian menyadari jika ada kesamaan antara nama Ayah dan nama laki-laki ini?"

Era dan Ira pun sontak langsung menganggukkan kepalanya, seolah menyetujui ucapan Ayahnya itu.

"Laki-laki di foto ini adalah Kakak Ayah, dia beda tujuh tahun dengan Ayah."

"Apa?"

"Ayah kandung kalian sebenarnya adalah Kakak Ayah, Abrizam. Begitu pun dengan Ibu kandung kalian, bukan Relia tetapi Kismanara. Kakak iparnya Ayah."

"La-lalu sekarang mereka dimana, Yah?"

Haikal tampak menoleh ke arah Mamanya yang tampak sendu, sambil menatap kedua cucunya itu.

"Mereka sudah meninggal dunia karena kecelakaan mobil, waktu itu kalian masih berusia kurang lebih dua tahun. Dulu sewaktu kalian masih balita kata pertama yang terucap dari bibir kalian adalah kata Ayah dan Bunda, kami melihat kalian yang seperti itu menjadi sedih. Karena bahkan kalian belum mengingat dengan jelas wajah orang tua kandung kalian sendiri. Oleh karena itulah, Ayah memutuskan untuk menganggap kalian sebagai anak Ayah sendiri, meskipun waktu itu Ayah masih sangat muda dan bahkan belum menikah. Kalian pasti bertanya-tanya, kenapa bisa kalian jauh dari orang tua kandung kalian. Jawabannya adalah  karena waktu itu Kak Abri dan Kak Kismanara mengurusi permasalahan antara orang tua Kak Nara dengan Kak Abri yang kala itu berusaha menyingkirkan kalian dari dunia ini. Mereka sangat khawatir dengan keselamatan kalian, hingga akhirnya mereka memilih untuk tinggal terpisah dengan kalian berdua setelah kalian lahir ke dunia."

"Astaghfirullah." Kini kedua gadis kembar itu langsung menangis dengan keras, setelah Haikal menjelaskan segalanya kepada mereka.

Haikal yang melihat anaknya seperti itu, langsung memeluk keduanya sambil sesekali mengecup pucuk kepala mereka agar mereka bisa kembali tenang.

Bahkan Mama Haikal kini juga ikut terisak ketika dirinya harus kembali mengingat putra sulungnya yang telah pergi meninggalkannya untuk selamanya. Papa Haikal yang melihat Istrinya kembali bersedih ketika cerita putra sulungnya kembali diungkit, hanya bisa membawa sang Istri ke dalam dekapannya agar dirinya bisa tenang kembali.

Di sisi lain, Ro yang sedari tadi melipat baju milik Kezraf yang habis di jemur langsung menghentikan kegiatannya begitu kedua telingannya mendengar isakan tangis yang cukup keras. Karena khawatir terjadi sesuatu, Ro pun akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar Haikal.

Namun, belum sampai dirinya di pertengahan tangga menuju ruang keluarga dirinya langsung menghentikan langkahnya ketika melihat Era dan Ira tengah menangis di dalam pelukan Haikal. Dalam benaknya muncul kekhawatiran sekaligus banyak pertanyaan, kenapa Era dan Ira sampai menangis seperti itu. Karena menganggap sepertinya ada masalah keluarga yang sedang mereka bahas, Ro pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamar karena mengingat dirinya hanya pengasuh di sini dan tak lebih dari itu maka dirinya tak pantas ikut campur bukan.











Bismillah

Semoga suka ya...

Jangan lupa vote and comment...jika ingin cerita ini lanjut di sini..hehehe

Penasaran sama kebucinan Haikal nanti...? Stay tune dan ramaikan dengan komentar dan votenya ya...hehehe



Bye

Wassal

Om Suamiku? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang