OM 38

6K 388 36
                                    

Gaaaaaas kan voteeee and comeeeeeent yak....hehehe

Because this is special part, yang kalian tunggu-tunggu selama ini...jadi rameiiiiiiiiiin yuk hehehe

Happy Reading

Seorang gadis kini tengah di rias sedemikian rupa oleh salah seorang penata rias, karena hari ini adalah hari yang begitu penting dan sakral dalam hidupnya. Perjuangan yang tak kenal lelah dan pantang menyerah dari seseorang yang begitu mencintainya, akhirnya mampu meluluhkan hatinya yang sedari dulu belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Merasa belum percaya, heran, sekaligus takjub karena dirinya mampu sampai ke tahap ini dimana ia nanti akan menjadi sosok yang berbeda dari dirinya yang sebelumnya. Terlebih seseorang yang begitu gencar memperjuangkannya itu adalah sosok yang luar biasa, yang sering membuat dirinya merasa tak pantas jikalau haras bersanding dengan sosoknya. 

"Mbak, tolong riasannya yang sederhana saja ya. Saya tidak mau yang terlalu berlebihan." Ucap gadis itu pada penata rias yang saat ini tengah memoleskan krim yang katanya sebagai dasarannya.

"Baik, Mbak."

Degup jantung yang sedari tadi terus berdetak kencang, semakin membuat dirinya merasakan kegugupan yang hebat. Kesedihan, kebahagiaan, dan keharuan bercampur menjadi satu dalam perasaannya saat ini. Sedih karena dirinya merasa kesepian, saat di hari sakralnya seperti sekarang ini tidak ada keluarga yang bisa mendampinginya. Bahagia, karena sebentar lagi dirinya bisa menyempurnakan separuh agamanya dan menjadi sosok yang ia impikan sejak dahulu. Terharu, sebab dirinya bisa dicintai oleh seseorang yang dahulu ia anggap sebagai sosok yang asing tetapi ternyata menyimpan keseriusan besar dan memberikan cinta tulus kepada dirinya.

Cklek!

Suara pintu terbuka, membuat gadis yang tengah di rias itu menolehkan kepalanya ke sumber suara sambil menyunggingkan senyumnya begitu melihat sosok wanita paruh baya yang baru saja memasuki kamar itu.

"Masha Allah, kamu cantik sekali Sayang. Tapi make up-nya cepet banget perasaan." Ucap wanita paruh baya itu, sambil mengelus lembut kepala gadis yang wajahnya sudah terbalut make up natural itu.

"Iya, Bu. Soalnya Mbaknya minta supaya make up-nya yang sederhana saja, jadi saya pakai make up natural. Nggak memakan waktu yang lama jadinya, terlebih kulitnya Mbaknya juga udah bagus jadi menurut saya sangat cocok memang memakai gaya make up ini."

"Dia kan memang kulit bidadari gitu." Sahut wanita paruh baya itu, yang sengaja menggoda gadis yang sebentar lagi akan menjadi bagian dari keluargannya itu.

"Ibu." Gadis itu tak bisa menyembunyikan wajah meronannya, akibat pujian dari wanita yang sudah ia anggap sebagai Ibunya sendiri itu.

"Hahaha, mukanya langsung merah. Ya sudah, Ibu keluar dulu ya. Nanti kamu turun sama kedua calon anak gadis kamu."

"Iya, Bu."

"Calon suami Mbak, sudah punya anak ya?" Tanya perias itu setelah melihat wanita paruh baya tadi keluar dari kamar.

"Iya, sudah."

"Sepertinya berat ya Mbak kalau harus mengurusi anak yang secara garis darah tidak terhubung dengan kita, entah mengapa rasanya sulit gitu. Apa Mbak merasakannya juga?"

"Alhamdulillah, tidak. Saya menikmati ketika bersama anak-anak dari calon suami saya, mereka anak yang baik dan selalu membuat saya nyaman ketika berada di dekat mereka. Bahkan saya sering kali merasakan dan menganggap jika mereka adalah anak kandung saya sendiri, karena mungkin saya selalu dekat dengan mereka dan mereka pun sepertinya nyaman berada di dekat saya."

"Wah, Mbak hebat juga. Karena menurut pengalaman saya, banyak banget perempuan yang akan menikah dengan seorang duda yang memiliki anak maka fokusnya itu hanya pada Bapaknya bukan anaknya. Jadi, nggak heran kalau di lingkungan sekitar saya itu persepesi tentang ibu tiri itu kerap kali di anggap negatif."

Om Suamiku? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang