**
Lagi-lagi Sia melompat waktu, kesadarannya kini tertuju pada pasangan suami istri yang tengah berdebat, sang suami hampir saja memecahkan barang di kamar mereka.
"Potter please!"
"Tasia, bagaimana bisa aku menyerahkan anak kita kepadanya," murka Potter.
Tasia menggeleng-gelengkan kepalanya, "Potter, aku tahu, tapi tidak ada cara lain lagi. Sia membutuhkan pertolongan sesegera mungkin."
Tasia menggenggam erat tangan Potter lalu tersenyum dengan derai air mata yang masih menghujani pipi, "Potter, kita harus melindungi Sia, Putri kita."
"Sudah 5 hari ia tidak bangun, aku tidak bisa membiarkan Putriku tersiksa Potter, aku mohon."
Potter menghela napas, ia menepuk tangan Tasia dan menggangguk paham, kemudian ia berjalan keluar ke ruang tamu. Di sana sudah ada seorang pria yang duduk sembari membopong seorang anak yang tengah terpejam.
Sia merasa heran, mengapa Janu ada di sini, apa hubungan yang sebenarnya antara dia dengannya?
"Waktu kalian tidak banyak. Segel Sia semakin terbuka dan tubuhnya semakin melemah," ujar Janu memperingati.
"Kau sempat mengatakan bahwa Sia adalah Dewi Bumi lalu tubuhnya yang kecil tidak mampu menampung kekuatan besarnya hingga membuat segel perlahan terbuka. Lantas bagaimana agar segel itu tertutup untuk selamanya?" tanya Potter dengan tatapan was-was.
"Segel itu tidak akan bertahan, suatu saat pasti akan terbuka, dia tidak bisa menghindari takdirnya. Aku hanya bisa membantu dia menyembunyikannya selama beberapa tahun, jadi aku mohon kerja samanya," jelas Janu.
"Baiklah, kalau begitu biarkan kami ikut ke tempat ritual penyegelan itu," putus Potter membuat Janu sedikit tersentak namun langsung tersenyum simpul.
"Tentu saja."
Firasat Sia berkata akan ada hal buruk, ia merasa ada yang mengganjal. Ia menatap Sia kecil yang masih tertidur pulas di pangkuan Janu.
Janu berulang kali mengelus kepala Sia kecil dan menggumamkan sesuatu yang ia tak mengerti, jalanan lurus yang kanan kirinya hutan menambah kesan seram, meski begitu Potter dan Tasia hanya mengikuti arah dari Janu.
Potter mengerem mendadak membuat badan Sia kecil terhuyung ke depan untung saja ada Janu yang memeluknya erat di kursi belakang.
"Siapa mereka?" tanya heran Potter ketika melihat gerombolan manusia pucat yang menghadang di depan mobil.
"Jadi mereka juga mengincarmu ya?" gumam Janu kepada Sia kecil. Ia lalu menyerahkan Sia kepada Tasia dan dipeluknya dengan erat.
"Tolong lindungi Sia," titah Janu di angguki Tasia dan Potter.
"Hati-hati."
Janu dengan sigap membanting tubuh Vampire ke tanah hingga ia terkapar, karena terlalu fokus kepada pertarungannya ia sampai membiarkan beberapa Vampire lolos dari jangkauannya dan mengejar Potter dan Tasia yang kabur.
"Ah sial! Aku tak bisa bebas menggunakan Mana di dunia ini!" umpat Janu.
Sia menangis ketika melihat Janu dan kedua orang tuanya melindungi mati-matian dari gerombolan Vampire yang begitu banyak.
"Kita terkepung, Potter kita harus bagaimana!"
"Aku akan mengecoh mereka dan kau bawa lari lah Sia sejauh mungkin," ucap Potter kemudian turun dari mobil dan Tasia menggantikan kursi kemudi, kini sekarang dia yang menyetir.
Bahkan saat Vampire itu berhasil memecahkan kaca mobil dan meski kekuatan ia tak sebanding, Mamanya masih terus menyetir, ia belum menyerah.
"Potter!" jerit Tasia melihat leher Suaminya tercabik-cabik di spion.
"Papa!!" isak Sia.
Ada beberapa Vampire yang menghadangnya membuat Tasia oleng lalu tak bisa mengontrol kemudinya dan membuat ia melewati bahu jalan dan menabrak pohon besar yang ada berdiri kokoh di sana. Kepala Tasia membentur kemudi, namun untunglah salah satu telapak tangan Tasia berhasil mengambil boneka dan melindungi kepala Sia kecil dari benturan begitu keras.
Kesadaran Tasia mulai menurun, ia mencoba memegang tangan Sia kecil dan bersamaan dengan napas terakhirnya ia berkata, "Maafkan Mama belum bisa melindungi ka--"
Hati Sia tersayat hebat, dia tidak menyangka kematian orang tuanya yang dikabarkan kecelakaan tunggal ternyata kenyatannya, ini adalah pembunuhan berencana.
"Hiks, Mama, Sia-- Argh!!!"
Janu berhasil mengalahkan sisa Vampire yang mengepung mobil meski sudah terlambat, ia hanya bisa menyelamatkan Sia.
"Hanya ini yang bisa aku lakukan untukmu, bertahanlah sampai orang itu datang."
Janu memegang dadanya dan merapal beberapa mantra lalu dari tangannya keluar cahaya terang yang ia arahkan kepada ubun-ubun Sia.
Sia menangis tersedu-sedu, ia sudah tidak memiliki tenaga lagi, sudah berapa banyak korban jiwa hanya untuk menyelamatkan dirinya, pada peperangan maupun tragedi hari ini.
"Saat kau dewasa, jangan pernah menyalahkan dirimu apapun yang terjadi agar kamu dapat berkembang."
Sia terdiam, ia merasa tertampar dengan ucapannya seolah Janu tahu bahwa dirinya dapat melihat ini semua.
Janu mengeluarkan banyak darah dari mulutnya, menandakan tubuhnya tidak bisa menahan lebih lama lagi. Tubuh Janu pun berangsur menghilang menjadi debu yang berkilau.
Namun tak disangka ternyata masih ada beberapa Vampire yang bertahan dan kemudian berniat membawa Sia kecil, untung saja Red Demon muncul diwaktu yang tepat dan menebas kepala Vampire hingga berserakan di jalanan.
Red Demon mengendus beberapa kali, "Sepertinya ada sihir yang menyelamatkanmu, gadis kecil," ucapnya sembari membopong Sia.
"Akhirnya aku menemukanmu, Belle Helmiton."
Bersambung...
$
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me Mr.Demon
FantezieCOMPLETED #3 in Goddess #2 in word #4 in Vs {1 April 2020} #2 in Demon {8 April 2020} Haruskah melawan takdir yang telah di tentukan atau pasrah dengan keadaan? Siapa saja tolong katakan bagaimana caranya terlepas dari takdir konyol seorang Goddess...