Chapter 21: Insect

26.6K 2.2K 189
                                    

"Kalian boleh pergi." Ujar Key pada dua bodyguard yang mengekorinya dari belakang. Kedua bodyguard tersebut merendahkan tubuh sejenak kemudian berlalu pergi sesuai perintah.

Key berjalan menuju bagasi mobil terlihat lah banyak mobil yang terparkir disana.

Namun tentunya tempat parkir mobil mewah miliknya tak lah berada disini namun berada diujung yang di peruntukkan khusus untuk orang orang penting, dan Key adalah orang yang penting karena ia adalah seorang CEO disini.

Key mempercepat langkahnya karena hujan mulai turun. Gemuruh petir menyahut membuat suasana di sekitarannya terasa semakin dingin hingga ia bergidik, bulu kuduknya meremang tak tau entah kenapa.

Disaat Key membuka pintu mobil ia terlonjak kaget ketika melihat ada seorang pria bertopi duduk di atas kursi kemudi mobilnya.

Segera Key mengambil revolver miliknya dan mengarahkan tepat pada kepala pria itu.

"Siapa kau?"

Kepala itu memutar 90 derajat menoleh ke arahnya. Dan Key menurunkan pistolnya ketika melihat pria tersebut tak lain dan tak bukan adalah putranya, Elios. Ia menghela nafas sembari masuk ke dalam mobil, lalu  meletakkan revolver miliknya ke atas meja dashboard.

"Ada apa kau kemari? Ingin meminjam mobil? Mau kemana memangnya malam malam buta begini."

Elios tak menyahut pria itu hanya diam dengan tatapannya yang lurus sedatar dinding.

Sekali lagi Key hanya bisa menghela nafas. Ia melempar kunci mobil pada Elios menyuruh pria itu untuk melajukan mobilnya.

"Antar aku pulang ke mansion setelah itu jika kau mau pergi pergilah." Ujar Key sambil menarik seatbelt tuk dipasangkan ke tubuhnya. Namun entah kenapa Seatbelt itu susah ditarik.

"Aku sangat mencintai Evelyn." Ujar Elios tiba tiba.

"Dan aku akan melakukan apapun untuknya."

"Termasuk..." Elios menoleh ke samping pada Key yang sedang fokus pada seatbelt nya. Kenapa sabuk ini susah sekali sih ditarik, fikir Key dalam hati.

Karena terlalu fokus pada sabuk itu, Key tak menyadari bahwa sekarang ada sebuah tangan yang sedang melayangkan palu setinggi tingginya tuk menghantam tepat ke atas kepala pria tua itu.

Buggh

"Membunuhmu."

Tubuh Key membeku, suasana hening untuk beberapa saat.

Hingga kemudian tangannya terulur tuk menyentuh puncak kepalanya yang sedikit demi sedikit mengeluarkan darah.

Lalu ia menoleh perlahan ke arah samping ke arah dimana Elios yang sedang menatapnya dingin dengan sebuah palu di tangan pria itu.

Mendadak pusing melanda dirinya sebelum ia benar benar pingsan ia bertanya pada putranya, kenapa melakukan hal ini.

Dan Elios menjawab "Kenapa ya?"

Keningnya berkerut memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan itu.

"Ah!"

"Mungkin karena kau sangat mirip dengan-" Elios menjeda kalimatnya seraya menatap Key dengan tatapan kasihan.

"Serangga."

***

Hujan turun semakin deras. Sekarang sudah menunjukkan pukul empat pagi. Evelyn mengernyit dalam tidurnya ketika merasakan suhu yang semakin dingin di loteng ini.

Evelyn mengucek ngucek matanya mengumpulkan nyawa. Tubuh naked nya terlihat, ia menoleh ke sekeliling tak melihat adanya Elios disampingnya hal itu membuat matanya berkaca kaca.

Jdarrr

Kilat menyambar dan Evelyn semakin ketakutan. Ia mengeratkan pelukannya pada selimut.

Jdaarrr

Jendela kecil di loteng itu mengeluarkan kilat putih. Cuaca semakin memburuk dan kilat terus terusan menyahut. Evelyn menutup kedua telinga nya agar tak mendengar gemuruh petir yang terus datang silih berganti.

"Hiks hiks kak El. Ev hiks ta hiks takut."

"Kak El dimana."

Elios dengan tubuhnya yang basah kuyup masuk ke dalam loteng melewati jendela kecil yang ada disana. Tak ada yang tau bagaimana ia bisa sampai disitu.

Yang jelas raut wajahnya terlihat begitu khawatir. Segera ia mendekati Evelyn yang sedang ketakutan disana. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan bahwa gadisnya ini memiliki ketakutan yang sangat berlebihan pada gemuruh petir.

Elios membuka bajunya hingga bertelanjang dada. Tak mungkin ia memeluk gadis itu dengan pakaiannya yang basah bisa bisa Evelynnya sakit nanti.

Setelah itu Elios membawa Evelyn masuk ke dalam dekapannya. Evelyn menangis di atas dada bidang Elios.

Disana ia mengelus punggung telanjang Evelyn penuh sayang. Dalam pelukan itu kulit mereka bertemu, Evelyn menjadi tenang ketika ia merasakan kehangatan dan ketenangan yang Elios berikan.

"Shhtt tak ada yang perlu Ev takutkan, kakak sudah disini... disamping Ev."

Elios terus membisikkan kata penenang hingga kemudian kelopak mata cantik itu kembali tertutup dan terdengar dengkuran kecil dari si empu pertanda ia sudah terlelap.

Kemudian Elios pun memejamkan mata berniat menyusul bersama ke alam mimpi. Berharap akan bertemu gadis ini lagi dalam mimpi kecilnya.

***

Pagi tiba. Camilla tersenyum senang dengan apa yang dibawanya. Wanita cantik itu sedang membawa sebuah roti lapis yang ia buat sendiri untuk anaknya Evelyn.

Ia berjalan menaiki tangga sambil bersenandung senang lalu berjalan menuju sebuah lorong yang ujungnya terdapat kamar Evelyn.

Camila mengetuk pintu kamar, namun tak ada sahutan.

"Evelyn sayang~ Ini ibu nak ibu buatkan roti lapis kesukaanmu." Sahut Camila dari luar. Namun, tak ada jawaban.

Hingga tanggannya terulut tuk menarik gagang pintu.

"Haiiss anak ini kenapa suka sekali mengunci pintu sih. Setiap saat setiap hari dia selalu mengunci pintunya." Gumam Camila.

Berulang kali Camila memanggil namun tak ada jawaban hingga ia lebih memilih kembali ke lantai bawah dan menunggu Evelyn disana. Mungkin saja anaknya ini masih tidur. Fikirnya dalam hati.

Disaat Camila berjalan ia melihat siluet seorang gadis dari kaca jendela. Disana ia melihat Evelyn yang seperti sedang berbicara dengan seseorang.

Camila berjalan mendekat ke arah dimana Evelyn berada "Evelyn?"

Evelyn tersentak, gadis utu terlihat kaget dengan kehadiran ibunya. Namun ia berusaha menutupi raut itu dengan senyuman.

"I iya ibu? Ada apa?"

Camila mengernyit ia menatap ke sekeliling namun tak ada siapapun disini.

"Apa kau sedang berbicara dengan seseorang?"

"I iya ibu. Ev sedang berbicara dengan bibi pelayan."

Camila memagut magut dengan mulutnya yang membentuk 'O' sempurna.

"Ibu fikir kau masih tidur di kanar."

Evelyn tersenyum kecil "Tidak, Ev sudah bangun." Balasnya lembut.

Camila menarik tangan Evelyn membawa putrinya berjalan menuju ke lantai bawah "Ibu membuatkan roti lapis kesukaanmu lo. Kau harus mencobanya, kau pasti suka."

Camila yang terlalu antusias membawa Evelyn dengan langkah cepat, Evelyn mengikutnya dengan langkah yang tertatih tatih.

"Kenapa kau berjalan seperti itu, apa kaki mu terluka?"

"Iya, bu."

"Yasudah nanti ibu obatkan ya."

"Tidak. Tidak perlu bu Ev bisa melakukannya sendiri."

Camila tampak terdiam sejenak lalu kemudian membalas "Baiklah."

Ia membawa Evelyn dengan langkah yang lebih pelan. Namun tanpa Evelyn sadari kening Camila mengerut mendapati tingkah Evelyn yang semakin lama terasa semakin...

Aneh?

Am I Scary?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang