.
.
.
.
.
Edzard melangkahkan kakinya memasuki gedung putih bertuliskan rumah sakit jiwa. Pemuda itu sengaja datang lebih pagi karena dia tidak bisa tidak khawatir pada dane."Selamat pagi dokter edzard." Edzard tersenyum saat beberapa perawat menyapanya ramah.
Edzard memang orang yang irit bicara, meskipun sebenarnya dia orang yang ramah.
Edzard sekarang paham kenapa ayahnya meminta dia bekerja dirumah sakit jiwa ini setelah menyelesaikan gelar spesialisnya. Ayahnya yang saat ini juga menjabat sebagai kepala rumah sakit itu, ingin edzard membantu dane.
Edzard berdiri didepan kamar dane, mengintip sebentar dari jendela kecil yang ada dipintu itu, memastikan apakah dane sudah bangun atau tidak.
"Selamat pagi dane." edzard membuka pintu kamar dane, menyapa penghuni kamar itu ramah.
"Bagaimana tidurmu?" Edzard mendudukan dirinya di sisi kanan ranjang dane. Menatap lelaki yang sedang terdiam sembari memainkan jarinya itu gemas.
"Sepertinya aku datang terlalu pagi ya, aku pergi dulu jika begitu, aku akan kembali lagi nanti." Edzard beranjak meninggalkan kamar dane. Membiarkan pemuda itu menghabiskan waktunya sendirian sebelum sarapan.
"Anda sudah datang sepagi ini ternyata?" edzard menengok, dia menemukan ira berdiri dibelakangnya dengan nampan berisi makanan.
"Tidak juga, ini bahkan sudah masuk waktu sarapan untuk mereka." ira tertawa mendengar jawaban edzard.
"Kamu terlalu kaku untuk cowok berumur 26 tahun, dokter." edzard memandang ira tidak suka.
"Sudah ku bilang, jangan panggil aku dokter, kak." ira kembali tertawa, ya sejak pembicaraan mereka kemarin, keduanya sepakat memanggil dengan panggilan informal.
"Kamu sudah melihat dane?" edzard mengangguk.
"Apa dia memang selalu bangun sepagi itu?" ira tersenyum kecil sebelum menjawabnya.
"Iya, dia memang selalu bagun sebelum pukul 5, sudah lebih baik dari pada awal dia datang." edzard menatap ira, menunggu kelanjutan penjelasan ira.
"Saat awal dia ada disini, dia bahkan tidak tidur, dia hanya tidur beberapa hari sekali, itupun hanya 2 jam." edzard melotot tidak percaya. Dia tau dane menderita insomnia tapi dia tidak tau bahwa sudah separah itu.
"Itulah kenapa kami memberinya obat tidur dulu, tapi dia tidak pernah meminumnya, aku yakin sampai sekarang pun seperti itu."
"Apa dia membuangnya?" ira menggeleng.
"aku yang membuangnya, karena dia selalu menyimpan obat itu dibawah kasurnya, kamu harus mengeceknya nanti." edzard mengangguk, pandangannya beralih pada nampan yang dibawa ira. Pasti sarapan dane.
"Biar aku yang mengantar sarapannya." Ira menyerahkan nampan itu dengan senang hati, dia tau dokter dihadapannya ini berbeda dengan dokter yang bertanggung jawab sebelumnya.
"Pastikan dia menghabiskan semuanya." edzard mengangguk, kemudian beranjak menuju kamar dane.
"Semoga edzard bisa membuatmu keluar dari sini." ira berbalik, menuju kearah berlawanan dengan edzard. Lebih baik dia membantu perawat yang lain.
.
.
.
.
.
Edzard kembali masuk kedalam kamar dane, kali ini dia melihat dane sedang duduk dengan kaki menggantung disisi tempat tidur."Sepertinya kamu sudah mandi." dane melirik kearah pintu kamarnya. Edzard tersenyum manis saat melihat itu.
"Sarapanmu, habiskan ya." Edzard meletakan nampan berisi makanan itu dihadapan dane. Edzard menatap bagaimana dane mulai menyentuh makanannya dengan perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
FanfictionEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...