07

1.1K 141 20
                                    

.
.
.
.
.
Seperti kebiasaannya selama ini, saat ini Dane sedang duduk dibawah pohon dengan dua anak kucing yang bermain dipangkuannya.

Dane hanya menatap datar, tapi jika diperhatikan terdapat senyum tipis dibibirnya. Ini kali pertama Dane merasa tenang bermain diluar kamarnya, dan semua itu karena kehadiran sosok Edzard, psikiater muda yang dengan mudahnya mendapat kepercayaan dari Dane. Memang belum sepenuhnya tapi jika dilihat sedikit demi sedikit Dane mulai memberikan kepercayaan pada dokter muda itu.

Edzard sedang memperhatikan Dane, sesekali pemuda itu tersenyum saat Dane menarik tangannya dari gigitan anak kucing itu.

"Lucu." Edzard mendekati Dane, mengelus pelan kepalanya.

"Kamu gak capek?" Dane menggeleng, sebuah kemajuan, karena Edzard tidak lagi diacuhkan.

"Masih ingin disini? atau kembali kekamar?" Dane menatap kedepan, Edzard tau sebenarnya pemuda itu tidak ingin kembali kekamar. Tapi mau bagaimana lagi, dia harus mengerjakan pekerjaan lain saat ini.

"Aku harus mengerjakan sesuatu, atau kamu mau disini menunggu Ira?" Dane beranjak, mengenggam sneli Edzard.

Edzard akhirnya membawa Dane kembali kekamarnya, memastikan pasien mungilnya itu aman, sebelum meninggalkannya.

Dane belum juga melepaskan genggamannya pada sneli Edzard, meskipun mereka sudah berada dikamar saat ini.

"Ini untukmu." Edzard meraih tangan Dane, dia meletakan sebuah rubik di tangan pemuda itu.

Dane menatap tangannya, dia baru saja diberi sebuah mainan. Selama ini dia hanya mendapat pensil warna juga kertas. Tapi kali ini dia mendapat rubik dari dokter dihadapannya.

"Selama kamu menunggu ku atau Ira, kamu bisa selesaikan itu dulu." Edzard tau Dane, menyukai pemberiannya, dia melihat binar antusias di mata Dane saat ini.

"Aku pergi dulu." Edzard meninggalkan Dane yang mulai asik memainkan rubiknya. Edzard tersenyum, dia belum pernah seperhatian ini pada pasiennya.
.
.
.
.
.
Dane sudah hampir menyelesaikan semua sisi rubik yang diberikan Edzard, saat telinganya mendengar suara pintu terbuka, diiringi suara ketukan hak sepatu.

Dane merasa tubuhnya kaku, tangannya gemetar, otaknya mengirim sinyal bahaya pada seluruh tubuhnya. Dane tau bukan Ira yang masuk kekamarnya. Jika itu Ira, perempuan itu pasti sudah menyapa Dane saat membuka pintu, sama seperti Edzard.

Dane melihat seorang berdiri disebelah kanannya, seorang dokter, Dane melihat jas putih yang sama dengan yang digunakan Edzard. Dane mulai ketakutan, nafasnya mulai memburu.

"Wah, sepertinya jalang kecil ini ketakutan." Dane merasakan rambutnya dijambak oleh orang disebelahnya, Dane mengenalinya, dia dokter Karin, dokter pertama yang bertanggung jawab atas dirinya.

"Masih saja bisu ya."

"Kamu tau, sampai kapan pun kamu gak akan bisa keluar dari sini, dokter Edzard juga bakal pergi dari kamu, secara dokter Edzard itu waras, gak kayak kamu yang gila." Dane mendorong dengan keras dokter karin, menghiraukan rasa sakit dikepalanya karena rambutnya yang ikut tertarik.

"Dasar bocah gila sialan." dokter karin yang sempat terdorong, bangkit dan mendekati Dane, sedangkan Dane, pemuda itu sudah beringsut menjauh, berhenti diujung ruangan.

"Berani sekali kamu." dokter karin melayangkan pukulan pada perut Dane, pemuda itu langsung jatuh terduduk, pukulan karin selalu berhasil menyakitinya.

"P-pergi."

"Ah ternyata sibisu bisa berbicara." dokter karin mendang perut Dane, membuat pemuda itu meringkuk kesakitan.

Still HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang