04

1.3K 143 5
                                    


.
.
.
.
.
Bruk

Vano meletakkan sepiring nasi goreng dengan kencang di meja kantin, menghasilkan tatapan tajam dari seorang pemuda berkacamata yang sibuk membaca bukunya.

"Lo udah bosen idup?" Vano nyengir saat mendengar kalimat pelan tapi menusuk dari Aldi.

"Ehe sorry Al." Vano membentuk huruf v dengan kedua jarinya.

"Lo, kenapa dah? dari tadi gue perhatiin kusut bener itu muka?" aldi menutup buku yang dibacanya dan meletakkannya dimeja.

"Habis dimarahin pak surya, dia." Andra yang baru datang langsung menyahut pertanyaan Aldi.

"Lo sih Ndra, kagak mau kasih gue contekan." Vano melirik tajam pada Andra yang sibuk melahap baksonya.

"Malah nyalahin gue lagi, salah lo sendiri gk belajar." Andra yg gak terima disalahkan pun mendebat.

"Ya, tetep aja itu salah lo."

"Bisa diem gk kalian?" Andra dan Vano yang sibuk berdebat langsung kicep waktu dengar suara dingin Aldi.

"Hm, ini san sama gibran kemana dah?" andra mencoba mencairkan suasana yang mendadak kaku.

"Lah iya, kemana dua orang itu?" vano ikut celingukan mencari dua sahabatnya yang sama sekali tidak terlihat batang hidungnya.

"San bolos, dia cuma nitip absen tadi, kalau gibran, gue gak tau." andra merubah ekspresinya waktu mendengar san ternyata membolos.

"Kok san bolos gak ajak-ajak sih!" Andra mulai heboh menghubungi san. Enak aja sahabatnya satu itu membolos sendirian.

"Gibran juga bolos tadi." aldi yang sebelumnya tidak tertarik menatap kedua sahabatnya itu seketika menatap vano lekat.

"Gibran bolos?" vano mengangguk, aldi langsung beraih buku dan tasnya lalu beranjak pergi.

"Eh, mau kemana lo Al?" andra yang melihat aldi beranjak, langsung berteriak, meskipun tidak direspon oleh aldi.

"Cih, kalau suka kan harusnya dia ngomong langsung." vano yang mendengar andra menggerutu, mengangguk setuju.

"Tapi masalahnya gibran kan, kelihatan benci banget sama aldi."

"Hm, sejak bang dane pergi, gibran jadi keliatan benci banget sama aldi." vano menatap andra tajam. Dia benci saat nama dane disebut.

"Gak usah nyebut nama bajingan itu." andra sukses menutup mulutnya saat mendengar suara vano yang menahan amarah. Dia baru sadar bahwa dia menyebut nama yang dibenci oleh sahabatnya itu.

"Sorry." andra menatap vano yang beranjak, meninggalkan dia sendirian dikantin.

"Ah elah, nih mulut pake keceplosan segala." andra memukul mulutnya pelan. Meruntuk dalam hati, kenapa dia bisa keceplosan menyebut nama itu.

Meskipun sebenarnya dia sendiri merindukan sosok dane ada di kehidupan mereka.
.
.
.
.
.
Gibran sedang merebahkan dirinya diatas ranjang saat pintu kamarnya terbuka tanpa diketuk lebih dulu.

"Ngapain lo kesini?" Gibran berkata sarkas saat tau siapa yang membuka pintu kamarnya. Aldi, salah satu sahabatnya. Apa masih bisa disebut sahabat jika gibran sendiri membenci aldi?

"Kenapa lo bolos?" Gibran tidak menjawab. Dia hanya berdecih pelan.

"Gibran jawab gue!" Gibran bangkit dan langsung mendekati aldi yang berdiri di dekat pintu.

"Kenapa lo mau tau urusan gue?" aldi mendadak mundur saat gibran semakin mendekatinya. Sebesar apapun nyalinya, aldi bakal ciut jika berhadapan dengan gibran.

Still HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang