.
.
.
.
.
Edzard dan Lutfi sedang asik berbicara, mereka tidak menyadari bahwa Dane sedang memandang mereka lekat. Perlahan dane bangkit dan berjalan mendekati mereka.Sret
Edzard langsung menoleh saat snelinya ditarik, dia menemukan Dane di sampingnya, berdiri lumayan jauh dengan tangan terulur.
"Ada apa?" Dane menunduk.
"Capek? mau balik ke kamar?" Dane menggeleng, Edzard bingung, biasanya jika Dane sudah menghampirinya maka pemuda itu pasti ingin kembali kekamar.
"Dane butuh apa?" Dane tetap diam, hingga netranya menanggap lirikan Dane pada Luthfi. Ah benar, ada Luthfi disana.
"Dane mau kenalan sama dia?" Edzard menunjuk Luthfi yang tersenyum ramah pada Dane.
"Sini." Edzard menarik tangan dane mendekat, Edzard tau Dane takut tapi pemuda itu tidak menahan tangan dan menuruti Edzard untuk mendekat.
Luthfi tersenyum gemas saat melihat tingkah Dane yang menurutnya menggemaskan.
"Gak apa, dia gak jahat kok, gak bakal marahin Dane."
"Halo Dane, aku Luthfi, temennya bang Edzard." Dane menatap tangan Luthfi yang terulur, kemudian menatap Edzard yang mengangguk. Perlahan Dane mengulurkan tangannya dan membalas uluran tangan Luthfi.
"AH YA GUSTI IMUTNYA!!" Luthfi berteriak tanpa sadar. Dane yang mendengar itu langsung beringsut mundur kebelakang Edzard.
"Mulutnya Luth." Luthfi yang tersadar langsung menutup mulutnya, dia menatap Dane yang ketakutan dibelakang tubuh Edzard.
"Aduh aduh maaf ya, sini gak usah takut." Luthfi mencoba mendekati Dane, tapi justru membuat Dane semakin takut. Dane menarik sneli Edzard sedikit keras.
"Luth diem dulu, jangan berisik disini, ayo ikut." Edzard paham Dane ingin kembali kekamarnya. Luthfi menutup mulutnya, takut dimarahin Edzard. Edzard kalau marahkan macam emak-emak yang gak terima ditegur karena nyalain lampu sen kiri tapi belok kekanan.
Edzard membawa Dane kekamarnya, diikuti Luthfi yang berjalan sedikit jauh dibelakang keduanya, menjaga supaya Dane tidak merasa takut. Edzard menemukan Ira begitu dia membuka pintu, perawat itu tengah membersihkan kamar Dane.
"Sore dokter." Ira tersenyum ramah saat melihat Edzard berdiri diambang pintu dengan Dane dibelakangnya.
"Ini sudah sore, tumben belum pulang?" Dane sudah duduk dengan nyaman diranjangnya, dia memainkan jarinya.
"Sebentar lagi Zard, mau lihat Dane sebentar sebelum balik, seharian aku gak lihat dia karena sibuk bantu yang lain." Edzard tertawa, Ira memang perhatian pada Dane. Seperti kakak pada adiknya.
"Itu, siapa Zard?" Edzard menoleh kearah yang ditunjuk Ira, dia melihat Luthfi sedang berdiri menatap mereka.
"Oh dia, pasien baru, biasa." niatnya Edzard menggoda Ira, tapi ternyata perempuan itu menganggapnya serius.
"Dari kamar mana? kok bisa disini?" Edzard tertawa mendengar itu, dia meminta Luthfi mendekatinya.
"Mulutnya bang Edzard emang gak ada filternya." Ira mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya sadar bahwa Edzard membohonginya tadi.
"Ya ampun, maaf ya saya kira omongan dokter Edzard itu beneran." Luthfi tersenyum, dia tidak masalah dengan itu. Mengenal dengan Edzard sejak smp, membuat dia sudah kebal dengan sifat jahil lelaki itu.
Luthfi melihat sekeliling kamar Dane, menemukan beberapa gambar minion yang tertempel didinding. Dia mendekati ranjang Dane, melihat beberapa gambar yang terletak dilemari samping ranjang.
Ira yang melihat itu ingin memghentikan langkah Luthfi, sebelum Edzard menahan lengannya dan menggeleng.
"Dia gak akan macam-macam sama Dane, percaya saja." Ira mengangguk, dia bisa melihat ketulusan dimata Edzard. Perawat itu tau, Edzard ingin membawa Dane keluar dari sini, tekat dokter muda itu selalu terlihat dimatanya.
"Wah, Dane suka minion ya?" Luthfi duduk diujung ranjang dane, dia mengeluarkan sebuah buku bergambar minion dari dalam tasnya, kemudian menyodorkannya pada Dane. Dane yang melihat itu memandang Luthfi dengan mata berbinar.
"Nih buat Dane." Dane ingin menerima buku itu tapi dia takut. Ira dan Edzard yang melihatnya tersenyum.
"Gak papa, terima aja Dane, Luthfi kasih itu buat Dane." Dane mengulurkan tangannya ragu, menerima buku itu karena ucapan Edzard.
"Kamu hebat Zard." Edzard menatap Ira.
"Hebat apanya?" Ira hanya tersenyum, dia bisa lega karena Dane menemukan orang yang dapat dia percaya.
"Aku pulang dulu." Ira menepuk pundak Edzard. Sebelum akhirnya melangkah keluar.
Edzard mengalihkan tatapannya pada Dane dan Luthfi, pilihannya meminta Luthfi kemari sepertinya tidak salah. Mungkin Dane masih takut, tapi Edzard bisa melihat bahwa pemuda itu tidak terganggu dengan kehadiran Luthfi.
.
.
.
.
.
Luthfi menghentikan motornya didepan sebuah cafe, sepertinya bersantai sebentar tidak masalah.Kling
"Selamat datang!" Luthfi tersenyum mendengar sapaan karyawan cafe. Dia berjalan kearah kasir berniat memesan, saat netranya melihat sosok lelaki yang paling dia hindari, Elvano.
"Cih, kenapa harus ketemu dia disini sih." Luthfi menggerutu pelan, dia menatap Vano yang sepertinya sedang memikirkan apa yang akan dipesannya.
"Kalau lo belum tau mau pesen apa, bisa mundur dulu, biarin yang lain pesen duluan." Vano hampir saja mengumpat saat mendengar suara yang menegurnya, tapi dia menelan kembali umpatannya saat melihat siapa yang menegurnya.
"Eh, neng bidadari." Vano tersenyum salah tingkah. Luthfi yang melihat itu hanya memutar matanya sebelum menggeser tubuh Vano menyingkir.
"Americano 1, chesse cake 1, take away." Luthfi langsung menyebutkan pesanannya, dia tidak ingin berlama-lama ditempat yang sama dengan Vano.
"Gue juga pesen itu, biar gue yang bayar." Vano mengeluarkan kartunya dan segera memberikan pada kasir. Vano tau Luthfi menatap dia tajam, tapi dia tidak peduli yang penting hatinya bahagia karena ketemu sama gebetan.
"Gue bisa bayar sendiri." Vano tersenyum lebar, sayangnya Luthfi malah menganggap Vano aneh, bukannya tampan.
"Anggap aja gue traktir lo, neng bidadari."
Duk
"Terima kasih." Luthfi menendang tulang kering Vano, tepat setelah menerima pesanannya. Meninggalkan Vano yang masih tersenyum aneh padanya.
"Semoga gue gak pernah ketemu lagi sama tiang itu." Luthfi menggerutu saat sampai dimotornya. Dia tidak sadar bahwa dia juga sama tiangnya dengan Vano.
.
.
.
.
.
Edzard menghela nafas pasrah saat dia ditarik ibunya untuk menemani berbelanja. Harusnya dia tadi bisa menghabiskan waktu lebih lama di rumah sakit, menemani Dane yang sedang menggambar dibuku barunya. Tapi semua rencananya gagal saat sang ibu menghubunginya dan meminta untuk ditemani belanja."Bun, apa masih lama?" Perempuan berhijab yang sedang menatap sayuran dihadapannya itu menoleh.
"Sabar dong Edz, sana kamu cari aja yang mau kamu beli." Edzard menatap ibunya, ingin menjawab tapi dia tidak ingin mendapat omelan.
Edzard akhirnya memilih mengelilingi supermarket, siapa tau ada yang dia inginkan. Edzard itu benci belanja, tapi ibunya lebih suka meminta ditemani olehnya ketimbang ayahnya.
Edzard sesekali mengambil berbagai jenis cemilan secara acak, mulai dari keripik hingga sereal, mungkin dia bisa memberikannya pada Dane besok. Edzard jadi ingin memberikan Dane sesuatu, dia melihat sebuah boneka yang menarik perhatiannya. Dia mengambil boneka itu dan meletakan nya kedalam troli.
"Kamu ngapain beli boneka?" Edzard menatap boneka yang ada ditroli belanjaannya yang delapan puluh persen isinya adalah cemilan, lalu menatap ibunya yang sedang memindahkan isi trolinya ke kasir.
"Buat calon mantu bunda."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
FanfictionEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...