.
.
.
.
.
Pagi ini terasa berbeda untuk San, bukan karena dia bangun terlalu pagi, tapi dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Dane. San tau seharusnya dia tidak memasang harapan yang terlalu tinggi, apa lagi untuk hal yang belum pasti seperti ini."Hah, gue harap gue ketemu sama lo secepetnya bang."
San memeriksa sekali lagi ransel yang akan dibawanya ke jogja, memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Kan tidak lucu kalau sampai ada barang penting yang tertinggal.
San menatap ponselnya, ada banyak notifikasi yang masuk ke ponselnya sejak semalam, hanya saja dia terlalu malas untuk membalasnya.
San menekan roomchatnya dengan Gibran, mengirim pesan singkat pada sahabat rasa adik nya itu. Mengatakan bahwa dia akan menjemput pemuda itu pukul 8.
Setelah mengirim pesan pada Gibran, San memutuskan masuk ke dalam kamar mandi, dia harus bersiap agar tidak terlambat.
.
.
.
.
.
Andra menggerutu kesal, San sama sekali tidak membalas pesannya atau pun menjawab panggilannya. Andra tidak bisa diabaikan San seperti ini, hatinya selalu saja tidak senang.Andra menatap jam dinding yang menunjukan pukul 6, dia segera mengambil tasnya, memasukan sepasang pakaian, dompet dan charger kedalamnya. Setelah beres, Andra keluar dari rumah, memutuskan pergi kerumah San.
"Mengganggu San sepagi ini, tidak masalahkan." Andra berlari setelah memastikan pintu rumahnya terkunci.
Rumahnya dan rumah San tidak jauh, hanya berbeda komplek, jika rumah Andra berada di perkampungan padat penduduk, rumah San berada diperumahan elit, tepat di seberang tempat tinggal Andra.
Andra berhenti didepan sebuah rumah berwarna gading, dengan pagar hitam dihadapannya. Pemuda itu celingukan melihat adakah orang yang sedang berada diluar, tapi ternyata suasana luar rumah itu masih sangat sepi. Bahkan pos satpam yang biasanya terdapat dua satpam yang berjaga pun tampak kosong.
Andra memutuskan masuk setelah membuka gerbangnya sedikit, tidak akan ada yang marah padanya, Andra sudah sering melakukan itu sejak dulu, apa lagi saat orang tua nya sedang bertengkar. Tempat paling aman untuk berlari adalah rumah San.
Tok tok tok tok tok
"Khaisan, khaisan, ayo main!" Andra memanggil San dengan suara yang lumayan keras setelah mengetuk pintu. Ingatkan Andra, jika suara dia itu tidak bisa dibilang pelan.
"Kha-"
Cklek
Panggilan Andra terpotong saat melihat pintu dihadapannya terbuka. Dia melihat wajah ayu bundanya San ada dibalik pintu, itu membuat Andra menampilkan senyum manis.
"Ya ampun, Andra, bunda kirain siapa tadi, pagi-pagi kok ngajak anak bunda main." Andra yang mendengar ucapan bunda manda hanya bisa tersenyum kikuk.
"Hehe maaf bunda."
"Ayo, masuk." Andra mengekori bunda manda masuk dan berjalan kearah ruang makan. Disana Andra bisa melihat ayah San, sedang duduk membaca koran paginya.
"Siapa bun?" Suara berat ayah singgih memasuki telinga Andra. Bunda manda menggeser tubuhnya hingga tubuh Andra terlihat oleh suaminya.
"Oh Andra, mau ketemu San ya?" Andra mengangguk.
"Iya yah, San, masih tidur?" Andra menatap keluar ruang makan, lebih tepatnya kearah tangga yang menghubungkan ke lantai dua.
"Tadi sih udah bangun, mungkin lagi siap-siap." Ayah singgih menjawab Andra, sedangkan bunda manda kembali sibuk menyiapkan sarapan, juga sedikit bekal yang akan dibawa San nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
FanfictionEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...