.
.
.
.
.
Gibran dan Andra terpaku tidak percaya mendengar cerita Hadar tentang keluarganya, perempuan yang sangat ramah pada mereka saat mereka kesana ternyata hanya topeng. Mereka menatap Hadar, bagaimana anak itu bisa bertahan hidup dengan orang tua seperti itu."Lalu bagaimana dengan ayah kalian?" Edzard adalah yang membuka suara. Mata pemuda itu terpaku pada kamar dimana Dane berada.
"Papa jarang ada dirumah, apa lagi sejak mas Satria di kabarin meninggal." Hadar menunduk, disebelahnya ada Bima, laki-laki itu mengelus punggung Hadar.
"Kenapa waktu itu kamu gak bilang ke kita?" Gibran meraih tangan Hadar, ntah kenapa pemuda itu ingin sekali memeluk Hadar.
"Gak bisa mas, ada mama waktu itu." Andra yang mendengar itu mengelus kepala Hadar. Andra tau rasanya hidup dengan orang tua seperti itu.
"Mulai sekarang, kalau ada apa-apa, kamu bisa bilang ke kita." Hadar mengangguk mendengar ucapan Andra, dia bersyukur kakaknya menemukan teman seperti Andra dan Gibran. Hadar yakin sekarang kakaknya aman ditengah mereka, terutama ada Edzard yang terlihat sangat peduli pada Dane.
"Makasih ya mas, makasih udah nemuin mas Satria." Edzard tersenyum, begitu pula Andra dan Gibran.
"Mas Bima, j-jangan bilang ke mama ya, kalau aku ketemu sama mas Satria." Bima menepuk punggung Hadar, dia tidak mungkin melakukan itu.
"Gak akan, tenang aja." Hadar tersenyum.
"Mas Edzard." Edzard yang baru saja akan bangkit kekamar Dane, segera menoleh pada Hadar.
"Kenapa Dar?"
"Mas Satria." Edzard tersenyum pada Hadar, laki-laki itu berjongkok didepan Hadar yang duduk disofa.
"Mau ketemu Dane?" Hadar mengangguk.
"Sebentar biar aku lihat dulu ya." Hadar hanya bisa mengangguk, Hadar tau kakaknya pasti terpukul dengan keadaannya yang seperti ini.
Edzard bangkit, dia memasuki kamar yang ditempati Dane, ingin melihat apakah pemuda itu sudah sadar atau belum. Edzard mendekati ranjang, menyentuh puncak kepala Dane, traumanya kembali muncul saat mengetahui fakta bahwa mamanya membuat Hadar buta.
"K-kak Mars." Edzard menunduk, dia melihat mata Dane terbuka, pemuda itu memandang Dane sayu, matanya berkaca-kaca.
"Iya, kenapa Dan?" Dane bangun dan memeluk Edzard, pemuda itu kembali menangis dipelukan Edzard.
"Udah jangan nangis, Hadar mau ketemu kamu tuh." Mendengar nama Hadar, Dane melepaskan pelukannya.
"K-kak Edzard, apa Hadar gak bisa tinggal sama kita?" Edzard tersenyum, dia tau Dane pasti akan menanyakan hal itu.
"Bisa, tapi gak sekarang Dan, aku sama kak Yuda lagi berusaha supaya Hadar bisa tinggal sama kamu, jadi tunggu sebentar ya." Dane mengangguk, dia percaya Edzard akan melakukan yang terbaik.
"Makasih ya kak Mars." Edzard kembali tersenyum.
"Sama-sama Dan, jadi mau ketemu Hadar." Dane kembali mengangguk.
"Sebentar, biar aku panggil." Edzard bangkit, dia berjalan kearah pintu, hanya dengan gerakan tangan, dia meminta Gibran membawa Hadar bertemu Dane. Gibran yang paham pun, segera menuntun Hadar kearah kamar.
"Hadar." Dane menyentuh pipi Hadar, dia tidak menyangka adiknya akan kehilangan pengelihatannya diusia semuda ini.
"Maafin mas ya, harusnya mas bisa ngelindungin kamu." Hadar menggeleng kuat, dia tidak terima jika kakaknya mengatakan itu, karena dia tau kakaknya sudah banyak berkorban untuk keselamatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
FanfictionEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...