.
.
.
.Seorang pemuda tampan baru saja keluar dari mobil nya saat seorang pemuda lain tiba-tiba merangkul pundak nya.
"Hoe Gibran, kenapa lo baru dateng?"
"Bang Vano, gak usah teriak gue juga denger." Gibran menggerutu sambil melepaskan rangkulan dari pemuda bernama Vano itu.
"Sorry Bran sorry." Vano mengucapkan maaf saat menyadari bahwa Gibran sedang dalam mood yang buruk.
"Vano, Gibran." Gibran dan Vano kompak menengok ke arah suara yang memanggil nama mereka.
"Kenapa hidup gue di kelilingi orang seperti kalian." Gibran menggerutu setelah tahu bahwa yang memanggil nya adalah Andra, pemuda yang merupakan teman satu fakultas nya dan Vano.
"Lo bakal cepat tua kalau lo suka menggerutu begitu Bran." Vano yang mendengar gerutuan Gibran dengan santai mengucapkan hal yang paling di benci oleh Gibran.
"Gue duluan." Gibran langsung pergi meninggalkan Vano juga Andra yang baru saja menghampiri mereka.
"Loh, si Gibran kenapa Van?"tanya Andra bingung.
"Mana gue tau, tuh anak persis cewek lagi pms." Vano menjawab pertanyaan Andra tanpa mengalihkan tatapan nya pada punggung Gibran yang semakin menjauh dan menghilang di dalam gedung universitas mereka.
"Ya udah, lo gak mau masuk Van? bakal ada kuis di mata kuliah pak Surya." Vano sadar dari lamunan nya saat Andra menyebut nama pak Surya sang dosen killer.
"Anjir gue lupa, mana gue belum belajar semalem, Ndra kasih gue bocoran ya ntar." Andra hanya memutar matanya malas mendengar ucapan Vano.
"Makanya jangan main game mulu lo, gue gk mau ambil resiko ketahuan terus di hukum sama si dosen killer itu." Andra begidik ngeri membayangkan hukuman yang akan di terimanya dari sang dosen killer.
"Oi Ndra kenapa lo pelit amat sama temen sendiri sih." Vano berteriak saat menyadari bahwa Andra sudah berjalan meninggalkannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Gibran tampak menerawang ke arah jendela perpustakaan tempat nya berada sekarang.
Ya, Gibran memutuskan bolos dan pergi ke perpustakaan untuk menghindari kedua sahabatnya Vano dan Andra yang pasti akan terus mengejarnya dengan banyak pertanyaan.
"Lo ada dimana bang?" Gibran bergumam lirih bahkan dia tidak menyadari ada seseorang yang terus memperhatikan nya sejak dia masuk ke perpustakaan.
"Tampang lo persis orang yang lagi galau karena di tinggal pacar Bran." Gibran terlonjak kaget karena pemuda berlesung pipi itu tiba-tiba berada di sebelah nya.
"Bang San jangan ngagetin gitu bang, kalau gue jantungan gimana, abang mau tanggung jawab?"Pemuda bernama San itu tersenyum mendengar gerutuan Gibran.
"Lo kenapa sih?" Gibran memalingkan wajah nya kearah lain supaya dia tidak memandang mata San, sosok sahabat yang sudah dianggap kakak oleh Gibran.
"Gue gak apa bang."
"Lo tahu kalau lo gk bisa bohong sama gue." Gibran menoleh cepat ke arah San sebelum kembali memusatkan pandangannya pada langit cerah di luar jendela perpusatakaan.
"Lo kangen sama dia?" San tersenyum lirih saat melihat tubuh Gibran sedikit menegang saat dia menyebut seorang yang sudah lama pergi dari hidup mereka karena kesalahan mereka sendiri.
"Bukan cuma lo aja Bran, yang kangen sama dia."
"Apa maksud lo bang?bukannya lo juga benci dia sama kayak yang lain?"tatapan San berubah sendu seakan ada beban berat di pundak nya saat mendengar pertanyaan Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
FanfictionEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...