.
.
.
.
.
Penginapan yang mereka cari sudah ada dihadapan mereka, bukan penginapan besar atau mewah, penginapan ini cukup sederhana tapi tempatnya bagus, aestetik lah pokoknya.San sudah bertemu dengan pemilik penginapan, kunci kamar juga sudah dia pegang. Dia melihat Andra dan Gibran yang asik melihat taman yang ada didepan penginapan.
"Ndra, Bran, ayo." Andra dan Gibran serempak jalan kearah San yang sedang berdiri sambil menunjukan kunci ditangannya.
"Lumayan gede juga, tapi cuma ada dua kasur nih." San melongok kedalam kamar penginapan, kamarnya memang luas, fasilitasnya juga lengkap, tapi cuma ada dua ranjang disana.
"Udah gak papa lah bang." Gibran mendorong San masuk kekamar, dia sudah lelah dan mau istirahat.
"Sabar dong Bran, main dorong aja." San yang terdorong hanya bisa menggerutu, sedangkan Andra sudah tertawa kencang.
"Bang, gue dulu yang mandi ya." Belum juga keduanya menjawab, Gibran sudah masuk kekamar mandi.
"Ndra, lo sama Gibran aja yang tidur di kasur." Andra menatap San tidak setuju.
"Terus lo tidur dimana?" dilantai gitu?" San mengangguk.
"Gak, biar gue aja yang tidur dilantai, lo dikasur sama Gibran."
"Lo bisa sakit kalau tidur dilantai Ndra." Andra menghela nafas, dia kesal kalau sifat keras kepala San muncul.
"Emang kalau lo yang tidur di lantai, lo gak bakal sakit?"
"Ah elah bang, masalah tidur doang, ya udah kalian tidur aja berdua, toh kasurnya gak kecil juga." San menatap Gibran yang baru saja keluar dari kamar mandi, sedangkan Andra membuang mukanya mendengar ucapan Gibran.
.
.
.
.
.
Andra sebenarnya ingin berguling kekanan, tapi tidak bisa, dia tidak ingin membangunkan San yang tertidur disebelahnya. Setelah berdebat tadi akhirnya San dan Andra sepakat untuk tidur sekasur.Andra tidak bisa tidur, pikirannya bercabang kemana-mana. Andra ingin memeluk San, tapi pasti itu mengganggu istirahat San.
"Ndra, belum tidur." Andra langsung membalikan tubuhnya saat mendengar suara serak San.
"Gue terlalu banyak gerak ya, sampe lo kebangun?" San menggeleng, dia terbangun karena ternggorokannya kering, tapi belum sempat minum dia melihat Andra yang sepertinya sedang gelisah, pemuda itu menghela nafas berkali-kali.
"Ya udah, tidur lagi San, besok kau berangkat pagi kan."
"Kamu juga Ndra, tidur, nanti kamu sakit kalau kurang tidur." Andra bisa melihat San yang berbaring miring kearahnya.
"Gak bisa tidur." Andra tau San pasti mendengar ucapannya, meskipun dia berbisik.
"Ndra, lihat sini." Andra langsung menatap San saat pemuda itu menyentuh pipinya.
"Ada apa?" Andra sebenarnya tidak tau, kenapa setiap San menanyakan itu dengan nada yang lembut membuat Andra ingin menangis.
"Hiks...hiks..." San menarik Andra kedalam dekapannya. Sebenarnya San tau ada yang disembunyikan Andra, tapi San memilih menunggu Andra yang menceritakannya sendiri.
"Ssstttt..udah jangan nangis, nanti matamu bengkak." Andra yang mendengar suara lembut San, justru semakin terisak, apa lagi San tidak lagi menggunakan lo-gue.
"Mau cerita?" San bisa merasakan Andra menggeleng pelan dalam dekapannya.
"Ya udah, tidur ya jangan nangis lagi, aku disini kok, aku peluk sampe pagi."
"M-makasih San hiks." San mengelus rambut Andra yang sudah mulai memanjang. San memang suka memainkan rambut Andra sejak dulu, halus katanya.
"Tunggu ya Ndra, kita ketemu bang Dane dulu, baru nanti aku resmiin kamu." San tau Andra sudah tertidur, makanya San berani mengatakan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
FanfictionEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...