.
.
.
.
.
Seperti yang sudah diperkirakan oleh Edzard, bahwa para target pasti akan datang. Edzard memperhatikan wajah-wajah terkejut dari semua sahabat Dane saat melihat orang-orang yang datang kersj hari itu. Mereka terlalu fokus pada layar yang menampilkan sebuah ruangan berisi belasan kursi yang sengaja diletakan menghadap sebuah layar besar.Satu persatu orang-orang yang menjadi undangan datang dan masuk kedalam ruangan itu, menghasilkan tatapan tidak percaya dari mereka yang sedang berkumpul dikamar yang dihuni Dane selama tiga tahun disana.
"B-bang, a-apa maksudnya ini?" Aldi terkejut saat melihat orang-orang dikenalnya berada diruangan itu. Bukan hanya Aldi, Vano, San dan Andra pun juga terkejut.
"Bang, jadi mereka?" Edzard hanya memandang San yang terlihat marah.
"Kalian lihat aja dulu, gue gak akan bilang apapun soal itu." Edzard mengeratkan pelukannya pada Dane, tubuh pemuda mungil itu gemetar, tentu saja bagaimana mungkin Dane tetap tenang saat orang-orang yang menjadi pemicu traumanya ada disini.
Andra mengeratkan pelukannya pada Luthfi saat melihat kehadiran dua orang tuanya, Andra sudah tau bahwa orang tuanya terlibat dalam kejadian yang dialami Dane, tapi dia sama sekali tidak menyangka bahwa mereka semua yang ada diruangan itu juga terlibat.
"Bang, kenapa mama ada disana juga?"
.
.
.
.
.
Cklek ... KlikSuara pintu tertutup dan terkunci membuat ketiga belas orang diruangan itu menoleh, mereka menatap tidak percaya pada seorang laki-laki mungil berparas manis sedang berjalan dengan santai dihadapan mereka. Laki-laki itu masih bisa tersenyum ramah saat menatap semua undangannya.
"Baiklah sepertinya semua undangan sudah hadir disini." Senyum manis terpatri diwajah laki-laki itu.
"Siapa kamu sebenarnya?" Laki-laki itu tetap tersenyum, tapi kali ini senyumnya terlihat menakutkan.
"Ok baiklah, sangat tidak sopan jika saya tidak memperkenalkan diri." Ruangan itu hening, tiga belas orang diruangan itu tampak terfokus padanya.
"Saya Prayuda maheswara, saya seorang mantan psikiater yang sekarang bekerja sebagai detektive dikepolisian." Yuda, menikmati wajah-wajah terkejut dan takut dari beberapa orang disana.
"Apa mau mu sebenarnya, uang?!" Yuda menatap remeh pada laki-laki yang baru saja mengeluarkan suaranya itu.
"Saya tidak butuh uang anda tuan, sabar tuan, disini saya yang memimpin pesta, jadi kalian semua hanya perlu diam dan melihat apapun yang akan ada diruangan ini."
"Saya yakin kalian semua pasti sudah saling mengenalkan? Ah tentu saja, tidak mungkin tidak." Yuda tersenyum pada dua orang yang duduk dibaris belakang.
"Anak-anak kalian bersahabat, apakah mereka tau apa yang sudah kalian lakukan tiga tahun lalu pada salah satu sahabat mereka?" Yuda hanya mengamati raut wajah para undangannya.
"Pak Singgih dan bu Manda, saya tahu kalian sama sekali tidak terlibat, tapi saya butuh saksi untuk membongkar kejahatan mereka disini." Singgih dan manda, orang tua San itu mengangguk, Edzard sudah mnemui mereka sebelumnya, dan sedikit menjelaskan.
"Jangan terlalu banyak omong, cepat katakan apa maumu!!" Yuda menatap seorang wanita yang mssih cantik diusianya yang sudah kepala empat.
"Sabar ibu Sisi, karena saya yakin saat pesta berakhir anda adalah orang yang akan paling menyesal, diantara semuanya." Sisi, wanita itu juga ada disana bersama suami nya, Danang.
"Saya yakin kalian pasti tidak akan lupa pada ini." Yuda menekan sebuah tombol dilaptopnya yang ada diatas meja. Sebuah video terputar di layar besar dihadapan mereka, video itu membuat Singgih dan Manda sangat terkejut.
.
.
.
.
.
Dane menunduk, menghindari tatapan tajam yang dilayangkan oleh orang-orang dihadapannya. Saat sedang menunggu kabar sahabatnya tadi, seorang dokter memanggilnya dan membawanya kesini, kesebuah ruang kosong diatap gedung rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
FanfictionEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...